Pengumuman Dilarang Makan Pinang terpampang di beberapa sudut Bandar Udara Sentani, Papua. Kenapa sampai ada larangan memakan pinang di sekitar Bandara? Pertanyaan itu mencuat di kepalaku hingga aku melanjutkan perjalanan menuju Waena, lokasi di mana kutemukan jawaban.
Tepat di depan hotel Meta Star di Waena, aku melihat seorang ibu dan anaknya sedang menjual buah pinang. Lapaknya sederhana, hanya sebuah meja kecil saja. Aku penasaran. Kudekati mereka.
Pinang merupakan buah yang menjadi kunyahan setiap hari warga Papua. “Sudah tradisi lama sekali. Semua orang Papua dari anak-anak sampai orang tua, makan pinang.” kata mama penjual pinang. Aku pun baru ngeh kalau Ibu-ibu di Papua lebih lazim dipanggil Mama.
Harganya cukup murah. 3 butir pinang, daun sirih, dan sedikit kapur kering yang menjadi satu paket penjualan bisa ditebus dengan harga 3.000 sampai 4.000 Rupiah. Kata seseorang yang memberi tahukanku, kadang ada juga yang menjual lebih murah, 2.000 perak saja.
“Waktu BBM naik, harga sekilo pinang pun melonjak. Dari Rp.35.000 bisa mencapai Rp.65.000,-.” Tutur petugas parkir yang kuajak berbincang sore itu, sambil menunggu Mas Tjatur yang mengajakku jalan-jalan ke Danau Sentani.
Saat aku berjalan kaki bersama teman seperjalan ke Papua, Mas Tjatur dan Biyanto, menyusuri jalan raya mulai dari ujung Perumnas II hingga kembali hotel Meta Star, kulihat beberapa mama penjual pinang di tepi jalan raya. Beberapa orang yang berpapasan di jalan pun kulihat ada yang mengunyah pinang. Orang tua, muda maupun anak-anak. Memang benar rupanya makan pinang merupakan tradisi orang Papua, yang bukan sekadar menyehatkan mulut dan gigi, tetapi juga menguatkan stamina.
Satu hal yang kuperhatikan pula, mereka meludah, membuang liur berwarna merah di tepi jalan. Bercak-bercak merah kutemukan di beberapa titik dalam perjalananku. Hm… mungkin inilah kenapa di Bandara Sentani kulihat pengumuman Dilarang Makan Pinang. Boleh jadi pengelola Bandara tak ingin ada bercak-bercak dari ludah bekas kunyahan pinang, yang dibuang sembarangan sehingga mengotori lingkungan Bandara.
Sempat mikir juga sih, kenapa yang dilarang bukan Meludah Sembarangan. Sebab kukira tak semua orang yang mengunyah pinang, meludah sembarangan seperti para politisi yang asal nyampah di media. 🙂
Leave a Reply