Karungut, Sastra Klasik Dayak

 

Langkahku terhenti saat mendengar petikan dawai kecapi dan suara lirih sang pelantun pantun klasik khas Suku Dayak. Aku segera menghampiri 4 anak muda yang memainkannya, mengambil gambar, dan berbincang, usai mereka menuntaskan serangkai syair kebijakan yang merupakan kesenian khas Suku Dayak di Kalimantan Tengah.

Keempat anak muda itu berasal dari sebuah Kabupaten di Kalimantan Tengah: Murung Raya. Mereka bernama Kia, Jojo, Widu, dan Supri. Widu dan Jojo berasal dari Kabupaten Murung Raya, tepatnya di daerah Laas, Uut Murung. Di tempat asalnya itulah, terdapat Tugu Khatulistiwa, yang aku jejaki sehari sebelum bertemu mereka.

Karungut yang kusaksikan ini dimainkan dengan alat musik tradisional. Kia menabuh gendang, Jojo dan Widu memainkan Kecapi sekaligus sebagai vokalis. Sedangkan Jojo memukul Gong. Perpaduan suara vokalisnya yang khas dan alat tradisional itu menarik sekali.

Lantunan syair yang disuarakan oleh Widu dan Jojo merupakan sastra lisan berupa pantun. Pantun tersebut mengisahkan syair-syair kebajikan dengan meramu bermacam legenda, nasihat, teguran, dan peringatan mengenai kehidupan sehari-hari. 

Kadang Karungut dinyanyikan ibu-ibu suku dayak saat menidurkan anaknya. Semacam indung-indung kalau di Jawa. Hanya suara saja tanpa alat musik, sebagaimana kalau Karungut dimainkan untuk upacara adat, seperti menyambut tamu dan perhelatan lainnya. [1]

Selamat menyaksikan rekaman singkat Karungut, yang kusimpan di VLOGUE.

  • 03/06/2013