Demi Kepentingan Bangsa

“Selama ini bangsa kita makin miskin. Karena itu, kami membentuk koalisi besar ini untuk memberantas kemiskinan bangsa. Ini hanya demi kepentingan bangsa!” Kata juru bicara dari sekelompok elite partai yang berkoalisi. Mereka adalah orang-orang yang masing-masing memiliki sejarah konflik terhadap rekan-rekan yang duduk di sebelahnya. Konflik lalu rekonsiliasi biasa terjadi dalam ranah politik.

Beberapa hari berselang, dua orang dari koalisi besar itu memisahkan diri dan membentuk koalisi berdua saja. “Demi kepentingan bangsa, kami berkoalisi. Melupakan konflik yang pernah terjadi di antara kami. Kami bersatu karena kami lebih peduli dengan masa depan bangsa kita”, kata pasangan koalisi yang dikenal selama ini perang dingin setelah konflik antara mereka 5 tahun yang lalu. Dalam berpolitik, musuh bisa menjadi teman, teman bisa menjadi lawan atau korban. Semua itu terjadi demi “kepentingan bangsa”.

Demi kepentingan bangsa, partai kami memilih berkoalisi dengan partai yang berkuasa. karena ada kesamaan prinsip yaitu dari sisi religius.” Itu kata salah seorang petinggi partai di negeri ini. Mereka menentukan koalisi partainya dengan partai berkuasa, yang juga mendapatkan persentase kemenangan yang paling besar.

“Wah-wah, kami benar-benar terkejut ketika pak Capres mencalonkan Cawapres bukan dari partai kami. Kami merasa dikhianati. Karena itu, demi kepentingan bangsa, kami keluar dari koalisi ini!” Kata salah seorang anggota partai yang sebelumnya menyatakan berkoalisi dengan partai yang dipimpin oleh presiden berkuasa.

Semua bicara demi kepentingan bangsa. Semua beralasan demi kepentingan bangsa. Bangsa yang mana? Siapakah bangsa itu? Bangsamu sendiri, kelompokmu sendiri? Bukankah mereka hanya mempertimbangkan kalkulasi kursi di parlemen dan kabinet saja?

Ini yang perlu diketahui banyak orang bahwa persepsi kita dengan para petinggi negara dan makelar politik tentang BANGSA amat berbeda. Bangsa bagi mereka adalah sebuah singkatan dari Bangku dan Kuasa. Pahamlah jika mereka selalu menyatakan demi kepentingan bangsa karena memang satu-satunya yang mereka pikirkan hanya jatah bangku kekuasaan, di mana pun di birokrasi pemerintahan maupun parlemen. Tak masalah menjadi partai oposisi sekalipun, yang penting kebagian bangku karena satu bangku, harga dan fasilitas tambahan lainnya amat mahal. Bagi manusia durjana, hidup sebagai anggota parlemen merupakan kenikmatan yang tak boleh tergantikan.

Bukan! Demi kepentingan bangsa, aku tidak sedang menyamaratakan bahwa semua Anggota Dewan adalah bandit durjana. Aku juga tidak mau menuding bahwa semua orang yang hidup dalam jaringan kekuasaan adalah pelacur berhati iblis. Aku juga tak mau berburuksangka bahwa kaum agamawan adalah malaikat beraroma jamban. Tidak. Aku tidak sedang menyamaratakan mereka seperti itu. Aku sadar bahwa di antara manusia yang kusebutkan tadi, tetap ada yang memiliki hati yang lurus, empati yang jujur, dan kesetiaan kepada bangsa yang sesungguhnya. Namun mereka ini jumlahnya hanya sedikit dan tak berdaya untuk mengubah lingkaran setan kekuasaan.

Demi kepentingan bangsa. Sepertinya bangsa ini benar-benar dikuasai oleh gangster. Setiap presiden akan direcoki oleh para pendendam, barisan sakit hati, ataupun outsiders yang masih bertaji dan berpengaruh dalam menggerakkan pasukan bersenjata maupun pembunuh bayaran (sniper). Belum lagi recokan para politikus yang berdebat, memprotes, koar-koar, menggalang demo hanya demi proyek politik berbayar. Dalam konteks media social, mereka tak ubahnya seperti buzzer yang dibayar untuk bikin riuh lini kala. Mereka berlaga paham politik padahal hanya seonggok daging yang amat mudah dan murah untuk dipolitisasi.

Kapankah bangsa ini dipimpin dengan kedamaian? Kapan negeri ini dikelola bersama oleh para manusia berbudipekerti dan kuat hati dalam menghadapi para gangster yang tak tersentuh, (the untouchable) agar benar-benar ungkapan demi kepentingan bangsa menjadi nyata?

  • 28/11/2012