Semestinya bom itu tak meledak di tempat itu tetapi di tempat lain yang sudah direncanakan. Rencana peledakan bom di sebuah kantor itu gagal. Bom meledak di tempat lain, dipicu oleh orang lain yang semestinya bukan ia yang meledakkannya. Begitulah, rencana A berganti B dan sang perencana ledakan pun resah.
Meskipun rencana pengeboman sedikit berubah, upaya meresahkan masyarakat melalui media sosial tetap dilanjutkan. Pembentukkan opini masyarakat melalui hashtag digencarkan. Netizen ikut menyebarluaskan keresahan dengan gaya mereka masing-masing. Targetnya adalah masyarakat takut. Jikapun masyarakat tidak takut, susupi hashtag yang menantang pembom, semisal #kamitidaktakut. Beberapa video tambahan yang memicu konflik rasial pun diproduksi entah oleh siapa, lalu disebarkan pula melalui sosial media guna menambah keruh suasana.
Begitulah yang terjadi. Bom meledak satuan khusus menangani peledakan tersebut. Satuan khusus yang ternyata bagian dari jaringan peledak bom itu. Bahkan mereka menyiapkan barang bukti bom rakitan lainnya, yang disimpan di rumah orang lain yang difitnah sebagai teroris. Muslim sering ketiban sial dalam soal ini. Lagi-lagi muslim difitnah sebagai teroris, padahal mereka sendiri yang mengatur pemboman demi tujuan yang benar-benar luput dari kecerdasan analisis Media. Apalagi media sosial yang hanya bermodalkan bacot berjigong.
Apa benar polisi terlibat dalam rekayasa pemboman? Rupanya memang terjadi kongkalikong antara gembong satuan polisi dengan petinggi yang mengatur keamanan negara. Gerombolan polisi itu bertindak sebagai teroris sekaligus sebagai pembasmi teroris saat tuduhan pelaku teror berhasil disematkan ke pihak lain. Keji? Begitulah lazimnya rekayasa politik. Mereka yang merekayasa tak peduli berapa korban yang mati, berapa korban yang luka, dan berapa banyak yang terkena dusta. Yang penting tujuan utama tercapai. Dari sini tersimpulkan bahwa keonaran, kerusuhan, keresahan, sangat ampuh dalam mengelabui dan memicu konflik masyarakat demi tujuan yang tersembunyi.
Begitulah kisah dari film Bastille Day (2016) yang diperanutamakan oleh Idris Elba sebagai Sean Briar. Briar adalah agen CIA di Paris. Ia terlibat dalam mengungkap konspirasi jahat polisi yang merencanakan pemboman saat Bastille Day.
Bastille Day adalah sebuah perayaan Hari Nasional Perancis setiap 14 Juli. Nama resminya La FĂȘte Nationale. Dengan latar situasi perayaan itulah film yang menjadikan Richard Mason sebagai pencuri ulung bernama Michael Mason ini, menjadi buruan sekelompok polisi spesial anti terror (RAPID) karena ia tertangkap CCTV sebagai pembom.
Alur cerita di film ini menarik. Efek suaranya lumayan kloplah. Dan di luar segala unsur cinematografi yang aku nggak ngerti, film ini bolehlah ditonton terutama oleh mereka yang terlalu serius di media sosial. Syukurlah, negara kita bukan seperti di film Bastille Day. Amanlah, bro!
Leave a Reply