Media sosial bukan saja menjadi tempat untuk menyampaikan kabar, tetapi juga menjadi tempat untuk mengekspresikan kebencian. Orang-orang yang memiliki waktu dan energi berlebih, tak kenal lelah saling cerca kelompok, tokoh, aliran pemikiran, keyakinan, dan apapun yang tak disukainya. Kita dapat menemukan para pembenci itu di Twitter, Path, Facebook, Instagram, YouTube, dan kanal media sosial lainnya. Perbedaan madzhab yang tak pernah berujung damai sejak abad permulaan perdebatan tersebut muncul, tetap berlangsung hingga kini. Perbedaan pilihan politik yang normalnya usai setelah Jokowi terpilih sebagai Presiden, rupanya masih menyisakan berlanjut menjadi sampah digital. Kubu ekstrem A melawan kubu ekstrem B. Pencinta Jokowi, Ahok, dll. berhadapan dengan pembenci yang enggan berhenti.
Kebebasan mengekspresikan kebencian rupanya bisa menular ke dalam grup diskusi. Grup yang awalnya akur berdiskusi, tiba-tiba berubah menjadi ajang caci-maki. Satu-dua orang yang merasa paling benar, memasukkan komplotannya untuk ikut meramaikan “dakwah” dalam grup. Kian lama grup tersebut menjadi penuh dengan umpatan, cacian, dan hujatan atas nama Tuhan. Diskusi kerap menjadi debat kusir dan saling kecam. Ini contohnya…
Transkripnya seperti ini:
“Hei khilafaters. Sadar gak sih kalo postingan ente dikit banget yg ngelike, karna umat Islam ngerti banget kalo elu tu sesat dan jauh dari kebenaran. makanya gak ada yg ngelike, beda dgn postingan ustad kami, banyak yg ngelike karena kajiannya Islam yg sesuai sunnah Rasulullah.”
Balasannya:
“Kalau kebenaran antum ukur dari berapa orang yg ngelike postingan di medsos, maka postingan akun porno itu lebih benar dari ustad antum karena tiap mereka posting kata mesum atau video, puluhan ribu yg ngelike, sementara postingan ustad antum yg ngelike cuma ratusan.”
Bla bla bla… Makin panjang makin tak mencerminkan sikap keberagamaan yang santun dan damai. Perdebatan mengarah jadi saling maki dan klaim paling benar dan representatif sebagai pewaris dakwah Rasulullah SAW. Pewaris Nabi yang gemar mencaci-maki.
Aku jemu menyaksikan mereka yang tak lelah bertengkar dan tak memiliki respect sedikit saja terhadap argumentasi orang lain. Grup tak jadi tempat untuk saling menghormati perbedaan, malah jadi pentas unjuk gigi dan perang hujatan. Grup yang muram!
#leftgroup
Leave a Reply