Saat masih berlangsung diskusi bersama peserta International Conference, Global Perspective: Islam, Spiritualism, Radicalism di Plenary Session UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, muncul sebuah mention dari mas @gunungkelir. Ia dan @Kangkombor berencana menculikku dari arena konferensi tersebut. Bagaimana mungkin aku menolak. Aku datang ke Yogya memang untuk sebuah kegiatan akademik yang cukup serius. Tapi rencana penculikan itu pun kupikir lebih memberikan dampak serius jika tak kuturuti.
Baru saja siang menjelang, aku sudah dalam perjalanan menuju entah. Sepertinya penculikku tak ingin memberitahu tujuan sebelum aku duduk manis di mobil penculikan. Di tengah jalan, barulah aku diberitahu akan berkumpul dengan teman-teman yang cukup lama tak kusambangi. Mereka berkumpul di sebuah base camp yang terlihat santai, bersahabat, dan ternyata tetap sibuk merealisasikan program pembangunan desa.
Rupanya panitia konferensi di UIN kembali menghubungiku. Mbak @Irohmaniyah memintaku hadir pada acara makan malam di Restoran Bale Ayu. Karena penculikan belum selesai, maka terjadilah kesepakatan bahwa aku akan diantar oleh dua penculik untuk sekadar “setor muka” di Bale Ayu. @gunungkelir dan @muhamadamrun mengembalikan aku ke tengah para panitia, pembicara, dan petinggi UIN SUKA. Hanya sebentar, setelah itu kami bertiga kembali pergi. Penculikan belum dituntaskan.
Kami lanjutkan perbincangan di warung Sate Klathak Pak Bari. Lokasinya di Pasar Desa Wonokromo, Pleret, Bantul. Kebanyakan orang lebih sering menyebut Pasar Jejeran. Pada malam hari pasar rakyat tersebut berubah menjadi tempat wisata kuliner, khusus Sate Klathak. Aku, @gunungkelir, @muhamadamrun bercengkrama sambil menikmati Sate Klathak dan Teh Gula Batu.
Penculikan yang sesungguhnya kini benar-benar akan dilaksanakan. Di tengah perjalanan @muhamadamrun berganti posisi dengan @maztrie. Giliran ia yang menjagaku hingga sampai ke lokasi utama: Desa Wonosari, Gunung Kelir, Purworejo. Inilah yang menambah penculikan menjadi teramat indah. Perjalanan dari Kulon Progo di mana @maztrie aplusan dengan @muhamadamrun, aku sangat menikmati pesona malam usai hujan. Menerobos desa, lintas persawahan, menembus kegelapan hutan pinus, sambil menikmati kerlip lampu yang menghiasi Yogya kala malam, dari sebuah ketinggian. Alangkah!
Malam di Gunung Kelir bergerak tak terasa. Perbincangan serius dan santai menyatu hingga pagi menjelang. Selanjutnya aku, @gunungkelir, dan @maztrie jalan-jalan pagi menikmati Bukit Menoreh. Inilah pertamakalinya aku menyaksikan lapisan dan lekuk bumi yang begitu indah. Gunung, Kabut, Sungai, Lembah, Bukit, Langit, Awan, atap rumah penduduk, menyatu menjadi harmoni di pagi hari. Indah!
Apa lagi yang kutelusuri di desa yang masyarakatnya ramah ini? Gua Seplawan! Ya, secara mendadak aku menggagas untuk membuat film dokumenter tentang gua alami yang masih banyak menyimpan misteri. Banyak hal yang harus diungkap dari Gua Seplawan. Banyak hal yang harus disaksikan oleh khalayak tentang Gua, Benda Purbakala, dan hal-hal lain yang mempesona. Film dadakan itu rencananya akan ditayangkan sebelum “rencana” kami lebih matang dipersiapkan. Nantikan!
Leave a Reply