Selamat Tinggal Jokowi

Hari ini perhatian Indonesia tertuju pada sosok sederhana dan sekilas terlihat culun: Jokowi. Kesederhanaan Jokowi terbukti menarik banyak warga yang kadung disebut sebagai relawan, mendukungnya menjadi Presiden RI Ketujuh. Keculunannya di mata para pembenci membuat proses pemilihan presiden menjadi ramai dan agak menegangkan. Maki-puji berbaur di bumi Indonesia. Dukungan dan hinaan melengkapi sebuah proses politik yang belum pernah terjadi selama aku menyaksikan Pemilu sejak zaman Orba.

Hari ini sosok yang didambakan dan dicibirkan akan diambil sumpahnya sebagai Presiden Republik Indonesia Ketujuh. Bagaimanapun secinta apa kalian terhadapnya, sesebal apa kalian membencinya, Jokowi adalah Presiden kita.

jokowipresidenHari ini telah berakhir 10 tahun kegalauan sebagai bangsa. Waktu yang cukup lama untuk sebuah perubahan yang tak mengerti dirinya sendiri. 10 tahun kebimbangan akibat jerat politik kepentingan. Jokowi sepantasnya belajar dari kebambangan kebimbangan itu. Ia harus lebih berani untuk tidak didikte oleh kepentingan Partai Politik, baik yang mengusung maupun yang mendukung. Kelemahan Jokowi terhadap ketidakbernuranian Parpol adalah pengkhianatan kepada relawan yang mendukungnya.

Hari ini adalah saatnya Indonesia merayakan presiden yang memilih rakyatnya, bukan memilih kepentingan Partai Politik yang selama ini hanya bisa menyebar candu kekuasaan yang memabukkan. Partai politik yang tak pernah mengagendakan perubahan mendasar atas nasib rakyatnya. Partai Politik yang hanya memikirkan jatah tak tergantikan maupun jatah turun temurun untuk kursi kenyal kekuasaan maupun parlemen.

Hari ini Jokowi akan terus meminta agar para relawan tetap melingkarinya. Berdiri bersama untuk membangun bersama. Bagi beberapa relawan mungkin ini tawaran tulus yang menarik karena memiliki akses mulus terhadap pemegang kuasa. Tetapi relawan tetaplah relawan. Mereka bukan orang parpol yang terdidik untuk mendekat ketika bisa menjilat dan menjauh jika lidahnya terancam melepuh. Relawan tetaplah relawan, yang keberadaannya tak bisa diperhitungkan dalam kalkulasi kekuasaan. Relawan hanya dapat menjadi penjaga moral agar pemerintah bekerja normal. Relawan bukan tameng melindungi diri dari musuh politik yang mendominasi parlemen. Jika relawan hanya menjadi tameng, ketika tameng koyak bisa saja relawan berubah menjadi re- lawan!

Hari ini aku berharap agar para relawan tak besar kepala. Karena itu aku lebih suka menanggalkan sebutan sebagai relawan. Lebih baik kembali menjadi rakyat biasa saja. Kembali mencangkul sawah sambil berharap keadilan penguasa segera tiba. Kembali menjadi buruh pabrik yang tetap melawan ketika cukong memeras darahnya. Lebih baik kembali sebagai rakyat yang menyembuhkan lukanya sendiri, yang selalu siap membakar istana jika penghuninya tak becus mendistribusikan kekayaan hasil kerja bangsa.

Hari ini sebagai relawan, kunyatakan # selamat tinggal, Jokowi. Sebagai rakyat biasa, kamu ucapkan selamat bekerja! Kami pun bekerja di sini.

# sebagaimana dituturkan seorang relawan

  • 20/10/2014