Dalam suatu kelimpok, organisasi, masyarakat, ataupun komunitas, ada saja orang yang senang menanggapi suatu kejadian dari sisi negatifnya saja. Mungkin dengan begitu, mereka merasa lebih tahu, bahkan dari orang yang mengalami masalahnya sendiri.
Hebatnya lagi, pergunjingan negatif, biasanya lebih cepat menyebar ketimbang obrolan positif. Inilah kecenderungan yang terbangun dalam masyarakat kita.
Nyaris setiap hari, kita dihadapkan pada kecenderungan negatif ini. Mulai dari dalam rumah kita sendiri, saat membuka pagi dengan menonton TV, kebanyakan isinya makian para petarung kekuasaan, infotainment perceraian, perselingkuhan, kriminalitas, bahkan beragam reality show yang makin merombak standar area privasi. Ini hanya sekedar contoh, betapa pergunjingan negatif menjadi “seolah-olah” hal biasa, yang tak disadari membentuk budaya masyarakat kita.
Contoh kasus lain, ketika ada seorang teman yang tiba-tiba sanggup membeli “ini-itu”, ada saja teman lain yang menggunjing sambil menggerutu, “dari mana dia punya uang sebanyak itu? Jangan-jangan….ini, itu, anu… dst, dll….” Jarang sekali ada yang merespons dengan positif, “Alhamdulillah, teman kita berhasil membeli apa yang sudah lama dia inginkan. Itulah bukti jika kita serius dan tekun mengejar impian, Tuhan pasti mewujudkan”.
Dari berbagai pengalaman selama ini, mestinya kita menyadari: Terbiasa berpikir negatif, membuat hidup menjadi gelap dan melelahkan. Sedangkan terbiasa merespons positif, membuat hidup terasa terang, ringan, dan menyenangkan. Tak ada beban yg menganjal di hati. Tak ada slilit yang menyerikan gigi.
Positif dan negatif memang sebuah keniscayaan. Tetapi keduanya juga merupakan pilihan.
Leave a Reply