Menyeruput kopi khas bogor, Liong Bulan sudah menjadi kebiasaan sejak aku tinggal di Kota Hujan ini. Aku pernah membandingkannya dengan kopi lain, yang juga pernah kutulis di sebuah blog lainnya. Kopi Luwak, Kopi Bali, Kopi Aroma, Kopi Aceh, sudah kusandingkan dengan secangkir kopi khas bogor ini. Hasilnya, Liong Bulan tetap jadi pilihan.
Kenapa bisa begitu? Kenapa Liong Bulan menjadi kopi yang akhirnya sering kuumbar di jejaring sosial macam blog, facebook, dan twitter? Ada rahasia yang akhirnya kuserap dari beberapa kali menikmati sajian kopi khas bogor itu, kopi liong bulan.
Bagi penikmat kopi, boleh jadi sudah tahu bahwa untuk menyeduh kopi, sebaiknya dengan air mendidih. Hal ini berpengaruh untuk mematangkan bubuk kopi yang tertuang dalam cangkir. Jika ada di antara teman mules-mules setelah ngopi di warung atau di mana pun tempat Anda ngopi, boleh jadi penyebabnya bukanlah bubuk kopinya, melainkan air seduhannya tidak mendidih. Mungkin hanya mengandalkan seduhan air termos atau dispenser saja. Asal tahu saja, itu kurang mantap!
Tapi bukan itu rahasianya yang membuat Kopi khas Bogor ini menjadi pilihan utamaku. Rahasianya utamanya adalah sebuah hubungan emosional dan spiritual antara kopi, penyeduh/penyaji kopi, dan penikmat kopi. Lho, koq jadi serumit itu?
Nggak. Nggak rumit, koq. Ambil contoh nyatanya saja. Saat aku ngedeprog (duduk di lantai, karena memang tak ada kursi) di rumah Ustadz Iqbal (@psemesta), direktur Pesantren Daarul Uluum Bogor, ia sendiri yang menyeduhkan secangkir kopi liong bulan untukku. Ditambah dengan arahannya tentang bagaimana ciri kopi yang enak dan cara menyeduh kopi yang baik, membuat aku pindah selera ke Liong Bulan. Ini contoh pertama.
Saat kuperkenalkan kopi khas Bogor ini ke teman-teman, hadirlah mereka ke rumahku di tepi kali Ciliwung. @riefabian, @genksukasuka, dan @fikriedoank kusambut dengan tiga cangkir Kopi khas bogor ini. Aku yakin mereka jujur saat menyampaikan kesan positif tentang kenikmatan Kopi Liong Bulan. Cara menyajikannya sama seperti yang ustadz Iqbal arahkan. Tetapi bukan itu rahasianya. Ini hanya contoh kedua saja.
Aku pun mendapatkan sajian khas dari suami-istri penghuni #KandangKambing, yaitu @wkf2010 dan @utamiutar. Mereka menyajikan kopi liong bulan untukku setelah merasakan nikmatnya kopi khas Bogor ini di rumah Ustadz Iqbal. Kuingin bandingkan antara kopi buatan sang Ustadz dengan buatan sang Dosen. Nyatanya kenikmatannya sama persis. Ini contoh ketiga saja.
Contoh lainnya bisa dibaca sendiri di blognya Gunung Kelir. Ia sendiri yang merasakan betapa Kopi Khas Bogor ini memiliki cita rasa yang khas dan menyenangkan.
Lalu apa rahasianya? “Kelamaan, lu Te!” (Pinjem gaya WKF kalo lagi ngedumel) 😀
Rahasianya adalah ketulusan. Ya, ketulusan para penyaji kopi itu sendiri. Jadi? Ya, itulah. Sebenarnya jika kusimpulkan. Kopi apa pun yang dihasilkan oleh daerah-daerah di Indonesia, akan memberikan cita rasa yang nikmat dan membahagiakan ketika diseduh dan disajikan dengan ketulusan. Tak ada yang bisa mengalahkan sebuah ketulusan. Tak terukur dengan rupiah. Bahkan sebungkus Kopi Liong Bulan yang cuma di bawah seribu perak pun menjadi sangat nikmat ketika disajikan dengan ketulusan.
Terima kasih, jabat erat!
Leave a Reply