Awalnya mau pakai steller males banget, sebab saat cuma sekadar lihat-lihat di halaman depannya, hanya foto dengan pengambilan gambar secara vertikal yang kelihatan bagus. Ogah! Sebab aku lebih banyak motret dengan posisi horizontal. Sejak itu (Mei 2-16), aku mengabaikan Steller yang disarankan oleh temenku yang keren banget dalam urusan fotografi dan kopi.
Tapi rupanya temanku yang main Steller masih terus mencoba mengajakku menikmati “es teller”. Hingga di pekan terakhir September, aku kembali melihat-lihat karya teman-teman dan karya siapa pun yang ada di Steller. Hm… rupanya…, hm…, rupanya…. menarik. Aku bikin Steller pertamaku malam itu juga. Asyik juga kayak bikin buku foto.
Masih penasaran dengan Steller, kucoba buat lagi selanjutnya. Mendapatkan like banyak dari stellerians manca negara menyenangkan juga rupanya. Norak banget sih aku. Ya, tapi makin ke sini, Steller terasa makin asyik untuk melipir sejenak kala rutinitas ngeblog makin kacau balau. Siapa tahu dengan bikin Steller, bisa kembali lagi menulis buat blog.
“Apa yang kurang dari Steller ini? Selain soal kecepatan saat loading dan uploading, kayaknya interaksi antar pengguna masih kurang rame. Kalau aku bandingkan Stellerku yang berbahasa Indonesia dengan berbahasa Inggris, beda banget kunjungannya. Yang bahasa Inggris lebih banyak disukai pengguna Steller. Yang bahasa Indonesia, wah, kayaknya gak ada yang mbaca, hahaha. Jadi, terpaksa deh belajar bahasa Inggris lagi. T____T” ~ Prakdungcret
Yawdah, selamat membaca Stellerku seminggu ini. Makasih #Wafff
Leave a Reply