Break Off Medsos

Lantaran ingin bebas dari provokasi dan sebaran kebencian, temanku berencana menutup akun facebook-nya. memang boleh jadi kedamaian terasa tatkala menyepi dari jagad medsos, Namun, apakah di luar medsos kamu yakin tak akan menemukan perseteruan serupa? Boleh jadi kita bebas dari kericuhan di Facebook, akan tetapi apakah tak akan kecipratan di Twitter, Path, G+, Whatsapp, Telegram, dan sebagainya? 

Memang benar, bagi mereka yang baik-baik saja, perseteruan politik dengan balutan agama dan suku di medsos kian terasa menyebalkan. Teman yang dulu santun bertuturkata tiba-tiba berubah menjadi penyebar caci-maki. Teman-temannya yang berbeda pendapat dianggap lemah iman bahkan kafir. Ya, contoh tersebut memang menyedihkan, tetapi apakah akan kita biarkan teman yang dulunya santun itu hidup dalam lingkungan yang penuh kebencian dan merasa perbuatannya benar? Akankah kita biarkan ia menuding dan mengusik teman-teman kita lainnya yang berbeda pandangan dengannya?

Bayangkan apabila orang-orang yang waras meninggalkan media sosial dan menyerahkannya kepada mereka yang senang mencaci-maki, menghujat, merisak, dan menghalalkan pembunuhan untuk membela pendapatnya. Bayangkan bagaimana media sosial kita menjadi neraka yang membakar mereka yang menimpali kebengisan kaum pembenci dengan kebencian nyaris serupa. Sementara itu, netizen di negara lain semakin merasakan manfaat media sosial untuk berbagai kebaikan dan kebahagiaan. Media sosial dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan positif bagi kemanusiaan tanpa sekat dan jerat suku, ras, agama, kelompok, dan negara.

tahun 2016 banyak kasus radikalisme

Merajalelanya hoax dan kebencian di media sosial terjadi sebab orang-orang baik hanya diam dan selebihnya menghindar. Menyerah di Medsos. Kalah di Medsos. Didukung dengan pemerintah dan aparat penegak hukum yang gamang untuk menindak akun-akun intoleran. Disempurnakan dengan para tokoh publik (agama dan politik) yang menambah kericuhan bertambah kisruh tersebab pernyataan-pernyataan yang tak menunjukkan sikap kebangsaan yang damai. Kalau tidak ikut menambah lebat api kebencian, pernyataan mereka terkesan ambigu, cari aman, bahkan oportunistik. Begitulah neraka media sosial bakal terjadi secara organik di negeri yang konon ramah dan santun ini.

Apakah akan kita biarkan media sosial yang diciptakan untuk kebaikan dikuasai oleh para pembenci? Akankah kita biarkan mereka membentuk anak-anak kita menjadi pembenci seperti mereka? Anda yang sudah merasa tua dan menyerah dengan perang di media sosial, silakan saja, tetapi apakah akan membiarkan anak-anak Anda menjadi korban kebencian atau malah menjadi salah satu dari mereka?

“Medan perang dan jualan mereka kaum pembenci ya di Internet, Media Sosial, dan Messengger dengan 3 tujuan: Propaganda, Menebar Sentimen negatif, dan Rekrutmen anggota. Propaganda untuk menumbuhkan kekhawatiran musuh, sentimen untuk menumbuhkan kebencian terhadap pemerintah (syukur-syukur bersimpati dengan gerakan mereka) dan merekrut yg kelihatan terpengaruh dengan memantau aktivitas like, komen, share, RT.” ~ Prakdungcret

Soal Perempuan Jihadis yang direkrut via Facebook

Kini saatnya kita ambil peran. Do your part! Kembali aktifkan media sosialmu dan jadilah penebar kedamaian di dalamnya. Jadilah pembawa lentera yang menerangi kegelapan dunia maya. Sampaikan walau satu kata, satu gambar, satu lagu, satu film, satu cerita, untuk menjaga kebhinnekaan bangsa ini. 

Jika kita enggan berdebatkusir dengan para pembenci, atur privacy agar tak menerima sebaran kebencian. Jika perlu laporkan setiap kabar bohong, provokatif, dan fitnah, pada layanan media sosial yang kita gunakan. Tindakan pengamanan seperti itu akan direkam jejaknya oleh algoritma media sosial dan kita tak akan mendapatkan aliran status yang kerap kita tolak dan laporkan. 

Jangan cuma melaporkan ke layanan media sosial. Laporkan saja ke Aparat Penegak Hukum (APH) jika menurutmu apa yang disebarkan temanmu itu mengandung kebencian terhadap SARA, menyerukan aksi diskriminatif, pembunuhan, dan perang. Yang seperti itu bukanlah kebebasan berekspresi yang dijamin Undang-undang. 

Selain itu, tetap lakukan seperti sediakala, ketika media sosial menjadi tempat yang damai untuk berinteraksi, memberikan nilai tambah untuk kehidupan, menyampaikan kritik terhadap pelayanan publik, dan berbagai kreativitas bermanfaat untuk banyak orang.

Apa? Kamu left group dari Whatsapp karena para pembenci itu menguasai grup-grup yang kamu ikuti? Hm… Menyedihkan. 

Foto: Ekoliterasi Pekanbaru, Panitia.

  • 03/01/2017