Grup WhatsApp itu seperti warung atau cafe di mana banyak orang kumpul dan berbincang. Ada yang bikin nyaman, ada yang bikin sumpek. Ada yang isinya ngobrol santai, ada yang penuh dengan debat panas, bahkan tak jarang jadi sarang gosip atau ajang menyebar hoaks. Kita sering kali terjebak dalam grup-grup ini, bukan karena ingin, tapi karena nggak enak kalau keluar.

Tapi gaes, kesehatan mental kita lebih penting daripada sekadar menjaga perasaan orang lain. Kadang kita butuh momen untuk menata ulang lingkungan digital kita. Mengarsipkan grup bisa jadi solusi awal. Dengan fitur arsip, kita nggak perlu lagi terganggu notifikasi dari grup yang sebenarnya sudah nggak relevan dengan kehidupan kita. Grup alumni yang isinya cuma debat politik? Arsipkan! Grup yang setiap hari membahas topik sama berulang-ulang? Arsipkan!
Tapi ada juga saatnya kita nggak cukup kalau cuma mengarsip. Ada grup yang lebih baik dikunci. Dengan mengunci, kita nggak bakal dapat notif yang biasanya kita refleks membukanya. Padahal kita cuma penasaran lalu menyesal saat sudah membacanya. Ini berguna buat grup-grup yang penuh drama, toxic, atau sering memicu stres. Mengunci grup artinya memberi batasan ke diri sendiri supaya nggak terus-terusan terjebak dalam percakapan yang nggak sehat. Apalagi kalau kamu nggak suka sama aktivitas seseorang dalam grup tersebut, kunci!
Kalau grup itu sudah benar-benar melelahkan, isinya cuma bikin kesal, atau kita selalu merasa nggak nyaman setiap kali ada notifikasi dari sana, mungkin itu saatnya untuk left. Memang keluar dari grup sering kali dianggap sebagai tindakan yang dramatis. Tapi kalau kehadiran kita di sana lebih banyak membawa beban daripada manfaat, kenapa harus dipertahankan? Left aja, sebab pintu Right dijaga ketat sama aparat keamanan.
Kita sering takut dibilang sombong atau dianggap nggak peduli kalau keluar dari grup. Padahal menjaga ketenangan batin itu jauh lebih penting daripada sekadar menghindari omongan orang. Kalau ada yang bertanya kenapa keluar, cukup jawab jujur kalau kita ingin mengurangi distraksi dan menjaga fokus atau kayak anak jaksel, bilang aja, “for the sake of mental health” atau “doing my best to clean my mind”.
Di era serba digital kita perlu lebih sadar akan batasan. Bukan cuma batasan waktu dalam pegang ponsel, tapi juga batasan interaksi dalam dunia maya. Mengarsip, mengunci, atau bahkan keluar dari grup WhatsApp bukan berarti memutus silaturahmi, melainkan cara untuk memilih percakapan mana yang layak mendapat perhatian kita.
Pada akhirnya kita yang menentukan lingkungan digital seperti apa yang ingin kita gauli. Lagi pula jika memang perlu, kadang hal-hal tertentu lebih baik diobrolin secara pribadi, japri. Apalagi kalau mau pinjem seratus ;P
Leave a Reply