#LastAnnualBloggerDay: Benarkah Akhir Era Blogging?

Sabtu (22/2/25) kemarin saya sengaja hadir di acara komunitas BloggerCrony di Parung. Acara kopdar tersebut menebar tagar #LastAnnualBloggerDay. Sebagai salah seorang yang pernah hidup di era keemasan blog, ada rasa penasaran yang menggelitik. Apakah komunitas blogger benar-benar masih ada? Apakah mereka masih aktif menulis di blog? Atau ini benar-benar “pertemuan terakhir” seperti yang terumbar dalam tagar?

Saat menyaksikan kegiatan tersebut, saya merasakan sensasi sendiri. Ternyata blogger masih eksis, meskipun kini lebih banyak berbincang di medsos ketimbang menulis panjang di blog mereka. Sebuah ironi yang menarik: komunitas blogger tetap ada, tapi aktivitas ngeblog semakin jarang.

Jika kita menoleh ke belakang, era 2005-2015 bisa dibilang sebagai masa keemasan blogging di Indonesia. Saat itu blog bukan sekadar tempat curhat, tapi juga ruang diskusi, kritik sosial, hingga media untuk membangun personal branding dan ladang cuan. Pesta Blogger, Muktamar Blogger, Blogfam, Komunitas Blogger yang berbasis wilayah adalah contoh betapa komunitas ini begitu hidup. Setiap blogger memiliki niche masing-masing. Ada yang menulis sastra, teknologi, politik, hingga keseharian yang dikemas dengan gaya khas, personal, dan menjadi alternatif di tengah tumbuhnya media online saat itu.

Blogger bukan sekadar menulis untuk diri sendiri. Mereka membangun jaringan, mendapatkan undangan ke acara eksklusif, hingga bekerja sama dengan brand. Blog menjadi alternatif media yang lebih personal dan independen dibanding media mainstream.

Aku masih ingat dulu, ketika terjadi perdebatan, dimana blogger yang bikin akun Facebook dinyinyiri sama yang merasa konsisten ngeblog dan menolak Facebook. Diskusi topik ini berlangsung lama, baik di mailing list, saat kopdar, hingga waktu terus berjalan dan mereka yang anti Facebook pun kulihat mulai aktif fesbukan. Diskusi tentang kekhawatiran blog akan ditinggalkan pun terlupakan. Apakah perdebatan sebelumnya menjadi sia-sia? Ya, nggak. Namanya juga dinamika. Itu harus dilihat sebagai bagian dari fenomena blogging dan pergerakannya ke tren yang semakin simpel, micro, atau short media.

Zaman terus bergerak. Media sosial makin menjadi indera pelengkap warganet. Segala hal ditemukan dan diumbar di media sosial. Bahkan ada yang kalau tidak update “daily vlog” di story pun merasa seperti menjaga jarak dengan followernya. Blogger pun mengikuti zaman dengan menutup blognya, meskipun adapula segelintir yang tetap ngeblog. Sisa-sisa peninggalan peradaban yang sedang sekarat, hehehe.

Febria Silaen, host acara BloggerDay di markas Yayasan Indah Berbagi, Parung, kemarin juga bertanya ke lebih dari 100 peserta (hybrid), “siapa yang udah lama banget gak apdet blog?” Mereka yang terpilih pun mendapatkan merchandise. Game satiris itu tetap seru karena yang kulihat adalah perjumpaan orang-orang yang nggak malu menyebut dirinya blogger, meskipun ada juga yang malu-malu menyebut dirinya blogger karena sudah sama sekali nggak ngeblog.

Ada beberapa faktor yang membuat blog tak lagi menjadi pilihan utama dalam berbagi gagasan:

  1. Media Sosial Mengubah Pola Konsumsi Konten
    Orang kini lebih suka mengonsumsi konten yang cepat dan visual. Twitter, Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi platform utama untuk berbagi opini dan informasi. Blog yang identik dengan tulisan panjang terasa terlalu lambat bagi netizen yang sehari-hari dijejali konten simpel, skrol cepat, dan engagement instan.
  2. Monetisasi Blog Semakin Sulit
    Dulu blogger bisa mengandalkan AdSense, sponsored post, atau bahkan buku yang lahir dari kumpulan tulisan blog. Kini algoritma Google lebih berpihak pada media besar, membuat blogger independen sulit bersaing. Selain itu, brand lebih memilih bekerja sama dengan influencer media sosial daripada blogger. Aku ingat obrolan sama Kang Arief kemarin di Warkop, “Lagi pula, sekarang memang ada brand yang mau bayar blogger? Kalaupun ada paling banter 200 ribu per post.”
  3. Menurunnya Minat Menulis
    Akar blogging adalah menulis dan menulis membutuhkan usaha. Di era ketika suara dan gambar lebih menarik, menulis panjang menjadi sesuatu yang “terlalu effort dan merepotkan.” Orang lebih suka berbicara di podcast atau membuat video singkat dibanding menyusun esai panjang di blog.

Apakah Blogger masih Relevan?

Meski tren menurun blogging belum benar-benar mati. Di Indonesia masih ada beberapa blogger yang aktif menulis, terutama mereka yang fokus pada niche tertentu seperti teknologi, keuangan, traveling, atau literasi digital. Salah satunya ya blog saya ini. Nggak nyangka lho kalau masih suka dibaca sama mereka yang mencari opini tentang fenomena sosial, budaya, politik, dan literasi.

Di luar negeri blog juga masih hidup dalam format yang lebih spesifik. Platform seperti Substack dan Medium memungkinkan blogger untuk memonetisasi tulisan mereka melalui model berlangganan. Beberapa jurnalis independen juga beralih ke blog sebagai ruang kebebasan berekspresi tanpa intervensi media besar. Paul Krugman, ekonom dan kolumnis The New York Times sering membahas kebijakan ekonomi dan politik AS juga punya ruang pribadi di blognya. Glenn Greenwald, jurnalis investigatif yang tetap ngeblog buat membahas kebijakan pemerintah dan kebebasan sipil. Andrew Sullivan, blogger independen yang sering mengkritik politik Amerika. Margaret Sullivan, mantan ombudsman The New York Times yang membahas media dan politik juga masih update di Substack. Siapa lagi? Mungkin masih banyak cuma memang nggak populer, termasuk gue hehehe cek sendiri aja.

Blogging Masih Relevan?

Gue inget obrolan di Sawung pada sesi malam di #bloggerday kemarin, Kok Harry dari Youth Skill Foundation bahas soal hobi. Kalau bicara hobi, ya ternyata masih ada aja mereka yang masih senang ngeblog. Apakah masih bisa dapat cuan dari ngeblog? Nah, ini. Kalau tujuannya cuan, saya sarankan mending pakai tools yang menghasilkan saat ini, yaitu medsos. Blog -seperti yang udah gue singgung di atas- bukan alat yang relevan buat cari duid, tapi tetap relevan untuk beberapa hal, di antaranya:

  • Kebebasan Berpendapat: Meskipun saat ini lebih lazim orang menyuarakan pendapatnya melalui medsos, blog tetap revan sebagai ruang bebas untuk menulis tanpa batasan karakter atau aturan engagement. Simpelnya gini, kalo lu cari yang simpel dan to the point, ya cari di medsos, tapi kalo lu butuh yang lebih mendalam dan cukup lengkap, silakan cari di blog.
  • Dokumentasi Jangka Panjang: Tulisan di blog lebih abadi dibanding tweet atau story Instagram yang “menghilang” dalam hitungan menit. Dalam 1 menit saja, postingan kita di feed follower, bisa langsung dilibas sama konten lain yang baru maupun yang engagement-nya kuat (baca: viral).
  • Kredibilitas dan Reputasi: Di tangah opini yang berserakan di media sosial, blog bisa menjadi acuan kalau orang mau mencari siapa sebenarnya kita. Kadang nggak cukup melihat profil medsos, orang perlu memahami lebih mendalam kredibilitas dan reputasi melalui gagasan yang ditulis di blog.

Blogging Tidak Mati, Cuma…

Tagar #LastAnnualBloggerDay mungkin terdengar pesimistis, tapi bukan berarti blogging benar-benar mati. Blogger memang nggak lagi mendominasi internet seperti dulu, tapi mereka yang masih bertahan tetap bisa relevan. Blog bukan lagi sekadar media untuk mencari viralitas melainkan tempat untuk berbagi wawasan lebih mendalam. Sesuatu yang semakin langka di era konten cepat.

Jadi apakah blogging atau blogger masih ada? Jawabannya jelas iya, tapi dalam bentuk dan atmosfer yang berbeda. Bagi mereka yang masih senang dan butuh menulis, blog tetap menjadi rumah bagi pikiran-pikiran yang tak ingin lenyap ditelan algoritma.


Discover more from #blogMT

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

2 responses to “#LastAnnualBloggerDay: Benarkah Akhir Era Blogging?”

  1. Ibrahim Avatar
    Ibrahim

    Terharu, proses ngobrol bersama di Saung jadi bahan refleksi, terima kasih mas MT! Senang bisa bertemu

    1. mt Avatar
      mt

      sama-sama Fawwaz, senang bisa jumpa di sana sama temen2 lainnya yang keren2 banget

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.