God Bless the Child

Aku berjalan kaki meninggalkan gedung tempatku bekerja untuk terakhir kalinya. Melangkah sambil memikirkan Life must go on dan menyenandungkan lagu God Bless the Child-nya Billie Holiday.

Money, you’ve got lots of friends
Crowding round the door
When you’re gone and spending ends
They don’t come no more
Rich relations give
Crust of bread and such
You can help yourself
But don’t take too much
Mama may have, Papa may have
But God bless the child that’s got his own
That’s got his own

Ada whatsapp call. Ah, dari temanku. Kami berbincang. Aku masih jalan kaki menuju Halte Busway.

Selesai. Aku hanya minta maaf dan mendoakan agar temanku mendapatkan uang yang ia butuhkan. Temanku selalu berprasangka baik, menurutnya aku tak pernah kelihatan bokek. Wong sugih, katanya. Syukurlah.

Halte Busway tinggal sepelemparan batu. Temanku yang lain mengabarkan ia butuh pekerjaan. Mohon agar aku mengajaknya kalau ada proyek apapun yang bisa ia kerjakan. Ia mengeluhkan hidupnya yang sedang kesulitan, terhimpit kebutuhan keluarganya. Ia mohon dikirimkan sekadarnya untuk beli beras.

Kuhubungi temanku yang lain. Kubilang aku butuh uang buat beli beras. Bisakah transfer 250 ribu perak. Ia menyanggupi akan mencarikannya untukku. Tapi beberapa menit kemudian kukabarkan pembatalan sebab baru saja kuterima transferan. Alasan saja agar tidak menambah beban hidupnya.

Berdiri di busway di atas garis merah yang dipasang sejak istilah Corona ngehits di negeri ini. Temanku yang lain curhat di Whatsapp. Ia mengeluhkan jualannya yang sepi, anaknya yang sakit, dan penghasilannya menipis. Ia frustasi dan merasa berat menjalani hidupnya. “Aku mau mati saja…” keluhnya.

Aku bilang, “Jangan! Kasihan anakmu. Mending mati saat sedang membela mereka ketimbang karena lelah.” Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku yakin ia tak benar-benar putus asa. Ia teman yang kuat dan beberapa kali malah berusaha menolong agar orang lain tidak bunuh diri.

Begitulah hidup. Percayalah, bukan cuma kita yang kesulitan. Selalu ada yang senasib bahkan lebih susah ketimbang kita. Ingat juga, banyak yang lebih sabar dan tegar daripada kita. Jadi jangan merasa sendiri. Masih ada fans Liverpool yang selalu teriak “You’ll Never Walk Alone” meskipun harus jaga jarak selama pandemi menjadi-jadi.

Semua ini bukan karena virus semata tetapi karena kita begitu mudah diperdaya oleh kesementaraan yang kita anggap keabadian. Sedih, sakit, marah, terasing, adalah bagian dari kehidupan siapa saja yang menjalaninya. Ingatlah, ada juga gembira, sehat, cinta, dan kebersamaan yang kerap kita lupakan.

Keseimbangan bukan hanya mensyukuri kesedihan tetapi juga menginsyafi kebahagiaan. Keseimbangan pun sementara, tidak abadi.

Resi Palastra

Yes, the strong gets more
While the weak ones fade
Empty pockets don’t ever make the grade
Mama may have, Papa may have
But God bless the child that’s got his own
That’s got his own

Billie Holiday masih bernyanyi di Spotify-ku. Halte busway Harmoni sepi sekali. Tapi aku tidak sendiri.


Discover more from #blogMT

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.