Ketika Sekda Asal Bicara

“…hingga saat ini saya tidak melihat kegiatan komunitas kesenian…” Begitu pernyataan Sekda Kota Bogor kala memberikan sambutan Mimbar Sastra Bogor. Acara yang direncanakan menjadi kegiatan tahunan para pegiat kebudayaan dan kesenian di Bogor ini diselenggarakan oleh kaum muda yang tergabung dalam Komunitas Pasar Sastra Leuliwiang. Apakah benar di kota Bogor tak ada kegiatan kesenian? Rupanya Bapak Sekda tak tahu apa-apa tentang geliat para seniman di Bogor. Menyedihkan!

Selengkapnya pak Sekda Drs. H. Ade Sarip Hidayat, M.Pd. bilang begini:

Saya heran komunitas kesenian dari Leuwiliang bikin kegiatan di Kota Bogor. Tetapi, tentu kita kasih izin pemakaian Ruang Pertemuan 1. Silakan digunakan. Mestinya ada juga komunitas-komunitas kesenian di Kota Bogor. Sayangnya, hingga saat ini saya tidak melihat kegiatan komunitas kesenian itu.

Pernyatan “ngasal” tersebut memantik ketersinggungan Khrisna Pabichara yang menanggapi pernyataan pejabat Sekda itu. “Pak Sekda tak tahu ada kegiatan kesenian di Bogor. Bahkan ia tak pernah tahu kalau Walikota baru, Pak Bima Arya pernah membacakan puisi dengan bagus di acara Malam Puisi Bogor. Kasihan sekali, Pak Sekda itu.” Sindir Khrisna Pabichara, penyair dan novelis yang telah 17 tahun menetap di Bogor. Khrisna hadir pada Mimbar Sastra Bogor sebagai salah satu pembicara pada bagian diskusi sastra dan perempuan, bersama Ratna Ayu Budhiarti dan Mugya Syahreza Santosa.

Pernyataan pemangku kebijakan di Bogor itu memang tak sepantasnya terucap. Apakah sang Sekda tak pernah tahu keberadaan Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Bogor? Padahal kalau kita telusuri di situs resmi Pemerintah Kota Bogor, ada 33 berita atau informasi dengan kata kunci “Dewan Kesenian”. Boleh jadi sang Sekda sebagai orang Pemkot tak pernah membuka situsnya sendiri. Mungkin terlalu sibuk mengurus berbagai macam proyek pembangunan yang tentunya lebih cepat kelihatan hasilnya ketimbang urusan kesenian dan kebudayaan.

13979960467630

Menyingkap kegiatan kesenian dan kebudayaan di Bogor, Pemerintah Kota Bogor sepantasnya tobat dari kebodohan seni budaya. Jajaran pemerintahan Kota maupun Kabupaten harus lebih mendekatkan diri kepada komunitas maupun masyarakat yang bergerak dalam bidang kesenian dan kebudayaan. Apalagi sebagai pelayan rakyat, sudah sepantasnya pro aktif turun ke jalan, ke sudut kota, ke desa-desa, di mana beberapa orang Bogor tetap bertahan menggerakkan seni dan kebudayaan di tengah proyek-proyek pembangunan yang menguntungkan birokrat dan pengusaha. Jangan pernah menunggu rakyat mendatangi pejabat. Apalagi bagi kalangan seniman dan penggerak kebudayaan, mereka tak sempat berkhayal akan mendapatkan dukungan pemerintah. Bahkan muncul slentingan, sebuah “Dosa Besar” jika pegiat kesenian dan kebudayaan mendatangi pemerintah untuk mengemis anggaran. Tanpa dukungan pemerintah selama ini mereka tetap menghidup-suburkan kegiatan di Kota Hujan ini.

Rumah Kata Indonesia, salah satunya. Komunitas ini telah menggelar 114 kali kegiatan bincang buku. Belum lagi kegiatan musik dan puisi. Terlebih ketika bergabungnya kaum muda dari Malam Puisi Bogor dan Komunitas Pasar Sastra Leuwiliang, kegiatan semakin sering dan marak. Belum cukup? Kalau kita bicara soal seni musik, ada Idang Rasjidi yang sejak muda hingga kini mengabdikan dirinya untuk membangkitkan kesadaran seni dan budaya, terutama kepada kaum muda di Bogor. Maestro Jazz Indonesia ini selalu membuka rumah dan hatinya buat siapa saja yang ingin belajar dan bergiat dalam kesenian dan kebudayaan. Siapa lagi? Kalau kita jalan ke Kantor Pos Kota Bogor, di trotoar jalan ada kelompok pelukis sketsa wajah. Itu pekerja seni juga, pak Sekda! Ada lagi? Masih banyak. Beberapa diungkap oleh Khrisna Pabichara dalam bagian diskusi yang kurekam dalam Vlogue di bawah.

  • 21/04/2014