Orang yang Sudah Selesai

“Gue sudah selesai dengan diri gue sendiri. Setelah hidup dalam dunia kesokjagoan, lalu mengarungi benua, kini saatnya gue kembali ke negeri ini, ke kampung. Gue pikir jualan seblak di seberang sekolah adalah pilihan yang tepat agar gue bisa merasakan kembali hidup yang biasa-biasa saja.”

Bukan. Quote pembuka tulisan ini bukan dari Alex, anggota gangster yang tobat dan ingin kembali jadi orang biasa. Kisah Alex Season kedua bisa kamu tonton di Serigala Terakhir di Vidio.com

Ya, bukan Alex tapi ini tentang sohibku yang gak jauh-jauh bedalah. Aku belum mau menyebutkan namanya. Cukup inisial aja: G. Terserah mau dibilang Gundala, Gundul, Gendut, Genderuwo, Ganjil, Genap, Ganas, Gandasturi, maupun Gangster. Namanya kerap mengingatkanku pada seorang Kanselir.

Pertamakali bertemu dengannya tepat di depan warung seblaknya, di depan sekolahan. Ia belum menyadari kehadiranku di warungnya. Aku pesan kopi saat ia sedang memasak seblak pesanan anak-anak SMA. Terharu melihatnya memasak di sebuah warung non permanen. Ia jago masak. Selama hidup di kapal pelayaran, memasak adalah salah satu ruang katarsisnya. Selesai menyediakan seblak, ia menyeduhkan kopi sasetan pesananku. Sopan banget ia meletakkan segelas kopi di depanku. Lalu aku menyapanya dan ia terkejut. Kami pun berpelukan erat meluapkan kerinduan yang hanya sesekali diungkapkan lewat WhatsApp Group.

“Kita udah pada tua, Te. Udah setengah abad. Udah cukuplah merasakan jadi orang geblek, sok jago, preman, hahaha…. kita jadi orang biasa aja sekarang. eh, lu, sehari-hari nyantai gini, sendal-jepitan? Gue juga tau lu udah damai sama diri lu. Nulis buku lu ya?” Ia membuka perbincangan ngalor-ngidul sambil menunggu satu-persatu teman lama kami yang mau bergabung datang setelah kami share foto berdua di WAG.

Kami menyadari setiap orang mempunya fase perjalanan hidupnya sendiri. Kita tak bisa memaksakan seseorang, bahkan teman kita agar sesuai dengan fase yang kita alami. Tak bisa! Bahkan tak boleh!

Kita tetap harus menghormati teman kita yang saat ini punya posisi penting di negara ini. Kita tak perlu mengandalkannya untuk membantu urusan hidup kita. Biarkan teman-teman itu hidup dalam dunianya masing-masing.

Kita juga tak bisa menyepelekan teman-teman yang masih seperti dulu. Masih dalam dunia lama, masih suka main, masih sok jagoan. Bagaimanapun mereka tetap teman kita.

Memang kadang ada saja persoalan yang mau tidak mau menarik kita kembali ke dunia lama, atau harus berhubungan dengan mereka yang ada di atas. Di sinilah butuh kekuatan mindset, bahwa kita sudah berubah. Tak mungkin hanya ada satu jalur untuk menyelesaikan persoalan. Selalu ada jalan setapak yang bisa kita temukan.

Tak terasa perbincangan sejak jam 4 sore hingga 10 malam harus berakhir. Kita harus berpisah lagi. Kembali ke kehidupan masing-masing.

Banyak hal yang aku dapatkan dari perjumpaan tadi. Iya, memang aku sengaja datang ke warungnya sebab aku sedang butuh ruang dialisis, aku butuh recharging dari teman-teman karena batreku drop dan terlalu banyak campuran molekul pada diriku belakangan hari ini. Bertemu kawan lama adalah salah satu caraku menemukan ruang dialisis. Aku banyak menyimak kisah saat mereka bercerita.

Setiap orang punya cerita sesuai dengan fasenya, sesuai dengan posisinya saat ini, sesuai dengan bagaimana mereka menjalani hidup. Meskipun kisah mereka belum tentu kompatibel denganku, tetap sebuah hikmah yang tak mudah aku temukan.

Terima kasih, manteman.

3 responses to “Orang yang Sudah Selesai”

  1. Duddy RS Avatar
    Duddy RS

    Kepala lima, umumnya cenderung begini, ya? (Baca: semestinya). ?

  2. Duddy RS Avatar
    Duddy RS

    Kepala lima, umumnya cenderung begini, ya? (Baca: semestinya). ?

    1. MT Avatar
      MT

      iya, mungkin panggilan alam kali ya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *