Kamu miskin? Mending jangan sakit! Tapi kalau terlanjur sakit ya, tenang saja. Berobatlah pakai BPJS. Kamu bisa datang dulu ke Puskesmas lalu jika beruntung, bisa dapat rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi di lokasi kalian. Mau gratis ke RS milik pemerintah atau BUMN? Gampang, jadi menteri! Kalau kamu cuma rakyat biasa, silakan cari uang lebih banyak untuk bisa dirawat di sana.
Saya niat banget nih, menulis tentang Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2024 yang baru ditandatangani Presiden Jokowi.
Apa isi peraturannya? Singkatnya, peraturan ini memberikan asuransi kesehatan seumur hidup buat mantan menteri dan keluarga mereka, yang sepenuhnya ditanggung oleh APBN.
Bayangkan, sementara sebagian besar dari kita harus berjuang untuk membayar iuran BPJS setiap bulannya, para mantan pejabat tinggi ini mendapatkan jaminan kesehatan gratis seumur hidup.
APBN itu duidnya dari mana sih? Ya, salah satunya pajak. Pajak merupakan sumber terbesar APBN. Pajak apa aja? Bisa dari pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan berbagai jenis pajak lainnya. Intinya setiap potongan pajak yang kita bayar, itu masuk ke APBN dan uang itu dipakai buat menjamin kesehatan mantan menteri dan keluarganya. Sementara elu-elu yang bayar pajak nih, termasuk kaum buruh dan rakyat jelantah lainnya, cukup pakai BPJS.
Sebagai warga negara biasa, saya merasa ini ironi. Di satu sisi, rakyat kita harus memilih antara membayar iuran BPJS atau membeli kebutuhan pokok. Di sisi lain, kita memberikan “hadiah” berupa asuransi premium kepada mereka yang sebenarnya mampu membayar sendiri. Mereka orang-orang high class itu gak bakal ngalamin ambil nomor antrean di puskesmas.
Para mantan menteri ini bisa langsung ke rumah sakit kelas wahid. Gak perlu antri, gak perlu rujukan, tinggal datang terus bilang “Saya mantan menteri nih, mau berobat.” Buset dah, VIP banget kan? Sementara kita? Kita mah apa atuh, cuma rakyat biasa yang harus menyediakan waktu panjang tiap kali mau berobat.
Yang lebih dahsyat lagi, asuransi gratis ini berlaku seumur hidup lho buat mantan menteri yang usianya di atas 60 tahun pas pensiun. Lah kita? Kita mah nyicil BPJS dari muda sampai menjelang ajal, dari rambut item sampe ubanan. Mana tiap bulan selalu diingetin, “Jangan lupa bayar BPJS ya!” Dah kayak dikejar-kejar debt collector pinjol kan nasib lu? 😀
Jangan salah paham ya. Saya gak iri kok sama mantan menteri. Cuma yah, namanya juga manusia ya, kadang suka bertanya-tanya. Negara kita mampu ngasih asuransi super yang memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif, yang cuma bisa jadi khayalan buruh pabrik, tapi kenapa gak sekalian aja bikin sistem kesehatan yang bisa mencover semua orang?
Aku inget omongan pak Mahfud MD waktu sebelum Pemilu 2024. Kalau korupsi bisa diberantas, rakyat kita bisa hidup layak bahkan per orang bisa dapat puluhan juta. Ya, walaupun kita nggak ngarep duid, tapi setidaknya urusan kesehatan dan pendidikan mestinya bisa digratiskan untuk siapapun yang hidup di negeri yang sumber daya alamnya melimpah ruah dan sumber daya manusianya pantang menyerah ini.
Mestinya bisa kalau presiden kita sadar kalau, kesehatan bukan hak istimewa bagi kelas elite, kesehatan adalah hak asasi setiap warga negara. Tapi entah kapan presiden-presiden di Indonesia ini sadar. Kebanyakan terjeruji oleh kepentingan oligarki.
Leave a Reply