Masih jalan nih kasus yang bikin netizen kita kesal. Yap, kasus pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang ketahuan kongkalikong sama bandar judi online. Bukan cuma kongkalikong, tapi malah jadi “bodyguard” buat situs-situs judol! Somplak, gak sih? 🤦♂️
Buat yang belum tau, gini ceritanya. Ada oknum pejabat/pegawai Komdigi yang harusnya memblokir situs judi, eh malah jadi bekingnya. Dari 5.000 situs yang seharusnya diblokir, mereka sengaja membiarkan 1.000 situs tetap jalan. Setiap situs yang “dibina” itu bayar 8,5 sampai 25 juta per bulan. Tau gak berapa penghasilan mereka per bulan dari bisnis haram ini? Miliaran, anying‼️
Sementara itu… Meanwhile kalo kata Acep Pentura (anak Jaksel)
Berapa banyak orang yang hidupnya hancur gegara kecanduan judi online? Berapa banyak mahasiswa yang nekat pinjol sana-sini buat nutupin utang judol? Bahkan ada yang sampai bunuh diri karena stres keberatan utang. Kalo keberatan nama sih tinggal ganti, misalnya dari Mulyono jadi Widodo. Itu gak masalah. Parahnya kan ya orang-orang Komdigi ini, yang harusnya melindungi kita dari judi online, malah jadi bodyguardnya. Kampret sekampret-kampretnya ‼️ 😤
Begitu kasus ini mencuat, -seperti biasa dong- netizen kita langsung sat-set-sot. Dengan kemampuan investigasi yang bikin anggota BIN minder, netizen mulai:
- Ubek-ubek medsos para oknum
- Mantau perubahan gaya hidup mereka berdasarkan timelines
- Umbar flexingan oknum (karena kebiasaan overshared mereka sendiri)
- Menyebarkan informasi pribadi yang sumbernya dari medsos maupun sumber lain yang disinkronisasi
Jeng jeng! Terbongkarlah kehidupan mewah para oknum yang nggak masuk akal buat ukuran gaji PNS di Komdigi. Rata-rata para oknum itu punya hobi baru: beli rumah lagi, koleksi mobil diecast, gonti-ganti sepatu dan jam tangan mahal, koleksi ani-ani, healing ke luar negeri, bahkan jadi hobi ibadah (umroh) hampir tiap bulan. Mungkin dikiranya lebih baik cuci dosa daripada cuci uang. Wajar gak sih kalau netizen bertanya, “duidnya dari mana?” 🧐
Doxing or Whistleblowing?
Btw, kasihan gak sih? Masalahnya biasanya pada kasus yang lain, para oknum atau keluarganya merasa jadi korban Doxing karena info pribadi mereka disebar sama netizen yang tega banget. Mereka ngerasa dizalimi. Nah, menurut klean, tindakan netizen ini doxing atau whistleblowing?
Kalau menurut saya sih, doxing yang hanya mengambil dari media sosial biasanya masih lazim karena informasinya memang sudah publik. Ini lebih ke risiko dari oversharing. Nah kalau doxingnya melalui peretasan atau pencurian data pribadi, ini bisa masuk pidana, karena semakin privat sumber datanya, semakin ilegal tindakan doxing tersebut.
Tapi motif pelaku doxing juga perlu dipertimbangkan, apakah tujuannya mengungkap gaya hidup pejabat publik yang bermasalah atau individu yang tidak memiliki tanggung jawab publik. Karena udah jadi kebiasaan di negara kita, kalau tekanan publik meningkat, baru deh sebuah kasus diperhatikan sama aparat. Istilahnya “no viral, no justice“.
Kelakuan netizen kita memang unik. Kalau udah sebel sama kasus korupsi atau kejahatan lainnya, insting detektifnya naik. Investigasi mandiri jalan terus. Di satu sisi, ini menunjukkan kepedulian yang tinggi. Tapi di sisi lain, kadang kebablasan jadi main hakim sendiri di platform medsos. Kalau sudah begini, netizen gak mau tau bagaimana malunya pihak keluarga, terutama anak-anak pelaku, yang sebenarnya mereka hanya “korban” dari kejahatan bapak/ibunya.
Wait! Netizen yang lain menolak kalau anak pelaku dianggap korban, sebab mereka menikmati hasil dari kejahatan orangtuanya. Serelijies atau sejahat apapun penampilan seorang penjahat, tetap akan menyayangi anak-anaknya, tapi anaknya juga harus tau kalau kelakuan orangtuanya salah, agar tidak meniru di kemudian hari. Yaaa…, gimana ya….
Memang kemarahan netizen wajar banget. Gimana nggak dongkol coba? Orang yang dipercaya jagain kita dari bahaya judi online malah jadi kaki tangannya. Apa lagi kalau ingat judol ini sudah banyak makan korban nyawa dan menghancurkan keluarga. Ini namanya pengkhianatan level dewa!
Okelah kita kesampingkan perdebatan soal itu. Lebih baik kita harus tetap mendorong aparat penegak hukum dan menteri Komdigi untuk menelusuri terus kasus ini. Sebab biasanya kejahatan koruptif dan penyalahgunaan wewenang tidak berdiri sendiri. Ada campur tangan pihak lain, baik di luar Komdigi maupun di struktur yang lebih tinggi lagi di Komdigi. Ya, kita lihat saja apakah kasus ini akan mandeg atau menjadi bola api yang membakar pejabat-pejabat korup di kementerian ini. Atau hanya akan jadi tontonan stream video yang gak ada season 2 nya?
Leave a Reply