Entah kenapa aku spontan senang kalau melihat ada teman yang membahas blog. Seperti yang kulihat di stafsus status Facebook Kang Gery -blogger kawakan yang membangun beberapa portal daerah- yang berupaya menggiatkan kembali kegiatan menulis di blog.
Kenapa aku senang? Nggak tau kenapa. Mungkin karena sampai hari ini aku masih memelihara blog ini, jadi di alam bawah sadar, merasa “Oh, yang ngeblog bukan cuma gue”. Ternyata tahun 2021 ini banyak banget kutemukan orang-orang yang masih ngeblog. Dari berbagai latar belakang, kalangan guru atau mereka yang berada dalam lingkungan pendidikan -menurut perhitungan kasarku- paling banyak.
Masih eksisnya kegiatan ngeblog sepertinya ada pengaruh juga dari eksistensi komunitas blogger. Ada yang berbasis daerah, aktivisme, tren, hobi, maupun profesi. Komunitas selalu punya cara untuk menumbuhkan semangat menulis. Dibayar atau tidak, menulis adalah jalan untuk memperbaiki keadaan. Keadaan pribadi maupun lingkungan sekitar. Bahkan kemarin waktu ke Bali, aku bertemu komunitas balebengong yang tetap konsisten merawat tumbuhnya jurnalisme warga. Setahun sekali mereka memberikan penghargaan kepada warga jurnalis dengan program Anugerah Jurnalisme Warga. Ada juga plaftorm atmago, yang punya tagline “dari warga, untuk warga, bantu warga” sebuah platfrom jurnalisme warga yang tersebar di banyak kota/kabupaten di Indonesia.
“Merekalah orang yang paling dekat dengan persoalan di lingkungan mereka. Dan mereka biasanya punya cara sendiri untuk menyelesaikan persoalan tersebut.” Begitu kata Bli Anton dari Balebengong, ketika kutanya kenapa masih konsisten dengan jurnalisme warga.
Geliat aktivitas jurnalisme warga di Bali, menorehkan pintasan di kepalaku. Menulis di blog maupun platform lainnya menjadi sangat bermanfaat jika ada keterkaitan kontekstual. Menulis bukan sekadar mengumbar kata, tetapi ada sesuatu yang perlu disuarakan, disampaikan, dan diselesaikan.
Tunggu. Sepertinya aliran tulisan ini menjauh dari judulnya. Awalnya aku ingin menulis tentang hal sepele namun penting untuk diperhatikan saat kita ngeblog. Hal sepele itu adalah perihal penulisan kata yang keliru. Misalnya, bombastis ditulis bom bastis; mumpuni ditulis mungpuni; dikerjakan ditulis di kerjakan; dan peristilahan lain yang kurang tepat penulisannya. Itu hal sepele kan ya, tetapi ingat bahwa tulisan kita dibaca oleh orang banyak. Boleh jadi ada seorang yang ahli dalam kebahasaan, mampir ke blog kita dan menemukan beberapa kekeliruan. Nah, karena itu sebaiknya mulai dari sekarang kita perbaiki kekeliruan kecil tersebut.
Cara yang aku lakukan untuk mengurangi kesalahan menulis adalah dengan selalu mendekatkan diri dengan kamus. Apakah harus bawa-bawa KBBI? Nggak juga. Aplikasi KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bisa diunduh koq untuk smartphone. Kita tinggal cek kata yang mau kita pakai dalam tulisan. Sesimpel itu. Ada lagi cara selain kamus? Ya, apa lagi kalau bukan banyak membaca. Kunci lancar menulis adalah lancar membaca. Begitu bukan?
Itu kunci lancar menulis. Kalau kunci menulis dengan bagus? Banyak kunci tapi satu kunci ini kupikir paling ampuh, yaitu bahagia menerima kritik atas tulisan kita.
Jadi itu sebenarnya yang ingin aku sampaikan pada postingan kali ini. Namun tentang kedekatan tulisan dengan persoalan lingkungan kupikir juga hal yang perlu kita pertimbangkan dalam menulis. Dengan begitu tulisan kita bukan sekadar bagus, bernilai, berbayar, namun juga bermanfaat buat orang yang membacanya.
Leave a Reply