Memilih Capres tak ada hubungannya dengan identitas relijius. Memilih yang satu bukan berarti membenci yang satunya lagi. Kita ini rakyat beragam iman, sadari bahwa Pemilu bukan kontestasi keimanan tapi cuma kontestasi politik di negara bhinneka, negara Pancasila yang mengakui 6 agama besar dan sekira 245 keyakinan dan agama leluhur. Memilih yang berbeda tak membuatmu jadi pengkhianat, kafir, munafik, dan tak menjamin surga. Kita memilih bukan untuk itu, tetapi sekadar memilih pemimpin politik yang kemudian biasanya mudah mengubah janji karena tekanan politik dalam lingkar kekuasaan.
Memilih juga tak memengaruhi dapur kita. Kita bukan memilih mantra kesejahteraan kemudian menanti keajaiban bahwa hidup ini menjadi lebih mudah dijalani. Berapakali Pemilu kita dijanjikan kemurahan harga dan tarif? Itu cuma umbaran janji tikus politik setiap Pemilu. Jangan mudah dikelabui berkali-kali. Saat berkuasa mereka punya banyak dalih untuk mengubah janjinya.
Mereka yang kini terlihat berseteru hanyalah perseteruan politik. Di Pilpres berseberangan namun di Pilkada atau dalam kesempatan lain berkoalisi. Jika kamu terlalu bernafsu membela pilihanmu hari ini, boleh jadi akan tertawa terenyuh ketika mereka berkoalisi mesra demi kemenangan dalam konteks lainnya. Pahamilah, wankawan sesama rakyat jelantah. Jangan mudah dibakar amarah dengan segala gimmick politik dan SARA. Itulah cara tikus politik memprovokasi kita agar memilih mereka dengan menanamkan kebencian.
Belajarlah dari beberapa Pemilu dan Pilkada sebelum ini, di mana janji-janji politik tak benar-benar mengubah kehidupanmu sehari-hari.
Memilihlah dengan respek terhadap perbedaan. Pilih satu pilihanmu. Jangan pilih dua-duanya. Pilih satu saja yang sesuai dengan kata hatimu. Aku tak pernah meremehkan dan menghina pilihan kalian. Begitupun yang tak memilih, selamat menonton pesta para pelakon drama politik negeri ini.
Hormati yang kalah maupun yang menang. Tapi jika kamu tak menerima kekalahan, habiskan sisa hidupmu dalam kebencian yang tak berkesudahan dan bangsa ini tak akan pernah merasakan negeri yang damai dan nyaman.
Setelah Pemilu ini selesai, selesaikanlah segala rasa yang tersisa. Berdamailah dengan dirimu dan dengan segala rasa malu karena sikap yang terlalu berlebihan dalam mengantarkan seorang penguasa jadi orang nomor satu di Republik ini.
Leave a Reply