Saat berlangsung peluncuran novel Surat Dahlan di Lapangan IKADA Monas, (10/02/13) aku terpikat dengan seorang bapak yang berkeliling area penonton, menjajakan topi.
Lelaki yang tak mau disebut namanya ini mengaku berasal dari Cikampek. Begitu pun dengan barang dagangannya, topi yg merupakan kreasi pengrajin topi di kampungnya.
Setiap akhir pekan “Pak Topi” (begitu sajalah kusebut, akhirnya) menjajakan topi sepuluhribuan di Monas, karena banyak warga yg menikmati pagi bersama keluarga dan kerabatnya. Saat matahari mulai menebarkan terik, barulah Pak Topi menawarkan langsung ke targetnya.
Ia tak menggelar dagangannya seperti banyak pedagang lain yg ngampar, mencari rezeki di akhir pekan.
“Enakan nawarin langsung, bisa langsung dibeli, karna saya udah liat dari jauh, itu orang pasti kepanasan. Butuh topi!” Ujarnya saat kutanya kenapa tidak mangkal saja.
“Kalo mangkal, orang belom tentu nyamperin. Kita jadi kebanyakan bengong, trus ngantuk!” Tambahnya.
Benar juga strategi penjualan Pak Topi ini. Ia lebih suka mendekati daripada berharap didekati pembeli. Direct Selling yang dilakukannya terbukti efektif. Sepagian ini saja, ia sudah berhasil menjual 28 topi. Berarti sudah Rp.280.000 ia dapatkan.
Begitulah, kisah Pak Topi yang mencari rezeki dari kerumunan banyak orang. Jika tak ada kerumunan boleh jadi akan mengurangi penghasilannya.
Kubeli juga satu, sebagai cinderamata dari salah satu rakyat kita yang bekerja keras untuk melanjutkan hidupnya. Kupikir orang seperti dia perlu dipublikasikan para blogger agar para pengede negeri yang manja dan korup, mau belajar. Kecuali bagi mereka yg memang bebal!
Leave a Reply