Setiap PEMILU kita kerap mendengarkan pidato para tokoh politik yang terkesan amat peduli dengan nasib rakyat jelata. Para CALEG dan CAPRES kembali menghafalkan kata-kata yang penuh dengan daya tarik buat calon pemilihnya. Iklan yang mereka buat pun dikesankan untuk mengambil hati rakyat, bahwa mereka adalah tokoh yang paling menjanjikan untuk mewujudkan perubahan. Apakah perubahan yang ada di kepala mereka sama dengan yang diimpikan rakyat jelata?
Seperti biasa juga, PEMILU berlangsung lancar dengan segala ancaman dan kecaman terhadap mereka yang dianggap GOLPUT. Padahal sesungguhnya yang paling merecoki jalannya PEMILU adalah mereka sendiri, para kontestan PEMILU itu sendiri yang melanggar aturan kampanye dan segala kecurangan berlapis-lapis. Sebanyak apapun keberadaan GOLPUT, sebenarnya tak akan membatalkan PEMILU. Perbincangan tentang GOLPUT hanya kekhawatiran yang dibuat-buat agar rakyat saling curiga. Itu saja. Selebihnya PEMILU akan berjalan sesuai rencana.
Lalu apa yang terjadi setelah para CALEG dan CAPRES mendapatkan apa yang mereka kejar? Hari pertama menjabat, mereka pasti lupa dengan mereka yang diharapkan suaranya: Rakyat Jelata! Dari PEMILU ke PEMILU berikutnya, perubahan yang paling mudah terlihat adalah berubahnya pelaku korupsi dan nepotisme. Mereka yang dekat dengan kekuasaan sajalah yang akan merasakan kemakmuran. Rakyat jelata? Lagi-lagi terlupakan. Jangankan bermimpi tentang kemakmuran, mencari sekerat nasi saja dibatasi dengan berbagai peraturan yang menguntungkan raja-raja kecil di desa-desa. Jangan menagih janji PEMILU, menyuarakan kritik saja, akan dibungkam oleh pasal seperti Penghinaan Kepala Negara atau Pencemaran Nama Baik.
Ah, inilah PEMILU dan kita akan selalu mendengar lagu tentang nasib rakyat jelata yang tak pernah boleh menyembuhkan lukanya sendiri.
Aku teringat dengan lagu yang diciptakan Franky Sahilatua. Lagu berjudul Balada Wagiman Tua ini merepresentasikan nasib rakyat jelata yang tak pernah mendapatkan dukungan dari mereka yang hidup bergelimang fasilitas sebagai anggota Legislatif maupun Eksekutif. Kunyanyikan lagu ini sekadar mengingat bahwa pemilu hanyalah pergantian penguasa, bukan perubahan menuju kemakmuran rakyat.
Balada Wagiman Tua (Franky Sahilatua) covered by MT
Wagiman tua menatap jauh
Duduk bersandar pada tangannya
Kampung halaman terbayang sepanjang jalan
Dalam Feri yang melancar ke tanah JawaDelapan tahun ia tak pulang
Kerinduan itu terus memanggil
Pada desa yang terpaksa ia tinggalkan
Karena tak memberikan lagi harapanAngin bertiup melemparkan gelombang
Buih di buritan melepaskan kapal
Wagiman tua menghela napas panjang
Oh… harapan di mana mana ternyata hampaWagiman tua beranak lima
Menggarap tanah bersama-sama
Namun panen hanya idaman saja
Tumbuhan mengering pedih sedihFeri merapat mengikatkan tambang
Penumpang turun menjinjing bawaan
Wagiman tua tertegun melihat desanya kini
Tenggelam ditelan air bendungan
Leave a Reply