🌊 Jakarta Utara kebanjiran lagi. Sabtu kemarin (16/11/24), lima RT kebagian “bonus” air rob setinggi 60 cm. BPBD bilang ini gara-gara pasang maksimum bareng fase bulan baru. Tapi yang bikin gregetan, banjirnya kok kayak punya GPS ya? Cuma nyasar ke pemukiman warga aja, sementara komplek elit mah aman. Bahkan langganan banjir ini sampai dijadikan bahan jualan sama agen properti kawasan elit tersebut dengan tagline “Dijamin Bebas Banjir”.
Coba deh melek. Kawasan Pluit sama Penjaringan kebanjiran sampai 60 cm. Tetangganya yang tajir macem Pantai Indah Kapuk sama pulau reklamasi? Aman dong bos! Kayak ada kekuatan invisible yang bisa mengancam air kali ya? Makanya banjir gak berani sampai ke sana.
Kalau kita baca-baca informasi seputar banjir dan perubahan iklim, banyak banget warning kalau Jakarta bisa tenggelam tahun 2050! Dari Ancol sampe Cakung bakal terendam.
Saya menyesal baca literatur tentang isu ini karena jadi kesal sama yang urus Jakarta.
Tahun 1965, Jakarta masih punya RTH 37,2%. Sekarang? Anjlok drastis jadi 13,9% di tahun 2000. Kawasan pesisir yang harusnya jadi benteng alami malah disulap jadi kawasan elit. Yang lebih parah, kawasan properti mewah ini malah dapet label “proyek strategis nasional“. Strategis buat siapa nih? Buat para naga? 🤔
Nirwono Joga, ahli tata kota dari Trisakti udah spill the tea. Katanya 40% tanah Jakarta Utara itu tanah aluvial alias tanah lembek. Harusnya butuh ratusan tahun buat turun, eh sekarang prosesnya dipercepat gara-gara gedung tinggi yang numbuh kayak jamur, nyedot air tanah brutal, dan pembangunannya ngegas terus sampai remnya blong kayak rem blong waktu eyank Tjatur bawa Honda Brio di Bedugul, Bali.
Kenapa kawasan elit terjamin aman dari banjir?
Sistem drainasenya canggih kayak di Singapura, pompanya gede-gede dengan listrik 24/7, tanahnya ditinggiin kayak sepatu tante girang pake high heels permanen.
Sementara di kampung? Pompa air nasibnya kayak warung emperan: kadang buka kadang tutup. Drainase agak laen. Maintenance? Dateng pas banjir doang, kayak temen yang inget kita kalo butuh duid.
Yang bikin tambah panas, perubahan tata ruang Jakarta yang drastis ini ada yang bilang hasil “lobi-lobi” pengembang bisnis dan properti. Tepian laut Jakarta disulap jadi lahan mahal, pusat bisnis dan perumahan elit menjamur sampe ke Tangerang! Developer gede punya power buat bikin sistem anti banjir sendiri, sementara kawasan warga biasa? Mau protes aja bisa diblacklist sama pak Lurah. Kalo lapor gak dapet bansos lu!
Apakah calon Gubernur Jakarta pikirannya sama kayak saya? Kayaknya sih nggak bakal sama. Gak mungkinlah mereka benar-benar mikirin rakyat, biasanya cuma mikirin kekuasaan dan penghargaan aja. Sejak beberapa Gubernur nasib rakjel ya gitu-gitu aja. Yang berubah cuma nasib kelompok elit dan yang mengabdi pada mereka.
Gubernur Jakarta yang akan datang saya sarankan:
- Stop bangun tembok pembatas sosial! Mending teruskan pembangunan tembok pembatas laut (greatwall).
- Infrastruktur anti banjir harusnya jadi hak semua warga, bukan privilese elit aja.
- Pejabat yang mengubah tata ruang Jakarta untuk kawasan elit harus dikasusin karena mengorbankan rakyat jelantah demi proyek elit yang dilegalkan.
- Kembalikan wilayah pesisir dan ruang terbuka hijau menjadi benteng alami dari banjir dan dampak perubahan iklim lainnya.
Mungkin para calon Gubernur tahu kalau banjir di Jakarta Utara bukan cuma soal air pasang, tapi ada drama properti dan kepentingan bisnis yang bikin natural defense kita hancur. Ironis banget kan? Pelestarian alam kalah sama duid‼️ 🤦♂️
ilustrasi: pakai Leonardo.AI
Leave a Reply