Merasakan Tuhan

Kesadaran akan keberadaan Tuhan sangat menentukan perilaku seseorang. Orang yang menyadari, bahkan merasakan, kalau eksistensi Tuhan itu menembus ruang dan waktu, ia tak akan berani melakukan sesuatu yang merugikan dirinya. Apalagi merugikan orang lain.

Orang yang seperti itu selalu yakin, kapanpun, di manapun, Tuhan selalu menyertainya. Bahkan ketika ia baru berniat mengentit uang rakyat, ketika itu juga ia yakin tentang Tuhan, insya Allah, niatnya itu tak bakalan jadi ia lakukan. Kesadaran akan keberadaan Tuhan, adalah kekuatan hati yang dapat menyelamatkan seseorang dari perbuatan tak terpuji.

Dulu, ketika usahaku bangkrut dan terlilit hutang dengan Bank, aku sempat patah arang karena tak punya lubang untuk melunasi hutang. Kuajak temanku untuk merampok. Temanku ikut saja. Sampai di depan ATM di Mangga Dua Mall, kuincar seorang perempuan muda. Ketika aksi hendak kumulai, temanku bilang, “Mending lu istighfar, Te!“. Kontan saja aku mengajaknya pulang, kubatalkan rencana bego itu. Beberapa hari berselang, Tuhan punya cara terbaik hingga aku dapat melunasi hutang yang melilit kehidupanku.

Temanku yang lain pernah bertanya, “Kenapa orang yang setiap hari rajin berceramah, profesinya menasehati orang lain, tega melakukan fitnah terhadap tetangganya sendiri? Padahal setiap hari orang itu dekat dengan Tuhan!” Aku tak bisa menjawab tanya temanku ini. Aku hanya memikirkan, kedekatan seseorang dengan Tuhan tak cukup dilihat dari penampilan dan profesi. Di jalan, banyak kutemukan orang yang biasa saja, tapi tetap dekat dengan Tuhannya.

Seorang tukang gorengan di depan Mall di Cilegon, pernah kutanya tentang keadaan hidupnya. Apakah penghasilannya dari menjual gorengan, cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang istri dan 4 orang anaknya. Orang tua itu bilang, kalau memikirkan keinginan, berapapun uang yang ia miliki tak akan cukup. karena itu, ia tak mau punya keinginan macam-macam. keinginannya disesuaikan dengan penghasilannya. Ia yakin rejeki Tuhan yang atur. Buktinya, ia pernah sanggup membeli sepeda dan TV untuk anak-anaknya. Rejeki tidak hanya datang lewat menjual gorengan.

Kusaksikan, penjual gorengan itu memiliki kesadaran akan keberadaan Tuhan. Ia amat yakin bahwa Tuhan tak akan menelantarkannya. Ia yakin kalau Tuhan dapat memberikan rejeki dengan cara yang tak terduga. Tapi bukan berarti ia mau menunggu rejeki dengan berdiam diri. Ia tetap berusaha mencari rupiah dengan berjualan. Itulah Tauhid orang biasa.

Kita tak bisa melihat kedekatan seorang hamba dari penampilannya yang lusuh, dari profesinya yang bukan ustadz. Dan memang, sebagai sesama ciptaan, kita tak perlu mendeteksi sejauh mana kadar tauhid orang lain.

  • 16/05/2009