Kegelisahan Blogger

Ada kegelisahan tersendiri di kalangan blogger. Satu entitas asyik dengan kecenderungannya mendulang uang lewat media blog dan jejaring sosial, entitas lainnya gelisah melihat menipisnya kepedulian blogger atas lingkungan dan permasalahan sosial budaya dimana mereka hidup. Kegelisahan itu kubincangkan bersama teman blogger saat seperjalanan.

Chandra Iman Winata. Kulihat ia menunggu antrean bis Agramas jurusan Bogor-Lebak Bulus. Aku yang juga akan naik bis yang sama, berusaha mendapatkan tempat duduk di sebelahnya. Kenapa kukejar?

Aku menghormati prinsip dan perangainya selama mengenalnya. Pertama kali pindah ke Bogor, ialah orang pertama yang memberikanku banyak pengalaman tentang geliat komunitas di Kota Hujan. Pendiri komunitas I Love Bogor ini adalah pemantik semangat dan ide segar bagiku. Komunitas Blogger Bogor yang pernah kupimpin (2010-2012), merupakan prakarsanya bersama para pendahulu lain yang entah bagaimana nasibnya sekarang. Di antara para pemula Blogger Bogor, Chandra adalah salah satu yang masih konsisten di jalur social media hingga kini. Boleh dibilang, ia menghidupi keluarganya dari pergulatannya dalam dunia online.

Kembali kepada kegelisahan seorang blogger. Ia mengutarakan keprihatinannya tentang blogger muda yang terjebak dengan kecenderungan blogging for money. “Kita memang butuh uang, tetapi bukan itu tujuan dasar ngeblog. Blog awalnya dibangun sebagai media personal, tempat kita menuliskan apa yang kita alami, kita gelisahkan, kita gagas, dan perubahan yang kita impikan.” Ungkapnya.

chandraimanMenurut Chandra, kurang asyik saat kita blogwalking ke suatu blog, jika recent post-nya melulu review produk. Sepantasnya blogger bisa mengimbangi antara tulisan berbayar dengan tulisan lain yang inspiratif, atau pun menghibur. Ia mengulas pengalamannya berdialog dengan blogger dari Philipina, yang datang ke Solo untuk mempromosikan tujuan wisata di negaranya melalui media blog. Chandra tersentak mendengar paparan teman dari phliliphina itu. Ia tercenung, seberapa banyak blogger kita yang mengenal dan mencintai kekayaan budaya di lingkungannya sendiri? Seberapa banyak blogger yang menulis tentang keadaan di daerahnya masing-masing? Ia juga menceritakan obrolannya dengan blogger dari Malaysia. Ada agenda yang sebenarnya lebih penting untuk ditindaklanjuti oleh sesama blogger se-Asia Tenggara. Umpamanya tentang kebebasan berekspresi dan kepedulian antar sesama netizen sekawasan Asteng.

Obrolan dengan Chandra memantik kegelisahan yang lama kuendapkan. Pertemuan dengannya dalam perjalanan pagi tadi bagai bara yang kembali menyala.

Blogger kita memang banyak. Menurut data yang pernah ditayangkan Film Linimassa 2 (ICT Watch, 2012), ada sekitar 3.3 juta blogger. Andai jumlah sebanyak itu tergerak untuk menulis berbagai potensi maupun masalah yang ada di negeri ini, satu postingan saja seminggu, berarti akan tercipta 3 juta lebih tulisan tentang Indonesia. Jika seminggu kita menulis 1 topik tentang potensi wisata di daerah masing-masing, akan banyak tulisan tentang kemolekan negeri ini dalam seminggu saja. Begitupun jika semua menulis tentang korupsi, pengekangan kebebasan berekspresi, satir politik, dan semacamnya, terbayangkah?

Saat ini beruntung masih bisa kita temui beberapa blog yang isinya tak melulu pesanan brand. Masih ada juga blog traveling, kuliner, dan humanisme yang mengangkat cinta negeri dan menginspirasi. Masih ada satu-dua blog yang berisi otokritik tentang perblogan Indonesia, UKM, membela rakyat tertindas di pelosok Indonesia, menggalang bantuan bencana, dan mengeratkan jalinan sesama netizen dalam lingkup regional.

Memang kita tak berharap semua blogger seragam. Keragaman justru merupakan kekayaan intelektual kita. Tapi apakah harapanku untuk 3 juta blogger di atas hanya utopia? Atau memang kita yang belum mau kembali membangunkan kekuatan blogger yang mengantuk dalam comfort zone?

 

Author: MT

4 thoughts on “Kegelisahan Blogger

  1. thanks sudah dibuatkan postingan kang, bisa saya gunakan sebagai pengingat 🙂

Leave a Reply to fery darmawanCancel reply