Sebelum kulanjutkan catatan ini, kuanggap (baca: aku berharap) pembaca memahami konteks dan kronologi isu ini di Twitter. Iya, ini topik tentang @Puthutea yang membuat thread tentang seseorang sok cool dan bermuka sengak bertanya dengan ‘intimidatif’ padanya.
Tuitnya memang terasa emosional. Terbayang bagaimana Puthut kesal diperlakukan oleh orang yang di bagian akhir tuitnya dia sebut “taek“. Tapi aku tak mau membahas soal Puthut apalagi sikapnya dalam persoalan tersebut di Twitter. Sudah amat banyak netizen yang merespon Puthut. Bahkan sepertinya lebih dari dugaannya “orang itu akan menyesal”. Respon netizen +62 langsung mengubah rating Mojok dan Warung Roti Bakar Om Bob itu berubah drastis.
Jadi ingat film NoseDive di mana rating jadi amat penting di zaman digital. Manusia saat ini bisa langsung memberikan kesan terhadap seseorang, organisasi, maupun perusahaan dengan membubuhkan rating antara bintang 1 hingga 5. Bagi yang lain, rating bisa menjadi pertimbangan dalam menilai sesuatu sebelum terkoneksi. Seolah rating jadi “preview” atas perilaku seseorang.
Contoh terdekat dalam keseharianku ya, supor ojek online. Saking berpengaruhnya rating terhadap penghasilannya, sampai ada yang mengiba rating 5 setelah mengantarku. Aku pernah kepikiran juga, sih saat ada sopir ojol yang curhat setelah dapat rate 1. Terasa, bagaimana kesedihan yang ia utarakan, “daripada ngasih rating 1 mending gak usah ngasih. Kalo rating saya turun gini, susah dapet order.” curhatnya.
Ya, mau gimana lagi. Zaman bergerak. Dulu kita hanya bisa mengungkapkan kesan dan penilaian terhadap seseorang, saat ngobrol. kita nyatakan langsung dan tak ada orang lain yang tahu. Kini cukup dengan menekan bintang pada aplikasi, tap! penilaian kita tercatat dan langsung terungkap ke publik. Rating adalah ancaman sekaligus apresiasi atas “akhlak” kita.
Netizen kita bagai badai. Bisa menghempas siapapun yang divonis bersalah, atau tak berperilaku match dengan anggapan mereka. Mereka cenderung mengandalkan emosi ketimbang logika. Namun ini tak berarti keburukan dan tak selalu menjadi ancaman. Ingat juga, kekuatan emosional netizen kitalah yang dapat mengumpulkan bantuan bencana begitu cepat, yang dapat menggerakkan orang untuk melakukan satu kebaikan. Mereka ceplas-ceplos, sat-set, tap! kasih rating, hehehe…
Kalau lihat netizen +62 ngamuk, terbayang kejadian lama, waktu aku baru menghentikan motor di depan warteg. Tiba-tiba, tak diduga dan tak dinyana, ada anak bersepeda nyerempetku dan dia jatuh. kalau saat itu aku ngotot anak itu yg salah karena merasa posisiku benar, bakal habislah aku diadili massa di sekitar situ. Massa biasanya akan melihat dari siapa yang kuat dan siapa yang lemah. Motor lawan sepeda, ya pasti salah motor. Apalagi mobil. Untungnya aku spontan langsung menolong anak itu dan orang sekitar pun jadi ikut membantu. Nggak ada yang ngegas. kenapa? karena motorku mati.
Begitupun hidup beralaskan media sosial. Harus selalu sadar netizen adalah massa yang bisa bersikap baik atau mengerikan, tergantung dari sikap kita. Bahkan saat kita sudah merasa apa yang akan kita posting adalah benar dan baik, ada saja netizen yang punya perspektif berbeda dan mencecar apa yang kita posting.
Jangan beranggapan semua orang bakal sependapat dan suka dengan apa yang kita sampaikan. Selalu ada pro-kontra. Tinggal bagaimana kita bersikap di tengah pro-kontra yang terjadi. Prokon bisa seperti arena saling bantai jika kita ngegas tapi bisa juga berjalan dengan santai tanpa cacimaki. Semua kembali ke sikap.
Puthut sudah membuat kisah yang melibatkan netizen dalam 3 hari ini. Aku tak patut menuding Puthut. Kupikir ia pun mendapatkan hikmah dari kejadian tersebut. Bisa dibilang, sesengak-sengaknya orang yang bikin Puthut kesal, roti bakarnya tetap enak dan sesengak-sengaknya Puthut dia pun memuji roti dan pekerja di warung tersebut. Mari kita lihat dari beberapa sudut
Roti bakarku habis. Kroasia masih menahan imbang Brazil yang bermain ngotot. Babak perpanjangan waktu dimulai. Aku sih berharap Kroasia yang menang meskipun para penyerang Brazil amat mengerikan saat berusaha mencetak gol. Terutama beberapa penyerang yang rambutnya putih. Mungkin mereka adalah penyerang² yang memikirkan rakyat.
Leave a Reply