Jalani dan Maknai

Kepemimpinan adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan. Hampir dalam segala urusan, memerlukan peran pemimpin. Mulai dari sekelompok bocah pencuri mangga sampai dengan sekelompok orang yang mengurus negara, pasti ada sosok pemimpin di dalamnya.

Apakah keberadaan pemimpin harus diresmikan? Dalam konteks berorganisasi keberadaan pemimpin perlu diresmikan dengan tata cara yang disepakati bersama. Dalam sebuah komunitas, sosok pemimpin tak selalu harus dipilih dan diresmikan secara formal. Ada juga sekumpulan orang yang memilih pemimpinnya secara natural, misalnya saja sekelompok bocah pencuri mangga. Mereka secara alamiah akan menjadikan satu orang yang paling diandalkan sebagai pemimpinnya. Meskipun mereka tak pernah mendeklarasikan bahwa si Anu adalah pemimpin kami. Meminjam istilah yang dipopulerkan oleh kang WKF (wongkamfung), kepemimpinan natural disebut pemimpin tanpa singgasana.

Kepemimpinan natural tak harus dibangun berdasarkan teori-teori yang menjadi pemahaman lazim dalam dunia manajemen. Meskipun ada manfaatnya, tetapi kita tak harus memahami prinsip-prinsip kepemimpinan. Meskipun akan sangat berguna, tetapi kita tak selalu harus membuka buku-buku tebal tentang Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC). Kepemimpinan natural biasanya berjalan apa adanya. Tak perlu diatur-atur harus begini-begitu.

Pemimpin yang dibentuk secara natural dapat dicocokkan pada dua prinsip: Jalani dan Maknai. Jalani hidup bersama, jalani peran yang dipercayakan banyak orang. Maknai kenyataan dengan kesadaran hubungan sebab-akibat, dan maknai isyarat penanda zaman. Berdasarkan  dua prinsip itulah kepemimpinannya bergerak.

Orang-orang yang ditakdirkan menjadi pemimpin natural biasanya memiliki prinsip yang rada sama: atur diri sendiri sebelum mengatur orang lain. Pemimpin yang seperti ini biasanya akan menjalankan kehidupannya sebagai pemimpin secara merdeka. Ia akan mendisiplinkan dirinya sendiri sebelum mendisiplinkan dan atau didisiplinkan orang lain.

  • 02/07/2012