Gaes, gaes…. ini lho yang diharapkan sama teman lu di 2025. Bukan resolusi, cuma doa biar lu cocok sama 8 harapan mereka.
Harapannya saya ambil dari polling yang melibatkan 20.123 responden di Channel WA Internetsehat.id yang mengungkapkan beragam harapan responden tentang literasi digital teman-temannya di tahun 2025.
Pertanyaannya sederhana, “Di tahun 2025, apa sih yang kamu harapkan dari teman-teman terdekatmu soal literasi digital?” Jawaban mereka? Beragam banget, tapi semuanya relevan.
1. Kapok Judi Online (21,98% – 4.425 Suara)
Nggak heran kalau ini jadi jawaban terbanyak. Judi online udah merambah ke lapisan masyarakat, bahkan bocah 10 tahun juga banyak yang ketagihan. Gokil syurakil wasaikil.
Data dari PPATK sungguh menyayat hati. Tahun 2023 aja, ada 168 juta transaksi judi online di Indonesia, dengan perputaran dana mencapai Rp 327 triliun. Tragisnya, 80% pemainnya adalah mereka yang berasal dari kalangan berpenghasilan rendah atau sering netizen sebut missqueeners.
Apa yang bikin ini makin mengkhawatirkan? Akses ke judol tuh gampang banget. Cuma butuh HP, koneksi internet, dan modal gocap (Rp 50 ribu), rakyat jelantah yang biasa dikerjain politisi, ternyata demen dikerjain sama bandar judol. mereka dengan mudah “berjudi dari rumah.” Mereka mikirnya yang jadi taruhan cuma duit, nggak sadar kalau taruhan yang lebih besar adalah masa depan mereka dan keluarganya.
Senang sih melihat harapan responden yang menunjukkan kepeduliannya soal dampak judol.
2. Kapok Hoaks (12,52% – 2.519 Suara)
Hoaks itu ibarat penyakit menular. Masih ingat tahun politik 2024? Grup WhatsApp udah kayak medan perang. Hoaks tentang politik, kesehatan, bahkan agama bertebaran ke mana-mana.
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya verifikasi informasi mulai tumbuh. Ini tercermin dari harapan mereka agar teman-temannya kapok sebar hoaks. Ya semoga aja kita belajar lah ya dari situasi politik 2014, 2019, 2024 yang masih saja banjir hoaks.
3. Gak Ngumbar Aib Keluarga (12,46% – 2.509 Suara)
Siapa yang sering lihat story WhatsApp atau unggahan di TikTok yang bikin kita mikir, “Ini perlu banget ya diumbar?” Dari aib keluarga sampai drama rumah tangga, semua diumbar seolah-olah media sosial itu buku harian pribadi.
Di sebuah kota di Indonesia bagian sana, waktu saya berbagi tentang literasi digital, ternyata banyak juga bapak-bapak yang sering mengumbar kekesalannya terhadap istri di WA Story. Kata bapak-bapak, istri mereka juga begitu. hahaha…. sama aja. Itu memang udah jadi kebiasaan kurang asyik sih.
Tapi syukurlah ternyata banyak responden yang berharap kebiasaan itu mulai langka di 2025.
Kebiasaan itu yang disebut oversharing. Orang-orang lupa bahwa informasi pribadi itu ada batasnya. Bukan cuma soal malu, tapi juga soal dampak jangka panjang ke hubungan keluarga. Jangan sampai, demi likes dan views, kita korbankan keharmonisan keluarga. Begitulah kata Kong Haji Si’an, gurunya om Acepentura.
4. Tobat Cyberbullying (12,31% – 2.476 Suara)
Dunia maya itu kayak pisau bermata dua. Bisa jadi alat buat berkoneksi, tapi juga bisa jadi tempat perundungan. UNICEF Indonesia mencatat bahwa hampir setengah dari remaja usia 14–24 tahun pernah jadi korban cyberbullying. Ini bukan angka kecil, dan dampaknya bisa panjang banget, dari trauma sampai bunuh diri.
Makanya penting banget buat ngajarin digital empathy alias empati di platform digital. Jangan cuma pintar ngomong, tapi juga tahu kapan harus berhenti. Kalau kita semua belajar untuk lebih peduli, mungkin angka korban cyberbullying bisa turun.
Saya senang banyak responden yang berharap sirkelnya sadar untuk nggak ngebully lagi, terutama di medsos.
5. Kapok Phishing (11,46% – 2.307 Suara)
Kejahatan phishing itu nggak main-main. Mulai dari undangan palsu berbentuk APK sampai link tipu-tipu, semuanya dirancang buat nguras data pribadi kita. Nggak heran kalau ini jadi kekhawatiran besar buat responden.
Phishing adalah salah satu modus serangan siber yang paling umum di Indonesia. Cara paling ampuh buat lawan ini? Ya, edukasi. Jangan klik sembarangan, dan selalu periksa ulang sebelum bertindak. Simple, tapi bisa nyelamatin banyak hal.
Senang banyak responden yang juga sadar dan berharap teman sesirkelnya kapok asal klik link yang ternyata phising yang bikin pusing.
6. Jadi Narsum Literasi Digital (10,63% – 2.140 Suara)
Bayangkan kalau dari 2.140 orang yang menjawab polling ini, setengahnya aja jadi narasumber di komunitas mereka masing-masing. Literasi digital di Indonesia bakal melesat jauh. Harapan ini adalah tanda bahwa makin banyak orang yang sadar akan tanggung jawabnya buat bikin ekosistem digital lebih sehat.
7. Kapok Pinjol (9,77% – 1.966 Suara)
Pinjol atau sekarang dikenal sebagai pindar masih jadi momok. OJK melaporkan lebih dari 9.500 pengaduan terkait pinjol ilegal hanya dalam satu tahun. Bunga tinggi dan cara penagihan yang kasar bikin masyarakat makin terjerat.
Solusinya? Literasi finansial digital. Kalau kita paham risiko, kita bisa menghindari jebakan ini.
8. Tobat Seksis (8,85% – 1.781 Suara)
Dunia digital sering kali nggak ramah buat perempuan. Konten seksis dan bias gender masih bertebaran. Tapi, angka responden yang menyadari ini menunjukkan bahwa kesadaran akan kesetaraan gender mulai tumbuh.
Saya juga jengah banget kalo ada teman yang suka becanda soal janda, cewek cakep, dan yang kayak gitu-gitu. Senang sih banyak juga responden yang berharap teman sesirkelnya tobat bersikap dan berpikir seksis di 2025.
Polling ini cerminan harapan kita sebagai masyarakat digital. Dari pemberantasan judi online sampai mempromosikan kesetaraan gender, semua isu ini menunjukkan betapa kesadaran warganet, khususnya yang join ke channel WA internetsehat/ICT Watch tuh dah bagus banget deh.
2025 sudah berjalan 3 hari. Semoga aja harapan teman-teman yang ngisi polling jadi kenyataan ya! Semoga juga pemerintah makin bener kerjanya, nggak lagi main proyekan, tapi benar-benar melakukan gerakan literasi digital serentak berbasis lokalitas (bottom up).
Leave a Reply