Apa Adanya Soal Blogger

209.930 kata. Itu jumlah yang kutulis di blog ini sejak 2008-2019 minus 2010-2011 sebab dua tahun itu domain mataharitimoer.com mati. Baru bangkit lagi dari kuburnya pada 2012. Tetapi dalam kurun 2010-2011 aku tetap ngeblog di blogdetik (almarhum). Sayangnya aku tak sempat mengetahui statistik di blogdetik.

Awal mengenal blogdetik dari mas KW atau fanabis yang ketemuan di kopdar BHI (blogger bunderan hotel indonesia) setiap Jum’at malam sambil menyeruput wedang dari simbok.

Jumlah segitu masih kecil dibandingkan dengan blogger lainnya yang biasa menulis lebih panjang dan lebih banyak ketimbang postinganku. Kalau dirata-rata pertahun blogku cuma mencapai 20 ribu kata. Ya, namanya juga ngeblog, nulis semaunya tentang semaunya juga.

Pentingkah angka statistik blog? Sejatinya nggak penting sih. Terutama bagi blogger yang menulis sebagai aktualisasi diri atau sekadar meluapkan kegelisahan. “Blogger Habit” kaya gini nggak akan peduli berapa kata, berapa postingan, berapa pageview, page rank, DA, PA, Alexa, dan segala tetek bengek statistik blog.

Berbeda dengan blogger yang menjadikan hobinya sebagai pekerjaan. Sudah tentu yang namanya pekerjaan berhubungan dengan klien dan agency yang mensyaratkan statistik blog. Bagi “blogger karier” pencapaian PR, DA, PA, dsb sangat penting karena dari situlah mereka mendapatkan penghasilan.

Dulu waktu awal ngeblog di layanan e-bloggy (2004) aku sama sekali tak membayangkan bakal mendapatkan uang dari blog. Saat itu menulis cuma karena kebiasaan saja. Makanya kusebut blogger habit. Melihat postingan terpublish saja sudah senang banget. Kayak bocah yang berhasil nimpuk buah jambu tetangga dan jambu itu pindah ke tangannya. Senangnya tiada alang kepalang. Masa sih?

tampilan blogmt di e-bloggy (2004). sempat main juga di blogspot dan multiply tapi akhirnya kembali ke wordpress yang semakin tahun semakin ciamik fiturnya. intinya semakin memudahkan.

Jangan bayangkan kondisi seperti sekarang di mana mengunggah video di youtube cuma butuh sekian menit. Makanya sekarang nge-Vlog amatlah gampang. Dulu, mengunggah postingan saja masih butuh kesabaran sebab kecepatan internet kita masih mahal. Belum lagi koneksi yang mpet-mpetan, putus-nyambung.

Zaman itu cari Free Wifi masih angan-angan belaka. Masih lebih gampang cari free-wife #eh. Untuk mempublikasikan postingan baru, kalau punya modem kecepatan 28.8Kbps atau 33.6Kbps sih lumayan gampang. Tapi saat itu harga modem masih mahal. Paling sering aku cari warnet dulu. Postingannya sudah ditulis dari rumah, baru dipublish di warnet agar hemat biaya sewa. Selesai update blog, sisanya ya blogwalking.

modem pada zamannya. masih ada yang pakai?
gambar: https://hypernet.co.id/2018/05/22/jenis-jenis-modem/

Jadi bisa dipahamilah kenapa sekadar melihat postingan muncul di blog sendiri saja sudah senang. Tambah senang lagi kalau ada yang komentar. Terjalinlah pertemanan blogger. Saat itu bahkan kita bisa ngobrol di kolom komentar. Blogger habit pada zamannya senang komentar. Pro dan kontra, semua dilampiaskan pada kolom komentar blog. Kalau zaman sekarang ya kayak ngobrol di twitter, facebook, dan grup whatsapp.

Dari tahun ke tahun ngeblog akhirnya pada 2009 aku mulai terbawa tren blogger karier. Senang sekali setiap menulis dapat uang. Apa lagi kalau dapat kontrak eksklusif dari brand. “Wih, ternyata ngeblog bisa jadi sumber penghasilan.” Begitu gumamku saat memasuki fase norak. Saat itulah mulai memahami statistik blog. Belajarlah sama sohib blogger macam Reza Gardino dan Almarhum Fandhie soal adsense, blogvertize, analytics, dsb. Komunitas blogger blogdetik (dblogger) sering kopdar dan membahas soal ini juga. Berlanjut ke komunitas blogger lainnya, seperti blogger Bogor (blogor), blogfam, dan komunitas blogger lainnya. Teman-teman komunitas biasanya senang berbagi pengetahuan soal blogging dan monetize.

Statistik viewer mataharitimoer.com 2013-2020 update per 3 Januari 2020.

Apakah enak dapat uang dari ngeblog? Ya iyalah tapi saudara-saudara sekalian…. makin lama seperti ada rasa yang gimana gitu ya. Gini deh, bagaimana semangatmu blogwalking apabila isi blog teman kebanyakan postingan berbayar terus. Apa lagi kalau kita sama-sama menerima proyek review yang sama. Ya, tentu sudah tahu isinya seperti apa sebab masing-masing bersumber dari “brief” yang satu: dari brand/agency. Akhirnya hanya beberapa blog review saja yang aku baca, yaitu yang tidak sekadar copy/paste dari brief brand, yaitu blogger yang kreatif yang memiliki kemampuan memodifikasi naskah brief menjadi tulisan berdasarkan rasanya sendiri, pengalamannya sendiri. Tapi makin lama sepertinya kulihat kemalasan blogger memodifikasi brief semakin mendera. Hanya “plek-ketiplek copas brief”. Wajar dong kalau menyebabkan kita malas membaca postingan demikian. Mau komentar pun bingung. Akhirnya hanya semacam komentar basa-basi agar membantu meningkatkan view dan respons blog teman sebab kita tahu postingan berbayar itu dilihat keren oleh brand/agency jika banyak komentarnya.

Akhirnya per 2015 aku mulai menimbang untuk selektif menerima tawaran blog review. Aku juga tak mau jika isi postingan blogku melulu tulisan berbayar. Salah? Ya, tidak salah. Tetap halalan thayiban-lah. Ini cuma soal perasaan aja sih. Apa lagi dengan hubungan blogger-agency yang tidak mulus-mulus amat. Tidak sedikit blogger protes di media sosial karena telat mendapatkan bayaran. Blogger yang sabar sih cuek aja. Mereka yang spirit “blogger habitnya” kuat tetap saja sabar menunggu dan tetap ngeblog. Sedangkan blogger yang kurang sabar karena didorong kebutuhan hidup, tak segan-segan menyebarkan sindiran terhadap agency yang telat bayar. Dari situ aku menakar hubungan blogger-agency. Dan sejak saat itu pula aku mulai jarang mendapat “job”.

Sedih nggak dapat job? Ya nggaklah. Job itu kan rezeki juga. Lagi pula pendapatan dari blogging bukan cuma dari blogreview. Ada juga pekerjaan lain semisal menjadi narasumber dalam workshop di kantor-kantor, di kampus, dan sebagainya. Sebagai narasumber tentu mendapatkan bayaran tertentu. Iri dengan blogger yang tetap dapat job? Ya, nggak juga. Rezeki orang kan beda-beda. Kita harus menghargai setiap pekerjaan orang lain. Yang sering dapat Job review ya berarti reputasinya di mata brand dan agency bagus. Itu patut dihargai. Lagi pula dengan masih adanya job review untuk para blogger, berarti brand masih percaya bahwa berkampanye melalui jejaring blogger masih dipandang penting.

Adakah manfaat lain dari blogging selain job review dan menjadi nara sumber? Ada. Yaitu ketika kita melihat ada beberapa postingan lama kita yang tetap bermanfaat bagi banyak orang hingga saat ini. Postinganku sepanjang ngeblog yang paling bermanfaat adalah soal Tugu Monas. Ternyata hingga hari ini, setiap hari selalu ada orang yang membaca postingan tersebut. Tidak sedikit yang japri melalui whatsap menanyakan lebih detail tentang cara masuk ke Monas. Sampai kemarin bahkan masih banyak yang japri aku untuk menanyakan tempat bordir di Mall Ambassador. Rata-rata mereka mengira aku punya usaha bordir. Akhirnya dari situlah mereka terarah ke tempat bordir dan tentunya menambah penghasilan buat para pekerja bordir di sana.

15 postingan teratas #blogMT per 3 Januari 2020 – yang baca sedikit? Biar aja hahaha

Satu lagi yang paling terasa adalah sebagaimana pernyataan seorang pengusaha gula batu di Yogyakarta. Aku tak mengira ia amat berterima kasih atas postinganku tahun 2014: Gula Batu dari Dusun Ngaglik Sampai ke Dubai. Benar-benar terkejut saat aku mengunjungi kembali pengusaha itu di Bantul, ia bilang banyak sekali orang yang jadi pelanggan gula batu lantaran membaca blogku. bahkan sampai orang dari luar negeri pun jadi pelanggan setianya.

Kaget dan bangga juga rasanya melihat pabriknya begitu luas. Dulu, pertamakali ketemu mas Wahyu ya di Dusun Kepek, di rumahnya yang tak terlalu luas untuk usaha pembuatan gula batu. Ternyata bisnisnya makin berkembang. Area pabriknya makin luas. Bahkan yang lebih keren, sampai diliput TV. Salah satunya ada di acara Jejak Si Gundul.

potongan tulisan tentang gula batu dari dusun ngaglik sampai ke dubai

Itu yang menurutku manfaat blog. Jadi tidak semuanya diukur dari berapa uang yang kita terima, tetapi juga berapa manfaat blog kita bagi orang lain. Nah, kini memasuki tahun 2020 apakah teman-teman masih mau ngeblog? Meskipun blog “hanya tren sesaat” –kata Roy Suryo– bukan berarti kesenangan ngeblog akan punah. Dari pantauanku di media sosial, selalu saja ada blogger-blogger baru yang membangun komunitas blogger. Senang melihat geliat blogger tetap ada. Mereka pun punya kegiatan sosial yang bermanfaat bagi banyak orang. Ada BloggerCrony, Indonesian Social Blogpreneur, dan juga blogger berbasis daerah masih ada yang eksis. Itu hanya dari sedikit pengetahuanku tentang perkembangan blogger. Boleh jadi faktanya lebih banyak dari yang kutahu.

nampang bareng blogger-blogger kawakan di tangah konser ambyar Didik Kempot, Solo, 2019

Apakah 2020 tren blogger akan berubah menjadi Vlogger atau Podcaster? Mungkin saja. Itu adalah pilihan teman-teman blogger karena kita mau tidak mau harus dituntut “update” dengan perkembangan zaman. Tapi aku sih percaya, meskipun banyak yang beralih menjadi vlogger maupun podcaster, tetap saja kebiasaan ngeblog tak akan lenyap. Selalu ada mereka yang tetap bahagia nulis di blognya sendiri. Masih ada blogger kawakan yang tetap ngeblog, seperti pakde blontakpoer, fanabis, diankelana, chandraiman, httsan doni verdian, wkf, banyumurti, damar juniarto, almascatie, daeng ipul, erick setan sociogeeks dan banyak lagi dah yang tra bisa sa sebut satu per satu. Respek pada mereka!

  • 08/01/2020