Beberapa teman menanyakan kenapa aku menutup akun Twitter. Ada yang bertanya melalui Whatsapp, Foursquare, dan Telegram. Aku pun balik bertanya kepada mereka, kabar dari mana aku menutup akun Twitterku. Rupanya DBU yang “ngetwit” tentang itu. Ia menuliskannya pada 13 Maret 2014, 3 hari setelah aku menutup akunku (10 Maret 2014).
Apakah benar aku menutup akun Twitter lantaran seperti yang “dikononkan” DBU? Persoalan UU ITE terutama Pasal 27 Ayat 3 memang makin menjadi perbincangan di kalangan aktivis kebebasan berekspresi. Dalam tahun 2013 saja, SAFENET mencatat 25 kasus penggunaan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE terhadap pengguna Media Sosial seperti Facebook, Twitter, dan Blog. Bahkan status BBM pun bisa juga dikenakan pasal yang sama.
Keresahan banyak orang terhadap ancaman kebebasan berekspresi di Indonesia berbuah pada sikap mendorong agar Pemerintah serius merevisi UU ITE. Bahkan tidak sedikit yang menyerukan pencabutan Pasal 27 Ayat 3. Para aktivis yang tergabung dalam gerakan SAFENET pun menyampaikan Pernyataan Sikap pada situsnya.
Salah satu ganjalan pada kebebasan berpendapat, khususnya di dunia maya/online, terletak pada adanya pasal represif dalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya pasal 27 ayat 3 yang bisa dengan mudah memenjarakan mereka yang berekspresi dan/atau berbeda pendapat di dunia maya. Kriminalisasi terhadap mereka yang berekspresi dan/atau berbeda pendapat sudah tentu tidak sesuai dengan semangat reformasi. Di banyak negara, perihal pencemaran nama tidak masuk ke dalam ranah hukum pidana, dan cukup diselesaikan dengan hukum perdata. – SAFENET
Dalam Pernyataan Sikap agar Pemerintah menghentikan praktik pembungkaman berpendapat di dunia maya tersebut, SAFENET mengacu pada penelitian Lembaga Studi Kebijakan dan Advokasi (ELSAM) bahwa, di Indonesia ada 32 kasus pembungkaman kebebasan berpendapat di dunia maya hingga saat ini. SAFENET sendiri mencatat, pada tahun 2013 saja terdapat penambahan kasus setiap bulannya. Dari banyak kasus, terdapat kecenderungan bahwa pasal 27 ayat 3 UU ITE digunakan oleh mereka yang memiliki kekuasaan, semisal pejabat atau tokoh terkenal untuk membungkam mereka yang kritis di Media Sosial. Belum lagi kasus yang mungkin tak terkabarkan lewat media.
Kembali pada persoalan akun Twitterku. Apakah benar aku menutupnya lantaran ancaman seseorang terkait UU ITE?
Seperti yang sudah kujelaskan kepada beberapa teman yang bertanya langsung: #AkuRaPopo. Penutupan akun tersebut hanya karena ingin beristirahat saja dari keriuhan Linikala Twitter. Sampai kapan? Sejujurnya, aku tak tahu sampai kapan menutup akun. Mungkin 10-20 hari. Atau bisa jadi lebih dari itu.
Nggak takut kehilangan Follower, Te? Ada juga yang bertanya begitu. Kenapa harus takut. Follower itu kan teman. Mereka punya kebebasan untuk follow maupun unfollow. Teman lama pergi, biasa. Teman baru datang, wajar. Intinya, teman akan datang sendiri jika kita memang enak untuk ditemani dan akan pergi jika kita teramat menyebalkan.
Jadi, begitulah teman-teman. Mohon maaf jika sempat membuat kalian bertanya tentang hal tersebut. Aku baik-baik saja. Tak ada Caleg atau pun Capres yang mengancamku, sebagaimana yang belakangan sering aku cuitkan. Tak ada pula “Bento” yang mengintimidasiku. Juga tak ada “Siluman” yang mengejarku dari sebuah toilet sehingga aku sembunyi ketakutan. Pada saatnya, semua akan kembali seperti semula. Kita akan bisa berbincang lagi tentang kopi, politikus busuk, cecunguk yang nyapres, walikota yang bersikap seenak udelnya, penipuan pejabat terhadap rakyat, dan segala hal yang tak penting untuk diramaikan, hehehe….
Leave a Reply