Kalau kamu buka media online beberapa minggu ini, tentu dengan mudah menemukan advertorial atau artikel iklan tentang seorang pelajar terbaik dari Indonesia, yang mendapatkan penghargaan di Amerika Serikat pada 2019 bahkan mendapatkan standing applause dari dua profesor, empat orang pekerja ilmiah, dan sekelompok pengajar selama sepuluh menit. Bayangkan betapa hebatnya itu standing applause sampai 10 menit. Siapakah pelajar penemu obat yang dapat mengurangi berat badan 15 kilo gram hanya dalam sepekan dan banyak menolong jutaan rakyat Indonesia?
Apakah iklan itu benar seperti yang ditulis dan ditayangkan di portal media online sekelas Detikcom, gadis, tribun, dan medol lainnya? Aku sih menemukan kejanggalan.
Sejak masih zaman koran dan majalah aku paling senang membaca iklan. Setiap membaca koran -dulu- sebelum membaca headline dan berita-berita lainnya, aku biasanya memerhatikan iklan, baik iklan bergambar maupun advertorial. Bukan buat membeli, lha wong saat itu masih SD hingga SMP, jadi cuma suka saja membaca cara penulisan yang menarik.
Yang kutahu, iklan advertorial menyajikan hal yang berbeda dalam beriklan. Iklan dibuat dalam bentuk tulisan editorial atau artikel yang nantinya dimuat di media baca. Editorial atau artikel yang dibuat berisi informasi mengenai kegiatan perusahaan atau review keunggulan sebuah produk disertai dengan fakta empiris dan informasi yang berguna. Saat membaca advertorial pembaca akan seolah menerima informasi biasa layaknya membaca artikel, padahal yang dibacanya adalah iklan. Pesan iklan disampaikan secara halus.
7 Kejanggalan Advertorial Rina atau Indah ini
Iklan janggal tentang obat pelangsing ini sebenarnya sudah sering kubaca judulnya saja. Awalnya aku penasaran tapi tak tertarik membaca karena judulnya terlalu bombastis. Sepengalamanku membaca advertorial zaman dulu, jarang sekali memakai judul bombastis. Tapi karena sering melihat advertorial tersebut saat membaca update premier league, akhirnya kepikiran juga, “ini iklan bener gak sih? Baca, ah.” Dan kutemukanlah beberapa kejanggalan.
1. Nama Penemunya Berbeda
Seperti yang kujadikan judul postingan ini. Advertorial tersebut menulis nama pelajar penemu formula hebat itu dengan Indah Kusumawati dan pada artikel lainnya jadi Rina Kusumastuti. Apakah typo? Jelas tidak. Detikcom sama-sama menayangkan kedua artikel beda nama dengan satu pesan yang sama.
2. Universitas dan Profesor
Advertorial itu menulis 2 profesor, Universitas di Amerika Serikat, Kongres Endokrinologi Eropa, seperti berikut ini.
Hal mengejutkan ini terjadi di salah satu universitas di Amerika Serikat, tepatnya pada musim semi tahun 2019. Dua profesor, empat orang pekerja ilmiah dan sekelompok pengajar dalam kurun waktu sepuluh menit berdiri dan memberikan tepuk tangan riuh untu seorang gadis asal Indonesia.
https://news.detik.com/adv-nhl-detikcom/d-4820907/metode-pelangsingan-ini-kejutkan-seluruh-dunia-baca
Di tahun 2020, pada Kongres Endokrinologi Eropa telah terjadi momen langka. Seluruh orang di aula bertepuk tangan dengan sangat meriah untuk seorang mahasiswi asal Indonesia Indah Kusumawati atas penemuan formula uniknya. Bahkan, dua professor lokal, empat pekerja ilmiah, dan sekelompok pengajar melakukan standing applause selama sepuluh menit untuk penemuannya.
https://news.detik.com/adv-nhl-detikcom/d-5089103/trik-terbaik-untuk-menghilangkan-lemak-perut-baca
Tak disebutkan nama Universitas di Amerika Serikat. Tak pernah jelas siapa dua profesor, empat pekerja ilmiah yang mau-maunya berdiri tepuk tangan selama 10 menit. Dan lagi entah di mana diselenggarakan Kongres Endokrinologi Eropa.
3. Foto Asal Comot
Salah satu foto yang banyak dipajang untuk advertorial tersebut adalah foto ajang International Student Affairs Invention, Innovation and Design Competition (I-SAIID) 2019. Itu ajang yang diselenggarakan oleh Universiti Teknologi Mara, Cawangan, Kedah, Malaysia. Jadi beritanya kongres di Eropa, Universiti di Amerika Serikat, tapi fotonya di Malaysia.
Saat aku telusuri apakah benar ada nama Indah Kusumawati atau Rina Kusumastuti dalam list participant di ajang I-SAIID 2019 Kedah, sama sekali nihil.
International Student Affairs Invention, Innovation and Design Competition (I-SAIID) 2019 memberikan kesempatan kepada peserta untuk 3 kategori: Invention, Innovation, dan Design. Dari semua partisipan di ketiga kompetisi tersebut, pada kategori inovation ada 6 peserta dari Indonesia. Pada kategori Invention ada 3 peserta Indonesia, dan pada kategori design tak ada peserta asal Indonesia. Dan dari kesembilan peserta kompetisi asal indonesia itu pun tak ada yang mempresentasikan tentang formula pelangsing. Ini jelas asal comot dan pasang foto. Dan itu ditayangkan di media online sekelas detikcom, tribun, gadis, dan lainnya, males gue baca yang lainnya lagi.
4. Di mana Universitas Kedokteran Nasional Indonesia?
Ini lagi somplaknya advertorial obat pelangsing temuan Rina atau Indah itu. Katanya temuan Rina atau entah Indah itu ditangani oleh para pakar dari Institut Endokrinolog, Universitas Kedokteran Nasional Indonesia. Entah di kota mana ada universitas itu berada.
5. Bima Agri, Pakar Endokrin
Dari beberapa advertorial itu tersebutlah nama seorang pakar endokrin yang mendukung temuan Indah ataupun Rina itu. Seorang pakar yang katanya dari Institut Endokrinolog Universitas Kedokteran Nasional Indonesia itu.
Karena pak Bima Agri itu Endokrinolog, jadi kutelusuri di Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Sebuah organisasi yang para anggotanya terdiri atas dokter ahli endokrinologi (Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes/KEMD) dan dokter lainnya yang mempunyai minat di bidang endokrinologi. Saat ini PERKENI mempunyai 16 cabang di seluruh Indonesia, yaitu Aceh, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Bandung, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Malang, Surabaya, Bali, Makassar, Manado dan Banjarmasin. Dari 16 cabang tersebut terdaftarlah 104 orang Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes (KEMD) dan 34 orang calon KEMD. Kucari di database PERKENI dan tak ada nama Bima Agri.
6. Dukungan dari Nadiem Makarim
Ini lagi koplaknya advertorial tersebut. Menyebut bahwa Mendikbud Nadiem Makarim memberikan apresiasi buat Rina Kusumastuti. Kasihan Indah Kusumawati nggak diapresiasi hihihi…
JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Mendikbud Nadiem Makarim melalui akun instagramnya nadiem__makarim’s, ternyata sangat mengapresiasi para ilmuwan yang menemukan sebuah formula menurunkan berat badan. Salah satunya orang Indonesia, bernama Rina Kusumastuti. Menurutnya, seorang pelajar berhasil meraih penghargaan tertinggi atas ditemukannya sebuah metode baru tentang penurunan berat badan.
https://citraindonesia.com/mendikbud-apresiasi-rina-kusumastuti-penemu-obat-turunkan-berat-badan/
Berani banget copywriter ini mencatut nama mas menteri. Ditambah lagi nama akun instagramnya ditulis asal. Aku yakin pak Menteri nggak pernah melakukan hal itu. Lha wong dari segala aspek, advertorialnya mengandung kejanggalan.
7. Nama Obatnya Beda Juga
Sudahlah nama penemunya beda, antara Indah atau Rina. Di beberapa advertorial serupa pun nama pakar endokrinnya bukan cuma Bima Agri tapi ada nama Ahmad Sahlan. Eh, nama obatnya yang menjadi tujuan utama advertorial ini pun ganti-ganti merk. Ada Slimgard, Amaislim, dan entah apa lagi. Yang jelas khasiatnya sama-sama bisa menurunkan berat badan hingga 15 Kg dalam sepekan.
Jadi begitulah para netizen budiman. Ini memang sepertinya aku kurang kerjaan ya nulis kayak gini. Ya sih, tapi sebenarnya yang bikin aku nulis itu pertama karena merasa janggal aja dengan advertorial yang dibuat dengan judul bombastis dan isinya somplak, banyak kejanggalan. Lalu advertorial yang dikelola oleh MGRID itu ditayangkan oleh banyak media online ternama seperti detikcom, tribun, dan lain-lain. Apakah mereka hanya berpikir yang penting dapat duit tanpa memerhatikan isi iklan kacau atau tidak? Memang beberapa menulis disclaimer bahwa isi bukan tanggung jawab media, tapi jangan karena lu nggak bertanggung jawab namun bebas menyebarkan informasi yang nggak bisa ditelusuri kebenarannya dong. Kan bisa saja itu iklan hanya jualan obat tapi dengan cara menulis artikel hoaks, tak ada faktanya.
Leave a Reply