Urusanku Sama Polisi

Hubunganku sama petugas kepolisian itu sebenarnya baik-baik saja. Meskipun kadang mengkritik namun tetap saja pada momen tertentu kami akrab banget. Pengalaman yang konyol pun pernah terjadi beberapakali.

Ini foto waktu di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), 22 Oktober 2013 saat Indonesia menjadi tuan rumah Global Internet Governance Forum. Saat itu aku lagi jenuh dengan kerjaan. Jadilah aku refreshing dengan keliling ke beberapa booth di acara tersebut. Karena ini acara internasional, banyak sekali petugas polisi yang membantu mengamankan acara yang juga dikawal petugas keamanan PBB. Nah, di sebuah booth kacamata, aku bertemu 3 polisi yang sedang kelilingan juga. Aku minta mereka berpose bersama, memamerkan kacamata gaya.

Di Bogor sekira tahun 2010, aku pernah buru-buru mutar balik karena jadwal siaran radio nyaris telat. Eh, tak sengaja motorku malah nabrak motor polisi yang diparkir sebab ia sedang mengatur lalu lintas. Polisi baik hati itu menasehati agar aku lebih hati-hati sampai ke studio radio Sipatahunan. Siaranku sore itu pun on time. Nggak telat.

Pernah juga ditilang pak polisi gara-gara motorku masuk jalan tol. Waktu itu temanku pelatih pencak silat dari Banten, Edi Yusup yang nyetir, tak sadar kalau lorong Tomang dari arah Harmoni itu adalah jalur memasuki jalan tol. Saat diminta SIM dan STNK, kami malah ketawa ngakak sampai nungging karena petugas yang mirip banget sama bintang iklan rokok A-Mild di TV itu bilang, “tidak lihat rambu?”. Kami pun tertawa terpingkal-pingkal. Ujungnya, kami tetap kena tilang, sih. Kejadian ini sekira tahun 2005 saat aku berdua bergantian boncengan motor dari Jakarta ke Anyer.

Di sebuah Polsek pernah juga. Aku datang untuk laporan kehilangan kartu ATM dan buku Bank karena tas kerjaku tertinggal di taksi dan poolnya tidak mau membantu mencarikan sopir yang kuinformasikan identitas dan nomor taksinya. Pak polisi yang bertugas bertanya apa pekerjaanku. Aku mengaku sebagai tukang reparasi komputer. “Wah, kebetulan banget!” lalu ia berbisik, minta tolong agar aku memulihkan satu program yang hilang dari PC komandannya: Solitaire. Ini zaman masih baru rilis Windows 98.

Ada lagi kejadian konyol waktu bertiga dengan temanku dari Anyer: Rambe dan Samudono. Sore menjelang maghrib itu kami turun bus di depan kantor polisi. Saat itu masih tahun 2006. Belum zamannya kita bisa dengan mudah memakai Google Map. Karena tak tahu alamat hotel yang kami cari, aku berniat bertanya kepada petugas. Saat aku menghampiri mereka sebenarnya kedua temanku memanggilku agar aku tidak mendekati para polisi itu. Tapi aku mikir, malu bertanya sesat di jalan. Jadi aku abaikan keduanya dan menepuk pundak pak Polisi yang sedang berdiri di depan polisi yang lain.

“Maaf, pak. Mohon arahan. Kalau mau ke Hotel Aston saya harus jalan ke arah mana ya?”

Ia berbalik badan ke arahku. “Hhh… kamu jalan ke arah sana!” Tangannya mengarah ke salah satu arah yang mesti kami tuju. “Kamu tak lihat saya sedang mimpin apel?”

“Waduh, maaf pak! Saya nggak ngeh. Makasih, pak!” Aku buru-buru balik kanan, langkah panjang. Aku kira para petugas polisi itu lagi ngobrol biasa aja.

“Rabun ayam sih lu!” Sentak temanku yang baru pada ngakak setelah kami menjauh dari TKP.

Masih banyak pengalaman menarik bersama petugas polisi. Ditangkap karena dituduh sebagai tersangka pun pernah. Ujung-ujungnya malah makan nasi rames bareng. Ah, terlalu banyak kalau diceritakan.

Ya, begitulah kisah konyol dan akrab dengan petugas kepolisian. Ini menunjukkan, meskipun aku suka mengkritik bukan berarti aku membenci mereka dan memiliki hubungan buruk dengan mereka. Begitu pula terhadap oknum lembaga negara maupun pemerintahan. Kritik adalah kebiasaan yang wajar kulakukan namun sama sekali tak berniat membenci apalagi mencacimaki.

Author: MT

2 thoughts on “Urusanku Sama Polisi

Leave a Reply to MTCancel reply