Mencari Orang Madura di Ambon

Ada apa dengan orang Madura? Kenapa aku mencarinya? Kenapa pula aku mencari orang Madura di Ambon? Kuceritakan pengalaman “nggak penting” pada suatu malam di Kota Ambon. Malam ketika tubuhku menggigil karena demam. Saat itu sudah jam 09.20 malam Waktu Indonesia Timur. Pantas aku merasa lapar. Aku mengharapkan makanan yang dapat membuatku lebih hangat dan semangat menyantapnya. Sop Kambing Madura rasanya pilihan yang tepat. Dapatkah kutemukan orang Madura yang jualan Sate/Sop Kambing di Kota ini?

Aku segera keluar hotel LeGreen di Jalan Sam Ratulangi. Setiap malam di sepanjang tepi jalan itu berjejer pedagang makanan. Rata-rata mereka adalah orang Surabaya atau Lamongan yang menjual makanan laut, pecel lele, ayam goreng. Eh, ternyata ada juga orang Madura tapi ia jualan ikan bakar. Aku sempat mencicipinya malam kemarin. Ikan Lema bakar adalah menu yang kunikmati dengan harga 35 ribu perak. Tapi itu kemarin. Malam ini aku tetap inginkan Sop Kambing khas buatan orang Madura, yang so pasti sangat kusukai. 

Ikan Lema Bakar rupanya enak juga. Di Jakarta ikan Lema adalah ikan Kembung

Ikan Lema Bakar rupanya enak juga. Di Jakarta ikan Lema adalah ikan Kembung

“Di sini yang jual sate/sop Madura di mana, mbak?” Tanyaku kepada si Mbak orang Madura yang jualan Ikan Bakar. Ia diam mengingat-ingat sesuatu.

“Coba jalan ke arah Masjid Al-Fatah, terus ke kiri sampai ke arah Masjid An-Nur. Kayaknya di sekitaran situ ada yang jualan Sate atau Sop Madura.” Jawabannya sama persis dengan jawaban Almas di Whatsapp.

Ya, sudah. Aku pun mengikuti sarannya. Kulanjutkan perjalanan menelusuri jalan Sam Ratulangi sampai ke tikungan Masjid Al-Fatah, belok kiri. Sepanjang trotoar jalan di Kota ini rupanya banyak sekali penjaja makanan sejenis, warung-warung tenda kutemui setiap beberapa langkah. Rata-rata berjualan nasi dengan lauk-pauknya. Ada warung tenda Lamongan, Surabaya, Semarang, dan lain-lain yang tak menuliskan nama daerah penjualnya di sablonan spanduk yang menjadi penanda warung tenda mereka. Paling banyak yang kutemui adalah warung yang menyediakan ikan bakar. Sepertinya menu ikan bakar atau makanan laut lainnya seperti cumi dan udang.

ambon makan (4)

Setiap sudut yang kulewati, kuperhatikan. Tak kutemukan warung sate/sop Madura. Hm, kenapa susah sekali mencari makanan ini, hingga aku sampai di ujung jalan di sebelah Masjid An-Nur di Jalan Diponegoro. Di sekitar Tugu Trikora pun yang kutemukan hanya makanan yang sama seperti yang sudah kulewati sejak dari depan hotel LeGreen. Aku belok kiri ke jalan Imam Bonjol. Aku berhenti di depan Kopi Joas. Aku pernah ngopi bareng Almas di situ. Aku mulai berpikir apakah ngopi saja? Ah, tidak. Aku butuh Sop Kambing.

Atau, apakah lebih baik aku mampir saja ke Paparisa Ambon Bergerak? Dari depan Kopi Joas, ke Paparisa tinggal nyebrang dan menelusuri jalan DR. Setiabudi maka sampailah aku ke Paparisa, sebuah basecamp anak muda Ambon yang amat inspiratif. NET TV sempat meliput mereka beberapa pekan yang lalu. Tadi sore bahkan MetroTV juga meliput mereka untuk program 360. Tetapi aku batalkan rencana ke Paparisa. Aku yakin banget kalau di situ tak akan kutemukan makanan yang kucari. Yang kutahu, Paparisa Ambon Bergerak jarang punya makanan yang enak-enak. Di situ lebih banyak ide kreatif ketimbang makanan, hahaha….

Ya sudah. Aku lanjutkan perjalanan jalan Jay Paays lalu belok kiri ke arah Lapangan Merdeka. Siapa tahu ada tukang Sate/Sop Madura di sekitar sana. Kusadari jika aku lanjutkan berarti aku akan berkeliling di malam gerimis ini hingga kembali ke tempatku menginap, hotel LeGreen. Gak papalah sekalian pulang, pikirku.

ambon makan (1)

Ah, sampai di antara Lapangan Merdeka dan Kantor Pemerintah Kota Ambon, tak kutemukan orang Madura yang kucari hingga di sepotong jalan A. Y. Patty kubaca sebuah plang bertuliskan MADURA. Akhirnya! Aku pun mempercepat langkah sampai terbaca tulisan kecil setelah melingkar di atas tulisan MADURA itu. Ternyata…

ambon makan (5)

Aku ngakak sendirian. Mau makan Sop Kambing dapatnya malah Pangkas Rambut. hahaha… nasib!

Kulanjutkan perjalanan dengan berbelok ke jalan Coklat lalu melintasi gang sebelum jalan Sam Ratulangi. Di situ lebih banyak para penjual dan penyuka batu sedang asyik mengamati dan ngobrol tentang batu-batu andalan mereka. Ada yang kudengar dari obrolan mereka kalau batu yang sedang hit saat ini adalah Bacan Doko. Entah seperti apa batu itu, aku tak mengerti dan tak memahami perbincangan tentang batu.

Sepintas aku nyengir sendiri. Mau cari sop kambing Madura dapatnya malah Tukang Pangkas Rambut dan kini jejeran para penjual dan pengrajin batu. Ah, tanggunglah kalau begitu aku lanjut saja hingga belok kanan di ujung “Jalur Batu Akik” itu. Akhirnya aku menyerah. Aku duduk di sebuah warung makan dekat dengan hotel tempatku menginap. Aku pesan nasi uduk, telor dadar, tahu dan tempe goreng. Tak lupa segelas teh manis panas. Ya, akhirnya aku makan di warung yang kulewati sejak pertama melakukan pencarian ini. Warung makan Lamongan! Mau ke Madura eh akhirnya nyasar ke Lamongan. Mau makan sop kambing Madura akhirnya harus ikhlas menyantap nasi dengan menu telur dadar, tahu, dan tempe goreng. Cukuplah.

ambon makan (3) (Small)

jalan malam cari makan di ambon

Inilah jalur yang kulintasi saat mencari tukang Sop Madura. Lumayan juga setelah kuhitung dengan bantuan google maps. ternyata aku menempuh perjalanan sepanjang 2.38 Kilometer.

  • 03/07/2015