Catatan Akhir Tahun 2024: Mungkinkah Keadilan Kembali ke Jalan yang Benar?

Tahun 2024 berakhir dengan biasa-biasa saja. Tak ada yang spesial dalam perpolitikan di Indonesia. Memang bisa dimaklumi, namanya juga pemerintahan baru diresmikan, orang-orang di kabinet, parlemen, dan partai politik masih menghitung jatah kekuasaan. Jadi belum sempat memikirkan janji-janji kampanye. Apalagi kebanyakan rakyat kita juga gampang lupa sama janji kampanye para politisi karena fokusnya sudah kembali pada bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Di tengah optimisme maupun skeptisisme terhadap pemerintahan Prabowo, satu hal tetap perlu kita tanyakan: Mungkinkah keadilan kembali ke jalan yang benar?

gambar dibuat dengan dreamina ai

Sejak 2016, saya menulis catatan akhir tahun di blog ini untuk menggambarkan ketidakadilan sistemik yang terus terjadi. Dari tahun ke tahun, dari Pemilu ke Pemilu, tetap sama. Meski aktor politiknya berubah tapi bagi rakyat jelata, rasanya sama saja. Kekuasan berubah tapi nasib rakyat gitu-gitu aja.

Kamu yang melihat bahwa Indonesia baik-baik saja, coba sesekali cari informasi tentang ketidakadilan yang menimpa rakyat kita. Coba ngobrol sama mereka, coba perhatikan apakah partai politik dan tokoh politik yang kalian banggakan punya kepedulian?

Buat yang mau membaca Catatan Akhir Tahun saya bisa dibaca di Kategori Catatan Politik

Saat pemerintah Prabowo berjalan, masih banyak orang yang sulit untuk sepenuhnya melepas bayang-bayang Jokowi dari pemerintahan Prabowo. Hegemoni politik Jokowi selama dua periode telah membentuk lanskap politik yang ada sekarang. Banyak menteri dari kabinet Jokowi tetap bercokol di pemerintahan Prabowo, termasuk kebijakan populis yang masih diteruskan. Jokowi mungkin sudah pergi dari Istana tetapi warisan politiknya masih terasa, baik melalui struktur kekuasaan maupun cara kerja pemerintah.

Tapi bisakah kita melepaskan Jokowi dari pikiran kita? Lho kenapa harus dilepaskan?

Sekadar mengingatkan, kritik terhadap pemerintahan Prabowo sebaiknya jangan sampai memenjarakan kita pada masa lalu, baik yang terkait Jokowi maupun Prabowo sendiri. Ya, Prabowo punya catatan khusus di masa lalu, namun para pengkritik sebaiknya berbagi peran dan fokus. Harus ada juga yang fokus pada apa yang sedang dikerjakan Pemerintahan Prabowo saat ini dan ke depan. Pemerintahan yang tambun ini harus bertanggung jawab penuh atas apa yang mereka rencanakan dan mereka bangun.

Prabowo memulai pemerintahannya dengan membentuk kabinet raya, jumlahnya bahkan melampaui pemerintahan sebelumnya. Sebanyak 112 pejabat, termasuk menteri dan wakil menteri, diangkat untuk mengakomodasi kepentingan koalisi besar. Kabinet ini bukan sekadar alat kerja, tapi juga representasi kalkulasi politik yang berorientasi pada jatah partai.

Apakah kabinet yang penuh kompromi ini mampu bergerak cepat dalam menangani masalah mendesak rakyat atau justru menjadi birokrasi yang lambat dan tumpul? Belum ada tanda-tanda konkret bahwa kabinet ini memiliki arah yang jelas untuk mengatasi masalah ketimpangan, pengangguran, atau perusakan lingkungan. Ya memang masih belum layak dinilai karena belum ada hal signifikan yang dikerjakan di waktu yang baru sebentar ini.

Ada yang menarik meskipun tidak spesial yaitu langkah awal pemerintahan Prabowo, waktu mengadakan retreat kabinet di Akademi Militer. Kegiatan tersebut memunculkan kekhawatiran akan kembalinya nuansa militeristik dalam tata kelola pemerintahan. Pendekatan ini dianggap sebagian pihak sebagai langkah simbolik untuk menegaskan kontrol dan disiplin di kalangan pejabat, tetapi bagi yang kritis, ini membawa bayangan masa lalu yang gelap.

Apakah kita sedang melihat kebangkitan kembali kekuasaan militer dalam politik? Apakah ada upaya menghidupkan kembali Soehartoisme, di mana stabilitas diutamakan dengan memberikan peran utama buat militer dan “menertibkan” demokrasi?

gambar dibuat dengan dreamina ai

Sejarah mengajarkan bahwa peran politik militer sering kali menempatkan stabilitas sebagai prioritas, dengan mengorbankan kebebasan sipil dan akuntabilitas pemerintah. Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, terutama bagi masyarakat yang sering menjadi korban pendekatan represif—buruh yang mogok kerja, petani yang mempertahankan tanahnya, hingga aktivis yang bersuara untuk keadilan.

Melihat kecenderungan pemerintahan Prabowo hingga akhir 2024 ini, tidak ada salahnya jika kita mempertanyakan, apakah keadilan bisa kembali ke jalan yang benar?

Hingga saat ini kita masih melihat dominasi oligarki yang mengendalikan arah kebijakan, minimnya keberpihakan pada masyarakat kecil, dan hilangnya oposisi yang kuat di parlemen. Rakyat dibujuk dengan bansos dan program makan siang gratis tetapi sekaligus dibebankan kenaikan PPN dan kenaikan harga bahan pokok.

Seperti yang selalu saya tulis dari tahun ke tahun, keadilan masih tersesat dalam kenikmatan kekuasaan. Seperti anak rantau yang melupakan orang tua dan adik-adiknya, keadilan tidak tahu jalan pulang. Masyarakat sipil, aktivis, media independen, dan individu-individu yang kritis mesti terpanggil untuk mengembalikannya. Jika kita ingin keadilan kembali ke jalan yang benar, maka kita harus menjadi bagian dari upaya itu.

gambar dibuat dengan dreamina ai

Sebagai rakyat kita punya kewajiban untuk terus mengawal, bertanya, dan menuntut. Jangan gampang terkecoh dengan demokrasi yang prosedural. Jangan biarkan keadilan hanya menjadi slogan. Keadilan harus diperjuangkan sebab keadilan adalah hak, bukan bansos.


Discover more from #blogMT

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.