Hotel Des Galeries dan Cerita yang Tersisa

“Gimana nggak angker, namanya bangunan tua, nggak keurus, wajar kalo serem. Emang sih sayang, tapi gimana lagi, mau buka usaha di situ bangkrut aja, bayar pajaknya juga mahal. Apa lagi sewanya.”

Kata Bang Bahtiar, yang kuajak ngobrol di depan bangunan tua di Harmoni bertuliskan Selamat Datang di Restoran Istana Harmoni yang dulu merupakan bangunan Hotel Des Galeries.
https://www.instagram.com/p/BjT8k2ZF2mj/?utm_source=ig_web_copy_link

Bang Bahtiar adalah warga yang tinggal sebuah kontrakan di bilangan Harmoni. Hari-harinya menjaga sebuah bangunan yang juga termasuk bangunan tua di sekitar situ. Karena tak izin menyebutkan nama bangunannya, aku tak menuliskannya di sini. Ia menggantikan bapaknya yang sudah “pensiun” sebagai penjaga bangunan.

“Sama kayak gedong yang saya jagain, gedong istana harmoni ini punya orang Arab. Lha gedong yang saya jaga aja kan kecil banget, itu aja bayar pajaknya 600-an. Wajar kalo harga kontraknya ampe 1 milyar.” Tambahnya untuk mengira kenapa bangunan yang berada di seberang Halte Harmoni Central Busway tak lagi dipakai untuk kegiatan usaha.

https://www.instagram.com/p/B2Zvfg5g_I1/?utm_source=ig_web_copy_link

Buat kamu yang sering transit di Halte Harmoni Central Busway atau berkeliaran di sekitar situ tentu hafal dengan gedung yang kutulis. Boleh jadi kamu juga punya cerita lain di balik kemegahan gedung tersebut. Sebab ada juga yang cerita padaku -tak mau disebutkan namanya- kalau di bangunan tersebut banyak penampakan. Biasalah, orang kita kan penasaran banget kalau lihat bangunan kosong amat lama, tak terurus, tentu ada saja kisah seram ataupun penampakan hantu. Aku, bukan di situ bagiannya. Walaupun ada cerita, tapi tak perlulah kuceritakan kembali.

Bangunan bekas Restoran Istana Harmoni seringkali kuperhatikan. Beberapakali aku foto dan videokan. Aku memang suka menikmati gedung lama. Makanya betah banget kalo di mana-mana diajak main ke kota tua atau bangunan tua. Ada kenikmatan sendiri memerhatikan arsitektur maupun apa-apa yang bisa kulihat di dalamnya.

https://www.instagram.com/p/B5rSCqxgHCp/?utm_source=ig_web_copy_link

Aku browsing dong tentang bangunan ini. Dari beberapa temuan link, ada yang tahun 2020, 2019, 2018, aku tertarik membaca yang ditulis tahun 2017. Menurut tulisan Berty Sinaulan di Kompasiana –berdasarkan cerita Arkeolog, Candrian Attahiyyat yang mengutip buku The Hadrami Awakening: Comunity and Identity in the Netherlands Indie 1900-1942 karya Natalie Mobini-Kesheh terbitan Cornell University, New York 1999– gedung ini pertamakali bernama Hotel Des Galeries. Hotel itu milik Shaykh Salih bin Ubayd bin Abdat yang memberikan proyek pembangunannya kepada seorang perancang bangunan ternama di Batavia kala itu, EGH Cuypers.

Dalam buku Natalie Mobini-Kesheh berdasarkan wawancara dengan Hussein Badjerei sang manajer hotel tersebut, pembangunan hotel itu dipicu oleh kekecewaan Shaykh Salih bin Ubayd bin Abdat yang ditolak menginap di hotel termewah kala itu yaitu Hotel Des Indes.

Menurut Hussein Badjerei, dibangunnya hotel mewah tersebut dikarenakan kemarahan Shaykh Salih bin Abdat ketika ditolak masuk Hotel des Indes, hotel yang paling mewah dengan alasan bukan orang Eropa. Peristiwa tersebut terjadi pada akhir 1920-an. Kemudian anaknya bin Abdat membangun hotel tak kalah mewah (1930) dan diberi nama Des Galleries.

Ditolak Masuk Hotel, Orang Arab Bikin Hotel Sendiri di Jakarta – Berty Sinaulan

Rasis gitu sih? Ya iyalah, orang Eropa kala itu memang banyak yang rasis. Kalau orang kita yang ditolak masuk hotel, paling banter ngedumel di pos ronda atau nimpuk pake batu kolar. Kalau sekarang mungkin teriak-teriak di media sosial. Beda sama orang Arab kala itu, ditolak nginep di hotel, eh dia bangun hotel! Hahaha… Gokil kan. Malah kabarnya setelah dibangun, Hotel Des Galeries menjadi pesaing utama Hotel Des Indes.

Sayang sekali saat aku mau masuk ke bagian lorong gedung tersebut, nggak ada orang yang bisa dimintakan izin. Jadi gak bisa masuk ke dalam. Andai ada yang mengizinkan masuk, wah, demen banget. Seperti ketika memasuki lorong bawah tanah Lawang Sewu di Semarang atau singgah di Rumah Gambiran di Parakan, Temanggung.

Parakan adalah kota yang meninggalkan banyak bangunan tua. Salah satunya adalah rumah gambiran. Lokasi ini merupakan pecinan. Rumah Gambiran dibangun sekira tahun 1800-an. Uniknya dua bangunan utama di kompleks ini merupakan rumah tionghoa dan indies.

Oh iya, aku sempat bikin kuis di IG Story tentang potongan bangunan bekas hotel Des Galeries atau bekas Restoran Istana Harmoni. Ternyata banyak juga yang salah tebak kalau bangunan tersebut ada di Jakarta.

Aku sih berharap Pemerintah (Baik Pusat maupun Pemprov Jakarta) ada rencana merawat bangunan tersebut agar tidak runtuh dilibas zaman. Jangan sampai bangunan-bangunan tua yang ada di kota ini kehilangan jejak sejarahnya.


Discover more from #blogMT

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.