Koruptor dan Hukuman Malu

Indonesia adalah negara yang di dalamnya terdapat banyak entitas yang masing-masing punya kekuasaannya sendiri. Presiden punya kuasa, ah memang seharusnya begitu. Gangster, yang boleh jadi di dalamnya -maupun terpisah dan berdiri sendiri- terdapat oknum anggota Parlemen, Tentara, Polisi, Preman, Buruh, Bandar, Pengusaha, semuanya mempunyai daya kuasa yang kuat dan boleh jadi kadang saling berbenturan di antara mereka. Bagaimana dengan korupsi? Inilah yang harus kita maklumi bersama, bahwa di antara banyak entitas yang memiliki daya kuasa, korupsi merupakan jejaring yang kekuasaannya lebih besar. Korupsi dapat menguasai masing-masing “penguasa” yang saya sebut di atas. Namun hebatnya, korupsi justru dapat mempersatukan mereka jika terjadi pertemuan kepentingan. Paling tidak, mereka bersatu untuk diam, bersatu untuk membungkam kejujuran.

Tetapi harus kita akui pula bahwa pemerintah sejak zaman Orde Lama, Orde Baru, Orde Koalisi, tetap beritikad baik untuk memberantas korupsi. Sebagai bukti komitmen atas keterlepasan omongan itulah akhirnya dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang didukung dengan sederet Undang-Undang tentang korupsi dan turunannya. Fungsi, tugas, dan wewenang KPK sudah sangat jelas termaktub dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

 

Dari sudut pandang dunia preman (gangster), keberadaan KPK rupanya menambah jajaran entitas penguasa. Tentu saja sebagai “orang baru” pimpinan KPK bisa saja dianggap remeh, dikucilkan, dibenci, bahkan bila perlu dibujuk. Jika tak bisa dibujuk, ya harus dijebak. Itu adalah permainan yang biasa terjadi di kalangan gangster, mulai dari kelas anak tongkrongan di ujung gang hingga gangster kelas kakap yang berkemampuan menekan pemimpin negeri, pemimpin daerah, pemimpin proyek, untuk menjamin kelancaran dan keamanan bisnis mereka.

Dari satu sudut ini saja, sepertinya berat sekali menjadi ketua KPK. Namun seberat apapun tugas dan resikonya, ketua KPK harus tetap berkeras hati untuk membuktikan tanggung jawabnya, dengan menyadari bahwa di antara ragam tekanan, ancaman, bujukan, bahkan jebakan, masih ada satu kekuatan lagi yang harus diindahkan, yaitu kepercayaan publik. Bagaimana pun kepercayaan rakyat Indonesia harus dipandang lebih tinggi kemuliaannya dibandingkan dengan kepercayaan presiden, DPR, klien, kroni, teman main golf, dan gangster. Karena seberat apapun resiko sebuah tugas, martabat negara sebagai negara yang bersih dan jujur berada di tangan kita semua, terutama ketua KPK.

Memuliakan martabat negara dan kepercayaan publik itulah yang mesti selalu diingat oleh siapa pun yang menjadi Ketua KPK. Begitu pun dengan saya. Andai menjadi Ketua KPK, dua hal tersebut menjadi spirit untuk menunjukkan hasil yang nyata. Bagi saya pekerjaan KPK harus berorientasi kepada hasil, bukan kepada proses. Sebab serumit apapun prosesnya, sekonsisten apapun kita dalam menjalankan prosesnya, tetap hasil adalah yang menentukan apakah kita dipercaya atau tidak.

Agar dua spirit tadi tetap terjaga, saya harus memandang setara siapa pun orang yang terhubung. Terutama mereka yang masih aktif dalam pemerintahan, termasuk presiden. Ketidaksanggupan memandang setara, boleh jadi akan membuat saya takut untuk bersikap yang sebagaimana-mestinya. Begitu pula terhadap orang-orang di Republik ini, yang sudah tak lagi menjabat tugas apa pun, tak lagi aktif sebagai Tentara maupun Polisi, juga harus dipandang setara. Jika tidak, orang-orang yang sebenarnya masih punya pengaruh dan pengikut yang cukup diperhitungkan ini bisa saja melakukan makar terhadap saya sebagai ketua KPK.

Sebagai Ketua KPK, saya akan membuat akun twitter yang terpisah dari akun pribadi. Ini penting, agar apa yang dikicaukan di linikala tak disalahduga dan disalah-tuduhkan. Jika sekarang akun pribadi saya @mataharitimoer boleh jadi khusus untuk urusan KPK, saya akan membuat akun @MTketuaKPK, biar jelas bagaimana opini pribadi dan respon sebagai orang KPK. Saat melakukan kultwit pun jadi jelas posisi saya sebagai pribadi atau Ketua KPK. Dan yang pasti, tak akan pernah ada urusan pribadi atau pun kegalauan yang saya tulis dalam akun @MTketuaKPK. Akun tersebut hanya untuk melakukan percakapan bersama follower seputar pekerjaan, interaksinya, dan resikonya. Titik.

Siapa pun ketua KPK yang menjabat setelah 2015 nanti, harus konsisten menjalankan Road Map KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia Tahun 2011-2023, sebagaimana dipublikasikan sebagai rencana strategis KPK saat ini. Dalam Road Map tersebut jelas sekali seperti apa rencana strategis KPK hingga 2023. Sistemnya jelas, pondasi jelas, tujuan jelas, bahkan indikator keberhasilannya pun terukur. Karena itu dipandang perlu untuk terus menindaklanjuti dan mengupdate Road Map KPK tersebut.

Di luar kesibukan pekerjaan, sebagai Ketua KPK saya akan aktif melakukan kampanye atau Road Show Anti Korupsi. KPK harus turun ke lapisan masyarakat yang paling marjinal sekalipun. Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan publik dan mencerahkan mereka tentang korupsi dan jejaringnya. Jika masyarakat “melek” tentang korupsi, tinggal tunggu saja budaya anti korupsi akan menjadi satu hal yang dijaga bersama.

Selain kampanye dalam bentuk kunjungan ke pelosok dan kopdar bersama komunitas daerah, sebagai ketua KPK saya akan mengusulkan kepada kementerian terkait agar memasukkan unsur pendidikan korupsi dalam kurikulum pendidikan, misalnya dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaran, Agama dan Budi Pekerti, PLH, agar sejak dini generasi kita sadar, paham, dan anti terhadap korupsi. Bahkan bila perlu ciptakan mata pelajaran khusus tentang korupsi di Indonesia. Sejak dini anak bangsa harus mengerti seperti apa korupsi dan segala aspek yang terjadi di dalamnya.

Boleh jadi dengan cara yang saya paparkan tadi KPK menjadi lebih kuat, Anti Korupsi menjadi budaya masyarakat, dan kekuatan negatif para gangster yang kerap merecoki tatanan negara ini semakin merasa tak aman karena satu persatu dari mereka yang terlibat dalam jejaring korupsi menemui ajal di penjara. Bukan, bukan dihukum mati, tetapi dihukum malu karena setelah terbukti korupsi, KPK akan menampilkan profil para penjahat ini di ruang publik, baik online maupun offline. Ya, menurut saya koruptor harus mati karena tersiksa oleh rasa malu tujuh turunan.

 

 

  • 14/11/2012