Kalau bahas Pemilu, tentu ingatan kita terseret ke dark politic di Pemilu 2014 dan 2019. Dua masa Pemilu yang menciptakan polarisasi politik yang sangat kuat, fanatik, kotor, dan mengenaskan. Betapa tidak, pada dua pemilu tersebut rakyat kita mudah sekali diprovokasi sehingga saling membenci. Saudara bisa bermusuhan, teman saling ancam, dan yang paling mengenaskan perseteruan tersebut berlanjut meskipun elit partai politiknya sudah kembali akur dan bagi-bagi jatah kekuasaan dan bersama-sama kembali menipu rakyat jelantah yang mudah dipermainkan sebagai alat politik mereka.
Aku teringat seorang teman yang ngajak ngopi usai Prabowo Subianto diumumkan sebagai Menteri oleh Presiden Jokowi. Hari itu dia sangat emosional, matanya basah, ia tidak percaya jagoan yang dibelanya mau jadi pembantu Jokowi. Saat itu aku membiarkannya meluapkan kekecewaannya pada sosok Prabowo.
Temanku yang lain menyampaikan pesan melalui aplikasi chat sejuta ummat, WhatsApp. “Benar juga yang pernah abang bilang di Grup, “bisa jadi Prabowo gabung sama Jokowi” koq bisa-bisanya abang memprediksi seperti itu?” Aku bilang ke teman yang bertanya itu, dulu ketika Pemilu 2019 masih ramai-ramainya kampanye aku terpancing menulis seperti itu karena muak melihat obrolan di grup WhatsApp. Hampir semua anggota grup isinya puja-puji terhadap Jokowi dan penilaian miring terhadap Prabowo. Padahal katanya, grup tersebut berisi orang-orang yang mengajak anak muda menjalani Pemilu dengan damai, tanpa pengarahan ke salah satu calon tetapi ternyata ya begitu. Aku menganggap grup tersebut berisi orang-orang oportunis yang pandai menjilat elit politik.
Oke baiklah sekarang kita sudah memasuki Pemilu 2024. Masih mau bego seperti dua Pemilu sebelumnya? Masih mau diprovokasi sama orang parpol, sama orang relawan, agar loyal ke salah satu capres? Kalau masih, berarti kamu masih goblok!
Aku tidak menganggap buruk seseorang yang punya pilihan politik. Itu bagus. Kalau kamu punya pilihan capres, berarti kamu punya harapan politik. Jika kamu mendukung partai politik, berarti kamu punya minat politik. Jika kamu mau nyaleg, berarti kamu punya cita-cita politik. Itu bagus. Yang tidak bagus adalah jika kamu membenci orang yang beda pilihan. Kamu harus sadar, Pemilu itu ada karena rakyat Indonesia mau memilih calon pemimpin baru dan tentu calonnya tidak cuma satu. Jadi kalau ada orang yang beda pilihan denganmu, itu wajar. Kamu harus sadar bahwa setiap orang bebas memilih dan tidak harus sama karena capresnya nggak cuma 1 orang.
Karena itu temanku. Aku punya tips biar kamu waras dalam berpolitik. Biar kamu tetap sehat mental dan tidak terjebak dalam lubang hitam kebencian.
- Dinamika politik adalah soal Dukung dan Telikung. Kamu harus paham ini sehingga jika tiba-tiba ada anggota koalisi yang berubah sikap dan menelikungmu, jangan baper.
- Elit politik akan mengamankan jatah kursi parlemen dan menteri untuk orang-orang yang dekat dan setia dengannya, atau orang-orang yang dianggap memiliki basis massa yang kuat yang bisa mereka manfaatkan untuk keuntungan partai. Jika kamu cuma kader kroco, jangan berharap dapat jatah kekuasaan. Sadar diri aja.
- Pemilu tidak mengubah kesejahteraanmu. Ini penting disadari bahwa partai politik membutuhkan dukunganmu untuk mencari sebanyak-banyaknya suara rakyat saat voting. Cuma itu yang mereka pikirkan. Partai politik tidak peduli akan kemiskinan rakyat jelantah yang kamu bujuk agar memilih capres dan calegmu. Meskipun elit partaimu meneriakkan slogan sebagai partai wong cilik.
- Kalau kamu nyaleg, tentu kamu sudah paham dengan lingkungan parlemen yang korup, manipulatif, dan penuh dengan jebakan betmen agar kamu punya track record buruk yang bisa dipakai untuk memalukanmu jika kamu mencoba melawan sirkel korup. Jadi, pandai-pandailah berpolitik di sirkel tersebut.
- Buzzer politik makin mahal. Jika kamu mau pakai jasa buzzer, pastikan investormu kuat kehilangan uang untuk kampanye digital. Bagi mereka yang penting bukan gagasanmu tetapi uangmu.
- Akan muncul tokoh masyarakat yang banyak bacot dalam dukung-mendukung capres. Misalnya tokoh agama yang mendukung satu capres dengan ancaman halus religius jika tidak memilih calon yang ia sebut, berarti dajjal, kafir, dan segala kenistaan relijius. Yang seperti ini jangan ditanggapi dengan emosional.
- Rakyat kita makin pintar. Ada yang makin kritis terhadap informasi jadi nggak gampang diprovokasi, apalagi dijebak hoaks. Ada juga yang pintar dalam transaksi suara. Yang seperti ini akan siap menerima uang sogokan. Bagi mereka yang penting bisa dapat uang, kaos, sembako, atau apapun dari orang-orang politik. Mereka tak peduli setelah Pemilu apakah kamu menang atau kalah. Mereka pun tak peduli ketika kamu berkuasa dan menindas mereka.
Dengan tips di atas setidaknya kamu bisa menyiapkan exit way jika rencanamu terancam gagal. Yang penting kamu punya tekad menciptakan Pemilu yang damai dan sehat.
Leave a Reply