“Kebekuan adalah amarah yang meronta, dekapan hangat bisa mencairkannya”
[Bang Namun waktu masih demen mabok]
Apa yang kamu pikirkan tentang dblogger? Apakah hanya sekadar perkumpulan yang hobinya ngumpul-ngumpul? Apakah sekadar tongkrongan untuk melepas kepenatan kerja? Apakah sekadar media untuk mencari pacar? Mencari pasar? Apa?
Duh, tulisan ini kumulai dengan deretan pertanyaan. Padahal jejeran tanda tanya itu tak mesti dijawab, sih. Itu hanyalah pemantik agar kita merenungkan kembali tujuan dari komunitas yang kita bentuk dan menyatukan kita di dalamnya.
Lebih setahun aku meninggalkan dblogger, komunitas yang kini berulang tahun ke-4. Tak terasa memang. Aku menyatakan keluar dari komunitas ini setelah bersama-sama menggelar event ultah kedua dblogger di Gandaria City. Saat itu aku merasakan kejenuhan yang memuncak. Mungkin aku perlu menyepi.
Namun pada kenyataannya aku tetap saja berhubungan dengan teman-teman dblogger. Mulai dari beberapa kopdar hingga perayaan ulang tahun ketiga di Pissa Cafe yang dipuncaki di sebuah Panti Asuhan di bilangan Ciputat. Saat itulah terakhir kalinya aku ngobrol bersama teman-teman muda dblogger di warung kopi, usai acara di Panti Asuhan. Di Warung Kopi itu aku berpesan kepada para pengurus baru dblogger agar mengedepankan sikap kekeluargaan dan jangan berlagak macam politikus yang hidup dari intrik ke intrik.
Bagiku dblogger bukan sekadar komunitas penyelenggara kopi darat. Juga bukan sekadar ajang untuk arisan, yang lebih dikenal sebagai dbloggeran. Komunitas kita ini juga bukanlah lembaga sosial walaupun memiliki program kepedulian sosial yang tak terbantahkan. Dblogger juga bukan sekadar kelompok belajar menulis, dengan kontes menulis tematik yang digelar setiap bulan hingga menerbitkan buku bersama. Kongkowan kita ini juga bukan katrol untuk menaikan pamor. Ada satu hal yang lebih berarti dari itu semua.
Dblogger adalah sebuah keluarga. Di dalamnya ada kebersamaan. Ada kesalingpedulian. Ada kecemburuan, ada nasehat, ada canda, bahkan ada juga konflik. Namun semua itu tak akan merusak keutuhan komunitas kita, jika berangkat dari kesadaran yang sama sebagai sebuah keluarga. Adakah yang lebih berharga ketimbang keharmonisan keluarga?
Aku menyaksikan berbagai peristiwa di keluargaku sendiri, dblogger. Ada yang cekcok kata lantaran fiksi yang kontroversial. Ada yang menjalin kekerabatan. Ada yang meragukan sosok kepala keluarga. Ada yang kesal dengan gaya tetua. Ada juga yang menjalin cinta. Hahaha. Sah-sah saja selama tak menyakiti sesama.
Malah, ada yang khawatir tersaingi popularitasnya dengan semakin populer anggota lainnya. Inilah keluarga. Seberat apapun masalah di dalamnya, jika kita memandangnya sebagai sebuah keluarga, maka akan kembali mencair. Seutas senyum selalu mengakhiri amarah yang pernah ada.
Satu lagi bukti yang membuatku menilai dblogger adalah sebuah keluarga. Ketika ada seorang dblogger yang dikabarkan kabur dari rumah, beberapa dblogger saling menelpon untuk mencari tahu kemanakah anggota keluarganya itu pergi. Bahkan tidak sedikit yang mengkhawatirkan keselamatannya. Walau ada juga yang menggerutu “bego!”. Tapi itulah keluarga. Kepedulian ada di dalamnya. Kadang ada kesal juga, namun kekesalan itu hanya sebentar saja.
Sebuah keluarga tak pernah menutup diri untuk berdiskusi, mengkritik, bahkan silang pendapat. Tapi, selama semua itu dilakukan dalam bingkai sebuah keluarga, ujung-ujungnya adalah tetap membesarkan keluarga, bukan meruntuhkan bangunan yang telah lama dibina bersama.
Dalam sebuah keluarga, siapapun penting keberadaannya. Tak ada anak yang dianggap sepele. Semuanya sama. Adapun strukturisasi yang dibentuk hanyalah generator yang menggerakkan keluarga ini. Eksistensi mereka penting, tapi tidak paling penting dibanding yang lainnya.
Kini dblogger berusia 4 tahun. Bagi sebuah komunitas, tak bisa dibilang “anak kemarin sore”. Dblogger hidup dalam atmosfer yang dicitrakan oleh pengurus dan anggotanya. Yang petantang-petenteng tetap saja eksis. Yang mempunyai kepedulian berlebih, tetap saja tak bisa acuh terhadap suasana komunitas. Bahkan yang adem-ayem dan merasa nyaman dalam posisi abu-abu, tetap dianggap sebagai bagian dari komunitas. Yang jenuh akhirnya pergi. Yang pergi akhirnya kembali.
Ya, itulah dblogger. Itulah keluarga kita.
Selamat ulang tahun yang keempat, dblogger!
Leave a Reply