Yang Paling Ditakuti Tentara

Kalau ada orang bertanya, apa yang kamu takutkan? Jawabnya macam-macam. Setiap orang punya ketakutannya sendiri. Ada yang takut lihat buah rambutan, takut cicak, ular, sundel bolong, pocong, takut diputusin pacar, takut digrebeg hansip, dan banyak lagi. Ada juga yang cuma takut sama Allah ketimbang sama penguasa yang dzalim. Cieeee… Busuk di penjara dong.

Kalau kalangan politikus beda lagi ketakutannya. Mereka takut jabatannya digantikan, takut kalah pemilu, dan takut ketahuan korupsi (bukan takut korupsi, ya!). Apalagi sekarang lagi musim pemilu. Coba kamu tanya sejujurnya ke teman-temanmu yang ikut nyaleg, apa yang mereka takutkan?

Boleh jadi ada yang masa bodoh mau menang atau kalah, tetapi tentu ada juga yang takut kalah sebab sudah keluar modal besar buat nyaleg. Yang kayak begini bisa dibilang bahwa mereka adalah contoh orang yang takut sama pilihannya sendiri. Kocak juga, ya.

Takut itu wajar. Ada orang yang takut (baca: fobia) dengan ketinggian. Yang seperti ini jangan dipaksa naik pesawat atau tiang atau nongkrong di tepian gedung tinggi. Kasihan, kakinya akan terasa ngilu dan gemetaran.

Apa lagi ya fobia yang ada. Hm, fobia dokter! Banyak anak sekolah yang kabur ketika dapat kabar ada dokter yang datang ke sekolah. Pernah ngalamin? Padahal sebenarnya yang ditakuti bukan dokternya, melainkan jarum suntik. Fobia jarum suntik, tepatnya!

Menurutku, dari segala ketakutan yang dialami banyak orang, yang paling aneh dan menggelikan adalah takut sama buku. Lho, ada? Ada bro! Lihat saja Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang suka menyita buku. Mereka takut sama buku, terutama yang “diduga” mengandung kata PKI ataupun komunisme dan juga terorisme. Gampang banget cari link berita soal penyitaan ini.

Aku sih tak bisa melihat penyitaan buku itu dari kacamata keamanan nasional. Lucu soalnya. Apakah negara dan bangsa Indonesia terancam dengan beredarnya buku-buku yang “diduga” PKI? Sekali lagi “diduga” ya. Jadi para penyita itu hanya menduga. Belum tentu mereka sudah membaca buku yang akan disitanya. Hanya dengar laporan orang, “Lapor, pak. Ada buku PKI di warkop Mang Odon!” Langsung saja warkop Mang Odon diperiksa dan bukunya disita.

Miris melihat kenyataan penyitaan buku ini. Apalagi kalau mengetahui hasil penelitian yang memeringkatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki literasi rendah. Nangkring di posisi 62 dari 70 negara. Ngenes kan? Udahlah anak-anak kita dianggap “terbelakang” minat bacanya, eh pemerintahnya (melalui TNI) takut sama buku. Klop, juragan!

Padahal ya, kalau kita lihat teman-teman relawan pustaka, yang menyebar banyak buku ke pelosok Indonesia, mereka itu menemukan fakta di mana anak-anak Indonesia lapar bacaan, haus buku.

Aku melihat sendiri ketika berada di perpustakaan Lakoat Kujawas, desa Kapan, Mollo Utara. Betapa bahagianya anak-anak desa itu memasuki perpustakaan dan memburu buku-buku. Cukup lihat mata mereka yang berbinar-binar ketika buku baru yang disumbangkan para relawan di berbagai kota, berada di genggamannya. Aku bangga melihat anak-anak itu bahagia membaca buku.

Hidup memang penuh dengan kontradiksi. Anak-anak tumbuh dengan buku, orang tua malah takut anak-anaknya keracunan buku. Sebab itu mereka merasa berkepentingan menyita dan menghanguskan buku-buku yang mengandung racun anti nasionalisme dan keutuhan NKRI. Prettt! Tekucing!

Memang sih soal buku ini ada saja orang yang gampang menduga-duga. Aku pernah dituduh syiah hanya gara-gara temanku melihat ada buku karangan pak Quraish Shihab, Ali Syariati, Thabathabai, dan Khomeini di rak bukuku. Padahal ada juga buku karangan Said Hawwa, Sayd Qutb, dan buku-buku yang dianggap kiri. Temanku menasehatiku agar jangan sampai aku jadi syiah. Aku tanya dong, memang kamu pernah baca buku-buku itu? Jawabannya bukannya belum atau sudah tetapi cuma kata ustadnya, pengarangnya orang syiah. Aku bilang padanya, “saya sudah khatam baca buku ini, dan saya bukan syiah. Ini lagi, ada kitab Sahifah Sajadiyah, Nahjul Balaghah, dan Ghadir Khum. Membaca buku ini tak membuat saya jadi Syiah.”

Kembali ke soal tentara takut buku. Menurutku cuma fobia yang dibuat-buat. Mungkin mereka tak pernah tahu kalau bapak-bapak bangsa negeri ini tak pernah anti buku. Tokoh-tokoh bangsa pra kemerdekaan adalah sosok yang “gila baca”. Lha dengan membacalah mereka bisa bersumbangsih atas berdirinya Indonesia. Lha kini para pelanjutnya takut sama buku. Kan lucu. Kalau kata netizen zaman now, ini namanya BEGO HQQ.

Padahal TNI kita udah keren banget lho. Alutsistanya modern. Punya teknologi nano. Entah Nano Irama atau Nano Romansa. Belum lagi mereka sudah latihan perang kota. Pokonamah, Keren dan patut bangga sama TNI. Merekalah yang akan menjaga kita dari serangan negara asing, negara aseng, zombie, alien, bahkan dari rencana jahat Thanos.

Tapi mereka takut sama buku kyuminis, Te!” Sela Bang Namun.

Nganu, Bang…” Aku mikir mencari argumen pembelaan terhadap TNI. Tapi gak dapet! Cuma terbayang masa Orde Baru ketika kita harus sembunyi mencari buku Pram dan menyampulnya dengan kertas koran agar tak ketahuan judulnya.

Itu baru buku. Sekarang semua informasi mengalir tak terbendung di platform digital. Akses pengetahuan jadi lebih mudah, kecuali kalau aparat keamanan kita takut sama platform digital dan internet. Nggak mungkin mereka menyita. Paling banter cuma memblokir, meskipun anak SD zaman sekarang sudah paham fungsi VPN hehehe…

Pesan moral:

Ketakutan bisa membuat orang bertindak gegabah, meskipun yang ditakutkan tak mungkin membunuhnya.

Author: MT

3 thoughts on “Yang Paling Ditakuti Tentara

  1. Menurutku masih banyak danrem-danrem, perwira tingat menengah (*dan tinggi mungkin) masih berpikir cara jadul. Saya berharap lahir para perwira2 baru dengan cara pandang TNI yang kekininian. Contoh gampangnya para airmin twitter AU.

  2. Haha kok sama ya, pernah dituduh syiah karena bacaanku Jalaluddin Rachmat. Padahal cuma ambil yg baik-baiknya aja kok. Yah begitulah orang yg malas membaca, liat covernya doang..