Tulisanku ini tidak mendefinisikan blogger. Sebab definisi yang kubuat boleh jadi amat dibatasi oleh keterbatasanku dalam memahami realitas blogger yang beragam. Lagipula perkembangan blogging di Indonesia sudah jauh dari fase definisi. Tulisan ini hanya menyampaikan kegelisahanku atas perbincangan tentang blogger di Indonesia yang terjadi beberapa pekan ini di antara teman-temanku.
Ada teman yang membahas tentang Bapak Blogger, ada juga yang cuap-cuap di twitter tentang blogger seleb, blogger ndeso, blogger senior, blogger sales, blogger nyinyir, blogger nasional, presiden blogger, dan sebagainya.
Semua itu kupikir cuma julukan saja. Bahkan boleh jadi beberapa julukan hanyalah canda dalam pertemanan blogger. Jadi tak perlu disikapi dengan serius, apalagi sampai mengernyitkan dahi.
Namun tak dapat dimungkiri, ada juga yang menikmati julukan seperti itu. Merasa lebih terhormat dibandingkan blogger biasa saja. Minimal, ada perasaan bangga menjadi terkenal di beberapa entitas/komunitas blogger. Bagiku, gejala seperti itu merupakan gejala normal.
Kubilang gejala karena kehormatan biasanya dipupuk oleh lingkungan sekitar. Dalam beberapa entitas, superioritas biasanya tumbuh secara alami karena inferioritas sekelompok orang terhadap sosok tertentu. Begitu pun di kalangan blogger, wajar jika ada blogger yg akhirnya menjadi superior karena blogger lain selingkungan memupuk inferioritas terhadapnya.
Superior dan inferior tak akan tumbuh dalam lingkungan yang subur dengan prinsip persamaan dan persaudaraan. Pada lingkungan seperti ini, semua orang merasa “sesama merata setara” (SMS). Saling menghormati dan menghargai keragaman latarbelakang personal, menjadi keseharian yang bukan sebatas wacana, melainkan nyata.
Jadi, jika kita merasa ada blogger yang gila hormat atau semacamnya, boleh jadi kita sendiri yang membuatnya seperti itu, karena saat bertemu dengannya sikap kita sendiri yang inferior. Kalau sudah begini, jangan tuding mereka, tapi mengacalah, lalu ubah mindset dan sikap kita menjadi setara.
Biarkan saja jika ada blogger yang merasa menjadi lebih “nyeleb” hanya karena bergaul atau sekedar melakukan percakapan di twitter, dengan orang yang dianggapnya seleb juga. Pahami itu sebagai gejala personal. Sebagai urusannya sendiri. Tinggal bagaimana kita sendiri menginsyafinya agar tidak selebay itu. Sebab tinggi dan rendahnya martabat, ditentukan oleh kekuatan kita sendiri dalam menyetarakan diri dengan lingkungan.
Jika kita bisa menyetarakan diri sendiri, boleh jadi julukan-julukan di atas akan luruh dengan sendirinya. Dunia blogger akan kembali normal, dimana hanya ada sebutan bagi blogger sesuai dengan passion saja, seperti blogger kuliner, blogger traveller, blogger reporter, blogger sastra, blogger TIK, blogger interior, dan blogger apapun yang spesifik, termasuk juga blogger saja, sepertiku. ๐
Posted from WordPress for Android
Leave a Reply