“Indonesia siap menuju transformasi digital!” “Infrastruktur digital kita semakin kuat!” “Kedaulatan digital adalah prioritas!” – Ungkapan-ungkapan ini kerap kita dengar dari para pejabat pemerintah. Waktu masih menjabat, Presiden Jokowi berulang kali menekankan pentingnya transformasi digital. Anak Jokowi yang lolos menjadi Wakil Presiden juga ngomongin “Hilirisasi Digital” sejak debat cawapres putaran pertama tahun lalu (2023). Kementerian pun berlomba mengumumkan program digitalisasi. Eh, Pemerintah daerah juga latah berlomba-lomba mengklaim diri sebagai si paling digital dengan program “smart city”. Apakah ini beneran transformasi digital atau kelatahan digital?
Tapi wait…, tunggu dulu!
Laporan Pemantauan Hak-hak Digital Triwulan III 2024 yang baru dirilis SAFEnet menunjukkan realita yang sangat kontras dengan retorika di atas. Di balik gemerlap jargon transformasi digital, ternyata Indonesia masih menghadapi masalah serius dalam hal perlindungan hak-hak digital warganya.
Cek aja timelines medsos! Di tengah gegap gempita program digitalisasi pemerintah, data pribadi jutaan warga masih bocor. Saat pejabat bangga dengan peningkatan penetrasi internet, banyak daerah masih kesulitan mendapatkan akses internet stabil. Saat kita mengedukasi warga agar tidak ketagihan judol karena sudah banyak banget korban nyawa dan hancurnya keluarga, eh belasan pegawai Komdigi jadi bangsat-bangsatnya bandar judol. Ironisnya lagi, ketika kita mengampanyekan literasi digital, pasal karet UU ITE masih jadi alat ampuh membungkam kritik warga.
Inikah transformasi digital yang kita harapkan? Di mana warganya takut mengkritik, data pribadinya bocor berkali-kali, perempuan serta anak-anak tidak aman di ruang digital, dan iklan judol dan pinjol nempel di berbagai platform digital yang gampang diakses anak-anak. Apalagi? Mari baca Laporan SAFEnet!
SAFEnet membuka mata kita tentang betapa seriusnya masalah hak-hak digital di Indonesia. Laporan mereka bukan sekadar angka-angka. Ini adalah cerita nyata tentang warga negara yang haknya dilanggar, suaranya dibungkam, dan privasinya direnggut.
Mari lihat fakta yang tidak mengejutkan:
- 42 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi, dimana UU ITE masih jadi “pisau” untuk membungkam kritik
- 80 insiden keamanan digital, termasuk kebocoran data sensitif jutaan warga dari institusi pemerintah
- 599 kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO), dengan hampir separuh korbannya adalah perempuan
- 23% korban kekerasan online adalah anak-anak di bawah 18 tahun
Buat pemerintah, khususnya Komdigi yang masih fresh banget dengan kepemimpinan Meutya Hafid yang dikenal berani mengkritik Kominfo di zaman menteri sebelumnya yang sudah diinin, data-data ini seharusnya jadi “tamparan” keras. Berapa kali lagi data warga harus bocor sebelum ada tindakan serius? Berapa banyak lagi kritik warga harus dibungkam dengan UU ITE? Berapa banyak lagi anak dan perempuan harus jadi korban kekerasan online sebelum ada perlindungan memadai? Berapa banyak lagi pegawai Komdigi yang bakal melanjutkan tugas dari mereka yang sekarang ditangkap? Eh, yang ini amit-amit cabang baby dong ya. Kuylah kita kerja sama multi steak folder 😛
Juga buat platform digital, kayak Meta, X, TikTok, dan lainnya. Perannya harus lebih dari dari sekadar “we take this seriously“. Diperlukan langkah nyata untuk mencegah penyalahgunaan platform untuk kekerasan dan pembungkaman. Mungkin kita bisa kampanye bareng tentang privasi dan pelaporan melalui platform klean.
Kalau kamu anggota DPR, data-data ini seharusnya jadi dorongan untuk mempercepat pembahasan regulasi yang lebih melindungi hak-hak digital warga negara, bukan malah menjadi ancaman yang membungkam. UU mestinya melindungi warganya, bukan melindungi pejabat negara yang baperan saat berkuasa. Ayolah, kedudukanmu yang terhormat sebagai wakil rakyat partai, jangan cuma buat cari proyekan. Jangan plisss!
Di tengah situasi hak digital yang rentan, saya memberikan apresiasi buat anak-anak muda di SAFEnet. Saya tahu mereka memiliki sumber daya terbatas, tapi mereka konsisten memantau, mendokumentasikan, dan mengadvokasi hak-hak digital warga. Laporan mereka bukan sekadar mencatat kejadian buat memenuhi konten medsos. Ini adalah dokumen untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Buat netizen +62, kuylah jadi warga negara yang bermartabat. Gimana caranya? Nih!
Pertama, jadilah warga digital yang melek hak. Kenali hak-hak digitalmu dan bagaimana melindunginya. Praktikkan keamanan digital yang paling dasar di sini: https://pakemdiri.safenet.or.id/
Kedua, jangan biarkan intimidasi membungkam suara kritismu. Demokrasi hidup dari kritik dan dialog. Namun tetap lakukan dengan cara yang asyik. Tapi sedikit asyu gapapa juga, sih 😀
Ketiga, laporkan setiap pelanggaran hak digital yang kamu temui. SAFEnet menyediakan platform pelaporan di aduan.safenet.or.id. Ketahuilah wahai anak muda, 😛 laporanmu bisa jadi bagian dari upaya membuat Indonesia lebih baik.
Keempat, sebarkan kesadaran. Bagi laporan ini dengan keluarga dan teman. Diskusikan di komunitasmu. Semakin banyak yang sadar, semakin besar tekanan untuk perubahan.
Internet seharusnya jadi ruang yang aman dan memberdayakan bagi semua. Bukan tempat dimana kritik dibungkam, privasi dilanggar, dan kekerasan merajalela. Laporan SAFEnet mengingatkan bahwa kita masih punya pekerjaan rumah besar dan ini adalah tanggung jawab kita bersatu. eh bersatu apa bersama ya? Tapi katanya bisa juga kok bersama meskipun nggak bersatu #eaaa
Leave a Reply