Jika kita melakukan perjalanan ke berbagai pelosok negeri ini, jangan hanya menikmati pemandangan alam, pusat belanja, wisata, kuliner, dan ragam hotel megah. Sempatkan untuk melihat mereka yang namanya sering dijual oleh anggota Dewan, politikus, dan makelar demo; rakyat miskin.
Kemiskinan nyaris makin merata di Indonesia. Kemiskinan tak pernah lenyap dari pelupuk mata kita sejak zaman Orde Lama, Orde Baru, maupun Orde Koalisi yang semakin tak jelas keberpihakannya kepada rakyat. Tetapi yang perlu dicatat, rakyat miskin tak pernah mengeluhkan apa nestapa yang menjadi takdirnya. Tidak seperti orang-orang di pemerintahan, yang teriak-teriak jika fasilitasnya dikurangi sedikit atau tak bertambah.
Memang ada juga rakyat kita yang menjajakan kemiskinannya. Mereka mengemis, meminta sedekah dari orang-orang yang mereka anggap sebagai kalangan berpunya. Seperti yang kurekam dalam video blog singkat, “Mereka di Jalan”. Dua kakak-beradik ini diajarkan untuk berani mengemis, menafikan rasa malunya demi rupiah.
Kadang terlintas di benakku, seperti apakah mereka 10-20 tahun ke depan? Apakah akan tetap mengemis ataukah mereka sanggup mengalahkan rasa miskinnya sehingga nasibnya berubah. Mungkinkah kakak-beradik ini menjadi Anggota Dewan yang katanya terhormat? Mungkinkah jadi Menteri? Mungkinkah jadi pejabat partai di mana mereka bisa menyedot kekayaan dari bisnis politik?
Entahlah. Kupikir selama pendidikan dan kesehatan di negeri ini masih mahal buat rakyat kecil, kemungkinannya amat tipis mereka mendapatkan takdir selayaknya orang-orang berfasilitas lengkap dan mewah dari negara. Selama jejaring koruptor masih menguasai pemerintahan, dunia usaha, bahkan pendidikan, rakyat jelata selamanya menjadi kalangan tak berpunya.
Leave a Reply