Ah, Jokowi

Adalah sebuah aksioma bahwa proses poli-trik politik yang mereka rekayasa tak pernah benar-benar demi rakyat.

image

Selamat Ulang Tahun, Indonesia!

Sejak dilantik sebagai presiden ketujuh, berbagai perubahan mulai terlihat di negara ini. Bukan cuma perubahan yang baik dan adem ayem, tetapi juga perubahan yang mendulang pro-kontra. Mereka yang sejak awal tak menyukai Jokowi tak berhenti menebar caci-maki. Ada juga di antara mereka yang waktu kampanye pilpres mendukung Jokowi, kini mulai skeptis dan lebih banyak diam. Sempat timbul seruan: Jokowi harus diturunkan.

Di beberapa kelompok bisik-bisik terdengar kabar Jokowi sebaiknya dipecat. Mestikah Jokowi dipecat? Apakah penurunan Jokowi sebagai Presiden menjamin kehidupan di Indonesia akan lebih baik? Apakah pengganti Jokowi bisa menurunkan harga BBM, tarif dasar listrik, tarif angkutan umum, meningkatkan nilai Rupiah atas USD, dan meningkatkan harga tomat?

Di sinilah para penyeru penurunan Jokowi sebagai Presiden RI ketujuh, sesekali disarankan menyehatkan ingatannya. Ingat kembali drama pemakzulan Gus Dur, apakah mengubah keadaan? Ingat lagi saat Megawati memimpin (gue sebel namanya harus gue tulis di blog ini), apakah kehidupan rakyat jelata, yang selalu dijadikan alasan kepedulian mahasiswa dan para politikus pro Mega, merasa dibela dan merasakan kesejahteraan? Apakah zaman SBY nasib rakyat membaik?

Ingatlah bahwa pergantian presiden di negara ini cuma permainan politik saja. Kita seringkali disulut kebencian supaya selalu membenci pemerintah tanpa bisa melakukan kritik dan pekerjaan yang dapat langsung kita lihat manfaatnya untuk rakyat yang sebenarnya. Itu yang membuatku sejak dulu, enggan diajak untuk proyek pemakzulan. Terhadap Megawati dan SBY sekalipun, dua Presiden yang tak kusukai. Kita disibukkan mengisi halaman media sosial dengan umpatan dan hinaan terhadap pemerintah. Padahal akan lebih baik jika kita bekerja saja sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas.

Entah sampai kapan kita dipermainkan oleh tikus-tikus busuk yang berpolitik. Sesungguhnya kehidupan kita (rakyat) amat berbeda dibandingkan dengan mereka para politikus dan petinggi negeri. Kita hidup di dua dunia yang berbeda dengan mereka. Adalah sebuah aksioma bahwa proses politik yang mereka rekayasa tak pernah benar-benar demi rakyat.

Ini bukan berarti mereka bohong. Para politikus dan siapa saja yang terlibat dalam perebutan kekuasaan tak pernah berbohong kepada rakyat. Kenapa kukatakan begitu, karena dari zaman ke zaman mereka memang tak pernah bekerja untuk rakyat. Ini bukan soal kebohongan. Lihat saja para petani yang tanahnya leluhurnya diancam orang-orang Proyek Semen. Lihat saja petani tomat yang dipaksa menjual 200 perak sekilo. Jadi ini bukan soal kebohongan. ini adalah soal kelicikan memanfaatkan kesengsaraan rakyat sebagai pendorong nafsu politik saja. Soal kenyataan bahwa pelahap kekuasaan tak pernah bekerja untuk rakyat. Tak pernah!

  • 16/08/2015