Dinasti Politik Genggam Parpol

Ada yang lebih busuk dari sampah yang nggak diangkut sebulan. Yap, dinasti politik yang jadi core bisnis partai politik..

Dari Sabang sampai Merauke, partai politik jadi makelar kursi kekuasaan. Anak, istri, ponakan, bahkan anjing peliharaan bisa aja didorong buat nyemplung ke politik.

ilustrasi buatan bing image creator

Tradisi politik ini sungguh ajaib bisa mengubah anjing penjilat jadi pejabat, anak petinggi parpol yang ngomongnya aja kayak orang sakaw bisa jadi elit partai. Parpol yang seharusnya mengusung demokrasi banting setir jadi rental jabatan. Siapa yang mau punya jabatan politik, wani piro, tinggal transaksi dan ikuti aturan main.

Tapi ingat, apapun pencapaianmu dalam jabatan politik, jika elit utama partai, yaitu keluarga pendiri partai memintamu mundur karena anak atau cucu penguasa partai juga kepingin dapat jabatan, ya kamu harus manut sama arahan pimpinan, karena kamu cuma petugas partai, bukan petugas sensus penduduk.

Ya kita sadar, partai politik itu seharusnya jadi kendaraan aspirasi rakyat. Bukan malah jadi rental jabatan buat keluarga elit. Kursi pemerintahan bukan properti yang bisa disewakan sesuka hati, bos!

Bapaknya jago main politik bukan jaminan anaknya jago juga. Bisa jadi malah jago main preman-premanan, mengandalkan kekuasaan bokap buat ngatur orang seenak perutnya. Ini miris sih,  tapi bagi partai politik, siapa peduli? Yang penting maharnya dibayar lunas. Negara butuh pemimpin yang duit ortunya no limit, bukan yang cuma punya kompetensi.

Satu keluarga pegang banyak jabatan? Wah, ini sih surga buat partai politik. Mereka bisa nge-deal apapun di belakang layar. Urusan negara jadi urusan kongkalikong antar keluarga. Rakyat? Gampang.

Cek konten dari Matanajwa ini:

Rakyat kita itu pemaaf dan pelupa. Mereka sudah diformat mindsetnya oleh parpol menjadi pragmatis. Mereka seolah dihipnotis memiliki mindset:, “terserah siapa yang berkuasa, yang penting saya dapet sembako, recehan, dan kaos setiap pemilu/pilkada “

Ada banyak anak muda pintar dan idealis di luar sana. Tapi apa daya, kursi jabatan sudah di-booking buat anak-ponakan petinggi partai. Mimpi mereka untuk memajukan negeri ini mati sebelum berkembang. Miris!

Kondisi kek gini memang bikin emosi. Partai politik yang harusnya jadi penjaga demokrasi malah jadi penjaga gerbang dinasti politik. Mereka yang harusnya menyaring calon pemimpin terbaik malah sibuk jualan kursi ke keluarga petinggi. Demokrasi kita dah berubah jadi pasar kaget.

Mungkin gak sih perpolitikan kita bersih dari partai politik yang menguasai bisnis trah kekuasaan atau kalau kata netizen politik dinasti?

Sepertinya tak mungkin, apalagi presiden kita pun seringkali menjadikan jabatan seperti barang rentalan aja. Hal ini bisa dilihat dari perubahan kursi menteri dan lembaga lain bahkan yang non-politik, yang kuat banget nuansa transaksi politiknya.

Saya sampai nggak pede mau bilang negara ini punya kita semua, bukan cuma punya segelintir keluarga yang berhasil mencengkeram partai politik. Gak pede karena seolah hal ini -politik dinasti- dianggap lazim dan lestari.

Kita sadar gak sih kalau nasib kita sebagai rakyat ya cuma gini-gini aja, karena saat Pemilu/Pilkada kita terformat untuk memilih yang gak kita kenal, yang nggak bisa dipercaya. Bahkan yang sudah dipilih rakyat bisa saja berubah jika penguasa partai minta keluarganya diloloskan meskipun tak dapat suara sogokan .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *