Bayangkan jika kamu sedang asyik melakukan aktivitas berduaan, belum selesai tapi harus terjeda oleh urusan lain. Nggak enak. Contohnya kalo lagi asyik main catur sama sohibmu, tiba-tiba Babeh manggil, “Jukiiiii. Tulung beliin semur jengkol. Babeh laper nih belom makan sedari tadi!”
Apa jawab Juki? Umumnya anak-anak tanggung kayak Juki bilang, “sebentar, Beh. Lagi nanggung, nih.”
Memang gak enak sih melakukan sesuatu yang nanggung. Dalam hal apapun. Nonton film penuh jeda, nonton bola tiba-tiba listrik padam, atau baca buku yang beberapa halamannya sobek. Apa yang kita dapatkan jadi terganggu. Nggak utuh. Nggak puas. Ya, nanggung.
Di zaman terbiasa instan, penyajian kabar pun kerap dibuat singkat. Dengan memotong beberapa bagian, dijahit beberapa bagian, lalu disebarkan. Kalau editornya bagus dan kredibel, hasilnya tentu tidak mengaburkan tujuan sebenarnya. Kalau editornya abal-abal, tak paham konteks dan konten, apa lagi dipengaruhi narkoba maupun doktrin kebencian?
Sekarang di media sosial maupun grup ngerumpi, sering banget kita menerima video potongan beberapa clip maupun yang digabung antara video zaman baheula dengan zaman kiwari. Tujuannya untuk memberikan tandingan dan menggiring opini.
Netizen zaman now memang kreatif. Apa saja bisa dimodif agar terkesan unik, berani, dan kadang konyol. Tapi yang dilupakan adalah, penyajian informasi yang terpotong, nanggung, bisa bikin salah paham. Orang bisa kehilangan konteks dan keutuhan konten. Masyarakat kita bisa berantem melulu karena konten yang nanggung² itu.
Memang tak bisa dipungkiri ada saja orang yang senang mengangkat isu SARA dalam urusannya. Orang yang kayak gitu mungkin merasa isu SARA bakal membuatnya semakin banyak pendukung dan penepuk tangan. Ya, nggak cuma tokoh politik maupun agama, bahkan komedian pun merasa keren kalau dalam penampilannya menyundut SARA.
Brader, nggak capek apa melihat keributan di negeri ini? Nggak capek apa melihat banyak orang masih saling caci-maki, lapor polisi, dan saling benci?
Kalau kamu semua sadar sama-sama hidup sebagai bangsa Indonesia, sadar dengan keragaman SARA, plis deh hormati keragaman. Jangan pernah lagi menyudutkan apalagi menyundut kemarahan pihak lain.
Bukan, maksud saya bukan menyundut kemarahan kaum MAYORITAS. saya ini bisa saja merasa sebagai bagian dari mayoritas, tapi kamu lihat sendiri selama ini saya nggak pernah tersundut oleh berbagai isu SARA. Banyak Juga teman-teman saya dari kalangan minoritas yang tak merasa hidupnya dihimpit oleh mayoritas. Kami asyik-asyik aja berteman.
Ayolah, hari gini jangan lagi bicara soal mayoritas-minoritas. Sama seperti pribumi dan non-pribumi. Sudahi dikotomi seperti itu. Mungkin di tanah ini kalian minoritas namun di tanah lain (masih di negeri ini) kalian bisa jadi mayoritas. Jika kita masih terbelenggu dengan mindset seperti itu, gak akan sampai bangsa ini menjadi bangsa yang damai.
Jadi Brader, kalau mau jadi orang Indonesia jangan nanggung. Jadilah orang yang memahami keragaman. Kalau mau damai, pun jangan nanggung. Ingat, nanggung itu gak enak.
Hm… ternyata aku harus transit di stasiun Depok. Kukira kereta ini langsung ke Bogor. Nanggung amat.Â
Leave a Reply