SMS dana BOS, Dipecat Bos

“Bae ko di akhir tahun begini pak dong ame abis dana bos na diam-diam, ais katong snde dapat apa-apa.” ~ SMS guru honorer yang lagi sial

Itulah isi SMS yang dipermasalahkan oleh pelapor. Isi SMS yang dimuat di media infontt.com.

Padahal menurut informasi yang disampaikan ibu Yati kepada sumber dari Safenet, kurang lebih berbunyi: “Bendahara dan kepala sekolah cair dana BOS bagi 2 untuk pakai natal. Sedangkan saya setengah mati kerja.”

Namun apapun isi SMS-nya, hal tersebut membuat pengirimnya, seorang guru honorer langsung dipecat oleh kepala sekolah dan bahkan dilaporkan ke polisi karena dituduh mencemarkan nama baik.

SMS tersebut dikirim seorang ibu guru kepada bendahara sekolah tempatnya mengajar. Ady Melijati Tameno, menanyakan soal dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang kabarnya sudah habis tetapi ia tidak mendapatkan rapelan honornya. Bahkan ia mengajar tanpa mendapatkan haknya sejak tahun 2012. Biasanya honor beliau sebesar Rp.250.000/bulan baru cair dirapel pertiga bulan. Ini sudah 3 tahun tak juga cair.

Bersyukurlah Anda yang mengajar di sekolah anak orang kaya dengan berbagai fasilitas dan gaji/honor yang tentunya lebih manusiawi ketimbang ibu Yati ini. Ia mengajar anak-anak kelas 1 dan 2 di sekolah Dasar Oefafi Kec.Kupang Timur, di mana umumnya muridnya berasal dari keluarga miskin. Untuk bisa melangsungkan kegiatan belajar mengajar saja, bu Yati harus mencarikan buku/kertas untuk murid-muridnya. Kadang 1 batang pensil harus dipatah tiga agar lebih banyak anak-anak yang bisa belajar menulis.

Membaca persoalan ini, yang kupikirkan bukan soal kemiskinan murid dan sikap persisten bu Yati yang tetap mengajar meskipun tak digaji selama 3 tahun. Soal ini sepertinya sudah menjadi kenyataan yang biasa dialami guru-guru di daerah-daerah yang tak terjangkau pembagian kekayaan NKRI yang melimpah ruah di darat, laut, dan udara. Hidup NKRI harga mati! #eh.

https://youtu.be/YSp4sdhX1ys
(Abdur bicara soal guru² di daerah)

Yang mengendap di kepalaku ada 2 hal. Pertama, soal dana BOS yang tak cair selama 3 tahun. Ini sudah tentu mengindikasikan masalah mulai dari pihak sekolah (kepala sekolah) hingga Dinas Pendidikan setempat atau boleh jadi di level atasnya lagi. Pihak manakah yang paling berperan sehingga dana BOS tak bisa dinikmati oleh murid dan guru? Apakah di sana ada korupsi sistemik yang menyebabkan dana BOS lenyap? Ini harus ditelusuri sampai tak ada fitnah tentang dana BOS yang dikorupsi.

Persoalan kedua adalah, dilaporkannya bu Yati ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik dengan jeratan pasal 27 ayat 3 UU ITE. Persoalannya bukan betapa cupunya pihak yang melaporkan bu Ady ke polisi. Itu sih sudah biasa terjadi di negeri ini, di mana orang-orang yang punya kuasa dan pengaruh tapi gede ambek, begitu mudah memenjarakan orang yang tak disukainya dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE. Persoalannya adalah, di mana letak pencemaran nama baik yang dituduhkan ke bu Yati? Polisi yang normal sih, akan meminta bukti yang logis kepada pelapor. Lha, ini barbuknya tak jelas tapi diterima.

Jikalau isi SMS bu Yati yang mempertanyakan haknya dianggap pencemaran nama baik, berarti yang membacanya benar-benar sedang mengalami korsleting nalar. Jikalau pelapor, penerima laporan, penuntut, dan hakim menganggap bu Yati mencemarkan nama baik, ya boleh jadi mereka itu sedang mengalami pemadaman nalar serentak. Seperti pemadaman listrik yang dilakukan PLN yang dianggap biasa. Ya, nalarnya padam gimana mau bersikap manusiawi? Sial sekali nasib ibu Yati.

Jadi dua hal itu yang menurutku harus ditindaklanjuti penelusurannya. 1. Dugaan korupsi dana BOS. 2. Menalar pasal karet.

Badewey, saat aku curhat soal ini, di grup SAFENET masuk lagi beberapa laporan mereka yang diancam penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik. Sementara itu proses revisi UU ITE masih berjalan di DPR RI. Semoga saja anggota dewan yang kece-kece itu memiliki nalar yang baik dan tak sedang padam sehingga berani menghapus pasal karet yang menjadi jimat para pelapor seperti jomblo frustasi yang melapor ke dukun pelet.

image

  • 14/03/2016