Youtube bisa ngasih pengetahuan tapi hanya guru yang bisa ngasih berkah
Sujiwo Tejo ~ Dalam Persamuhan Nasional Pendidik Pancasila di Surabaya, 1 Desember 2019
Setidaknya itulah yang diingatkan oleh Sujiwo Tejo kepada ratusan guru pendidik pancasila di Surabaya. Presiden Jancukers rupanya ingin menggoyang kesadaran para guru dari Sabang sampai Merauke itu, bahwa perannya amat penting bagi masa depan anak bangsa.
Bagaimana mengajarkan pancasila kepada murid? Tak perlu rumit. Pancasila bukan rumus matematika, bukan pula tabel algoritma kimia. Tak harus juga memaksa murid menghafalkan tanggal-tanggal sejarah. Ajarkan pancasila dengan cara yang simpel, yaitu tunjukkan budi pekerti yang baik terhadap mereka. Budi pekerti siapa? Ya, guru itu sendiri.
Menjadi guru adalah pekerjaan mulia. Jika guru ingin dimuliakan oleh muridnya, muliakanlah mereka. Didik tanpa menyelidik latar belakang mereka. Tanpa membeda-bedakan status sosial orang tuanya.
Itu pula yang dilakukan oleh ibu Risma (Tri Rismaharini) Walikota Surabaya. Beliau membabarkan apa yang sudah dilakukannya terhadap anak-anak di kotanya. Dengan kemuliaan kasih sayang, ibu Risma –yang kesannya pemarah– banyak mengangkat anak-anak dari kaum tak berpunya dan dipandang sebelah mata menjadi anak-anak yang berprestasi dan mengharumkan nama bangsa. Anak mesti dididik dengan cinta agar kuat dan bangga terhadap bangsa dan negaranya.
Anak itu gampang rapuh maka buatlah mereka kuat!
Tri Rismaharini, dalam persamuhan nasional pendidik pancasila
Di tengah menyimak pembabaran ibu Risma, temanku dari Aceh melontarkan kekesalannya. “Kenapa walikota saya nggak bisa melakukan seperti yang dia lakukan?” Begitu kira-kira sesalnya. Yudi Randa namanya. Blogger pemilik hikayat banda ini tidak sendiri. Beberapa blogger juga merasakan kekesalan yang sama. Mereka ingin sekali punya walikota yang benar-benar bekerja seperti bu Risma.
Kenapa sesi ibu Risma dan Sujiwo Tejo menyinggung soal anak-anak? Sebab itulah yang dihadapi oleh para guru. Sekira 500 orang guru sejarah dan PKN diundang BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) dalam acara Persamuhan Nasional Pendidik Pancasila di hotel Shangri-la, sejak 29 November hingga 2 Desember 2019.
https://www.instagram.com/p/B5e3PsjAtUz/?igshid=dj5o4y0pd2nj
Para guru pun dibekali dengan beragam seni budaya nasional dari berbagai provinsi. Lagi-lagi yang menari adalah anak-anak didik dari berbagai provinsi.
https://www.instagram.com/p/B5mZ-8Vgr5G/?igshid=q5sjnhxgda5
Kegiatan ini menyediakan ruang pembauran bagi para guru agar bisa saling berbagi cerita tentang tantangan di daerahnya. Mereka berdiskusi, jalan-jalan, olahraga, makan, dan berbincang bersama. Banyak guru yang mensyukuri bisa hadir dan mengenal banyak orang seprofesi di acara ini.
Persamuhan Nasional Pendidik Pancasila memang menitik beratkan pada peran guru dalam menanamkan Pancasila kepada muridnya. Merekalah yang menjadi orang tua selain orang tua anak-anak. Karenanya amat cocok apa yang disampaikan ibu Risma dan Sujiwo Tejo tentang bagaimana bersikap mulia terhadap anak.
Di tengah penampilannya, Tejo melantunkan beberapa lagu. Salah satunya berjudul Lullaby, lagu seorang ibu yang meninabobokan anaknya. Lagu ini begitu dalam maknanya. Menjaga anak agar tak lupa pada Bangbang Wetan, asal usul dirinya, pada mata air kecemerlangan yang Tuhan titipkan padanya.
Anakku
Anakku sing manis, ja pijer nangis
Sun gendhong, sun lelela lela
Ning pang wit
Wiwit bang bang wetan, wis tanpa sela
Saloka unine kepodhang
Nganti dhong wengi
Kuwi ngengudang kowe
Mbesuk yen wis gedhe, nalikane
Sesandhingan karo kekasihmu
Kekaron sih ngadhep ombaking urip
Aja lali marang, aja lali marang
Bang bang wetan
Manuke podhang
Leave a Reply