Logika Jalanan

“Gue cinta Indonesia. Nggak tau Indonesia cinta gue apa nggak.”
– Ho, Pengamen Jalanan

Boleh jadi selama ini kita memandang orang jalanan yang hinggap di kolong jembatan merusak pemandangan, mengancam keamanan, bahkan bagi beberapa orang mereka harus disingkirkan. Kalau menurut kamus kamtibmas bukan disingkirkan, melainkan ditertibkan. Apalah. Terserah penguasa punya bahasa.
Cara pandang kita yang berjarak terhadap kaum gelandangan akan berubah saat menyaksikan adegan pembuka film Jalanan. Mata kamera merekam keindahan kehidupan kolong jembatan merepresentasikan mata Boni, sang penghuni. Narasi Boni tentang kehidupan kolong jembatan bagaikan cutter yang membelah lapisan pikiran kita selama ini.
Film Jalanan, mendokumentasikan kehidupan nyata 3 pejuang yang sebenarnya. Boni, Titi, dan Ho. Dari ketiganya kita dapat menyerap kenyataan yang sering kita saksikan dalam perseliweran hidup, secara lebih bijak yaitu melalui mata mereka.

Boni punya filosofi bagaimana menjalani hidup secara jantan. Ia mengakhiri kisahnya dengan berdiri termenung. Pasrah menerima pembongkaran “Hyatt” ciptaannya sendiri.

Titi punya target atas ragam kepahitan yang membesarkannya. Selembar ijazah Paket C adalah pencapaian atas kegigihannya.

Ho punya cara sendiri mewujudkan ideologi cinta untuk menghidupkan hidup.

Film yang digarap Daniel Ziv selama 5 tahun ini bukan rajutan fiksi yang direalistikkan tetapi sebuah pemaparan kenyataan yang kadang kita anggap fiksi belaka.
Mereka yang hidup di jalanan punya kejujuran dalam merespon keadaan sekitar. Mereka punya kejelian dalam menyaring mana informasi yang bisa diikuti dan mana yang tidak.

Misalnya saat menyaksikan ceracau para politikus di tengah demo. Ho menyatakan, “Bullshit itu. Mereka teriak-teriak bukan karena peduli tetapi karena nggak kebagian!”

Apakah cuma Ho yang sinis menyikapi ceracau politikus? Kuyakin tidak. Ho merepresentasikan ketidakpercayaan rakyat yang selama ini namanya sering dicatut dan kenestapaannya kerap dijadikan proyek bahkan oleh wakilnya sendiri di Parlemen dan Pemerintahan.
Jalanan bukan seperti film Indonesia kebanyakan. Seperti para ketiga bintangnya, film Jalanan bagaikan anak gelandangan di tengah perseliweran kaum borjuis. Kuperhatikan peminat film ini tak sebanyak film lain yang ditayangkan jejaring bioskop. Bahkan sang penggarap film ini pun harus mengiba perhatian khalayak agar mau menontonnya. Seperti lazimnya rakyat Indonesia yang kerap menghibur nestapanya sendiri, menyembuhkan lukanya sendiri. Sedangkan para pengunjung bioskop seperti pengendara mobil mewah yang melirik was-was ketika bocah pengamen beraksi dekat perhentian kendaraan. Hanya sedikit orang yang berempati membeli karcis dan mendapatkan pencerahan dalam studio yang memutar film Jalanan.

JALANAN Theatrical Trailer from JALANAN Movie on Vimeo
Boleh jadi pekan ini film Jalanan akan tergeser dari bioskop karena logika bisnis. Yang belum sempat menonton (saat catatan ini kutulis, di Jakarta hanya tersisa di Studio XXI Blok M Square saja) hanya dapat berharap dari program nonton bareng di beberapa daerah yang masyarakatnya tak mampu menjangkau bioskop. Syukur-syukur kalau DVD resminya beredar. Atau jika memang tergerak, bisa juga saweran untuk melancarkan berbagai rencana tim Jalanan. Saweran saja melalui Fundraising Jalanan.
Begitulah Jalanan. Sikap, laku, dan nyanyian yang kita saksikan adalah kenyataan yang tak akan mati di negeri ini. Mereka yang hidup menggelandang akan tetap menjadi bagian dari potret butut sebuah negeri para penganut korupsi.

Apakah orang-orang jalanan akan langka ketika negeri ini sejahtera? Aku termasuk orang yang menjawab tidak.

Sekaya apa pun Indonesia, hanya akan makin mengayakan para penguasa dan anteknya dan makin meminggirkan orang-orang yang terpaksa menggelandang karena kemiskinan yang memenjarakan mereka.

Film ini sepantasnya ditonton oleh para anggota Dewan, Kabinet, Presiden dan para anteknya, agar mereka sadar bahwa selama ini mereka tak berbuat apa-apa bagi rakyatnya. Mereka hanya memikirkan bagaimana cara merebut kekuasaan dan melanggengkannya. Asu!

jalanan quote mt

all picture: dokumentasi jalananmovie

  • 05/05/2014