CABE Melekat dalam Ingatan

Ada satu hal yang kadang terlupakan oleh mereka yang sibuk menyusun konsep besar: apakah masyarakat bisa dengan mudah mengingatnya?

Kita bisa bicara panjang lebar tentang literasi digital, menyusun berbagai pilar dan aspek yang perlu dipahami, tetapi kalau masyarakat hanya mengernyitkan dahi saat mendengar istilahnya, apa gunanya?

Dulu ada empat pilar yang disusun dengan urutan berbasis kajian akademis. Secara konsep, semuanya benar. Tapi ketika disampaikan ke publik, terasa berat. Butuh waktu lebih lama untuk menjelaskan, dan yang lebih penting, butuh usaha ekstra agar orang mengingatnya.

Pertamakali dirilis 4 Pilar Literasi Digital itu urutannya Etika, Budaya, Cakap, Aman, yang kalau disingkat jadi ECBA.

18 Mei 2022 saat saya mengikuti TOT Literasi Digital yang dilatih oleh Banyumurti dan Khemal, saya mikir bagaimana masyarakat mudah mengingat kalau singkatannya tak mudah melekat. Ibarat stiker yang gak lengket. Susah dipajang.

Setelah “kelayapan” memikirkan harus diubah, meletup ide sederhanaku: CABE.

Kenapa CABE?

Bukan tanpa alasan memilih kata ini. CABE bukan sekadar bumbu dapur tapi merupakan ikon rasa, simbol perasaan, dan bagian dari identitas masyarakat Indonesia.

Orang Indonesia begitu akrab dengan cabe (cabai). Saat harga naik, semua orang heboh. Ketika makanan kurang pedas, langsung terasa ada yang kurang. Bahkan, ada ungkapan “kurang greget” kalau makan tanpa cabe. Cabe bukan sekadar bahan makanan, ia adalah bagian dari gaya hidup dan budaya makan orang Indonesia.

Di suatu daerah saat aku menampilkan gambar cabe di slide, bahkan ada peserta yang langsung bilang, “cabe-cabean” jahahaha. Gapapa yang penting itu membuktikan bahwa kata CABE begitu melekat dan jadi top of mind masyarakat.

Saat konsep literasi digital yang awalnya berupa singkatan (ECBA) dikemas ulang dalam singkatan CABE (Cakap, Aman, Budaya, Etis), tiba-tiba semuanya jadi lebih mudah diingat.

Dengar kata “CABE”, langsung terbayang pedas.
Dengar singkatan “CABE”, langsung teringat literasi digital.

Tanpa perlu banyak penjelasan tambahan, masyarakat bisa mengingatnya dengan cepat.

Mengapa Pesan Harus Dikemas dengan Mudah?

Di era digital informasi berseliweran dalam hitungan detik. Masyarakat disuapi dengan konten-konten instan, gak mau rumit atau ribet. Kalau sebuah konsep sulit dipahami dalam waktu singkat, ia akan terlupakan sebelum sempat tertanam.

Itulah kenapa branding pesan itu penting. Sebuah ide bisa saja brilian, tapi kalau sulit diterima, sulit diingat, akan cepat terlupakan.

CABE adalah contoh bagaimana konsep serius bisa dibuat lebih sederhana, lebih akrab, lebih dekat dengan keseharian orang banyak.

Masyarakat tidak perlu berpikir keras untuk mengingat empat pilar ini, karena otak mereka sudah punya “kaitan emosional” dengan kata cabe.

Jangan hanya berpikir bagaimana menyusun sesuatu dengan rapi. Pikirkan juga bagaimana agar orang mengingatnya dengan mudah.

Karena di era informasi yang cepat berlalu, hanya yang melekat yang akan bertahan. Begitu pula dengan proyek-proyek literasi. Cuma yang lekat dengan kementerian yang kebagian.


Discover more from #blogMT

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.