Jangan Takut Teriak Merdeka

Dapat kiriman video anak muda ditangkap karena teriak merdeka. Kenapa berteriak merdeka dilarang? Apakah teriak merdeka hanya boleh ketika perayaan 17 Agustusan saja?

“Bahaya ini, koq bisa anak-anak ini teriak-teriak merdeka. Jangan-jangan mereka dimodalin sama kepentingan asing. Banyak yang memanfaatkan kondisi susah gini agar negara kita rusuh lagi. Jangan terprovokasi. Bilangin teman-temanmu!”

Kata temanku di ujung telepon.

Terprovokasi itu dilarang. Aku jadi mikir, kalau terinspirasi dilarang nggak ya?

Terprovokasi artinya terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif.

KBBI Daring v.5

Apakah teriak merdeka merupakan perbuatan negatif?

Monumen, patung, museum, buku sejarah, film² perjuangan, dan segala macam yang mengabadikan perjuangan kemerdekaan sebenarnya bukan sekadar bisa menumbuhkan rasa cinta tanah air namun juga bisa menginspirasi semangat kemerdekaan.

foto @mataharitimoer

Misalnya ketika kita berdiri di depan patung Sukarno-Hatta seperti saat aku di Surabaya. Di salah satu sudut juga ada coretan Freedom Forever. Ada juga tulisan Merdeka! Saat itu pikiranku meliar, bagaimana jika anak-anak di daerah memahami kondisi kesenjangan antara pusat dan daerah, kesenjangan antara pejabat dan rakyat, kaya dan miskin, konglomerat dan kaum melarat, lalu mereka terinspirasi untuk merdeka dari kesenjangan dan kemiskinan. Merdeka dari raja-raja kecil di daerahnya.

Apakah mereka salah jika teriak ingin merdeka?

Nah sebelum lanjut membaca, bagi yang lebih suka mendengar, ada juga tulisan ini dalam versi podcast. Silakan akses di Spotify

Merdeka memang bahaya jika dipahami secara politis. Aparat tentu bersikap represif demi keamanan negara. Tak salah, tetapi coba deh maknai harapan kemerdekaan mereka secara kemanusiaan.

Potret rakyat miskin di Bogor – foto @mataharitimoer

Kesenjangan yang mereka rasakan mestinya didekatkan dengan kemudahan mendapatkan kebutuhan, bukan dengan ancaman penangkapan. Kemiskinan mestinya dipenuhi dengan sikap adil bukan disikat dengan bedil.

Anak muda zaman now, selain kritis juga cenderung lebih ekspresif. Mereka bisa dengan enteng menyampaikan kegelisahannya dengan cara yang mudah. Misalnya di media sosial.

Melihat gaya pejabat yang petantang-petenteng saja bisa memicu kekesalan mereka, apalagi jika pejabat itu mereka anggap berlaku sewenang-wenang. Tentu anak muda kiwari tanpa mikir panjang, langsung ceplas-ceplos mengkritik di ruang publik.

Kalau konteknya seperti itu, yang bikin masalah itu siapa? Anak muda yang kritis atau pejabat yang kebanyakan laga? Nah, di sinilah mestinya kita meluruskan kekeliruan dalam menyikapi kritik. Jangan tangkap mereka yang terpicu atau terprovokasi ulah pejabat tapi tangkap provokatornya. Kan biasanya begitu standar pengamanannya. Provokator itu lebih bahaya ketimbang yang terprovokasi.

Pernah aku melihat anak kecil di pasar merengek minta dibelikan mainan. Ibunya beberapakali memarahi anaknya bahkan sampai mencubitnya. Ibunya sebenarnya tahu kalau anaknya dipancing oleh penjual mainan yang memamerkan mainan-mainan bagus di depan anaknya. Tapi ia tak berani menegur penjualnya malah menyiksa anaknya dengan cubitan agar bungkam eh diam.

Seperti itu juga kondisi di negara yang politikusnya sering teriak demokrasi namun saat menjabat membungkam kritik baik dengan Undang-undang maupun dengan aparat penegak hukum yang represif. APH yang keren, sopan, dan manusiawi hanya ada di acara TV.

Merdeka adalah kata-kata yang memompa semangat. Para pejuang bangsa ini telah mencontohkannya hingga terwujudlah kemerdekaan politik bangsa Indonesia.

Teriakan merdeka amat ditakuti oleh penguasa yang menjajah rakyat suatu bangsa. Mereka takut teriakan itu menumbangkan kekuasaannya dan tentu membangkrutkannya secara ekonomi. Tapi itu terjadi tatkala zaman penjajahan dulu.

Pemerintah zaman sekarang mestinya tak perlu takut dengan teriakan merdeka sebab kalian bukan penjajah melainkan pejabat yang sah dalam mengelola negara yang sudah merdeka. Jadi tak perlu menangkap mereka yang berteriak merdeka. Anggap saja anak-anak muda itu sedang terinspirasi heroisme para pahlawan. Atau selemah-lemahnya otak, anggap teriakan mereka sebagai kritik atas laku para pejabat yang tak pernah tahu bagaimana membuat rakyatnya dekat dengan mereka. Tak pernah sadar bahwa makin lama rakyatnya makin cerdas dan kritis terhadap pejabat yang senang membodohi rakyatnya.

Author: MT

Menurutmu?